Chereads / A Boy Named Wei Wuxian / Chapter 23 - chapter twenty two- END

Chapter 23 - chapter twenty two- END

Langit mendung menggantung di atas langit kota New York, mengundang ribuan rintik hujan untuk turun yang semakin lama semakin deras.

Tawa Xiao Yu menggema diruang keluarga, beradu dengan Jin Jixuan yang tengah bermain dengan puteranya.

Dan disini Wei Wuxian berdiri, menatap lalu lalang kota yang rusuh ketika hujan mengguyur tanpa permisi dibalik jendela. Tetesan hujan menciptakan jejak disepanjang kaca yang mulai berembun, bersama suara deru mesin dan pekikan klakson mobil, suara sirine lamat-lamat memecah kegaduhan dibawah sana, semakin membuat kusut pikiran Wei Wuxian yang sudah berantakan.

Sejak pembicaraannya dengan Jin Jixuan beberapa hari yang lalu, Wei Wuxian menjadi lebih pendiam. Ia tak lagi merespon apapun yang mantan kekasihnya itu katakan.

Ia hanya mau berbicara pada Xiao Yu dan selebihnya bungkam.

"Wei Ying." Panggil Jin Jixuan, Wei wuxian tak menjawab, masih memaku pandangannya kearah rintik hujan yang turun tanpa belas kasihan.

"Kau masih tidak mau bicara?"

Jin Jixuan menghela napas, Xiao Yu terlelap didepan televisi yang masih menyala dan ini adalah kesempatan untuknya berbicara kembali dengan Wei wuxian.

Namun tetap tak membuahkan hasil.

Apa dia sudah benar-benar ditolak?

Ding dong

Suara bel mengalihkan perhatian Jin Jixuan, ia tak merasa memesan apalagi mengundang siapapun.

Ding dong

Dering bel kembali terdengar, dengan berat hati ia berjalan kearah pintu.

Seketika ia membuka pintu dan satu bogeman mentah ia dapatkan.

Jin Jixuan terjerembab dilantai dingin dengan sudut bibirnya yang berdarah. Wei wuxian yang melihat itu terkejut bukan main, pemuda Wei itu segera menghampiri Jin Jixuan namun ia malah mendapat kejutan lain.

Lan Wangji, suaminya, berdiri menjulang dengan tatapan penuh amarah.

Wei Wuxian tak bisa berkutik, kakinya terasa lemas.

"Lan Zhan." Ia berbisik.

"Lan Zhan!" Ia segera berlari kearah Lan Wangji dan menubrukan diri pada pria itu, "Wei Ying, kau baik-baik saja?" Wangji bertanya khawatir, ia mendekap tubuh istrinya erat seolah takut dia akan kehilangan Wei Wuxian lagi.

Pemuda Wei tak menjawab, tangisannya sudah pecah akibat rasa takut dan kalut yang selama ini dia tahan.

"Dasar bajingan!!" Jiang Cheng menyeruak masuk kedalam dan menarik kerah baju Jin Jixuan.

"Apa kau sudah gila?! Untuk apa kau melakukan semua ini?! Apa kau sudah kehilangan akal? Ha?!" Jiang Cheng tak bisa menahan emosinya.

Memikirkan bagaimana Jin brengsek ini sudah menyakiti orang-orang yang dia cintai membuatnya meledak dalam pusaran emosi.

Jiang Cheng melayangkan tinjunya berkali-kali dan tak sekalipun Jin Jixuan membalas.

Jiang Cheng kembali menarik kerah Jin Jixuan hingga berdiri,

"Apa kau tidak memikirkan Jin Ling? Dia putramu juga brengsek! Harusnya kau bisa mempertanggungjawabkan pilihanmu, bukan malah bertindak diluar akal seperti ini!!" Ia menghempaskan si pemuda Jin hingga kembali terduduk diatas lantai.

Sebenarnya, dia sangat ingin mematahkan setiap sendi Jin Jixuan.

Namun ia memikirkan kembali nasib Jin Ling dan kakaknya.

Jiang Cheng mundur, menarik jarak untuk menahan dirinya agar tak hilang kendali.

Ia lalu menatap kearah Wei Wuxian yang masih menangis tersedu dalam pelukan Lan Wangji.

Ia juga ingin memeluk tubuh itu, ia sangat merindukan Wei Wuxian.

Namun sepertinya ia harus mengubur semua perasaannya dalam-dalam, cukup ia menyakiti kakak angkatnya itu dimasa lalu, ia tak ingin berakhir seperti Jin Jixuan yang nekat.

.

.

Kediaman Jiang kembali diselubungi suasana tegang.

Beberapa saat lalu Jiang Cheng menyeret Jin Jixuan masuk dan melemparnya kearah ruang keluarga dimana seluruh keluarga Jin dan Jiang berkumpul.

Baik Jiang Fengmian maupun Jin Guangshan tak ikut campur perihal penyeretan yang dilakukan Jiang Cheng dan Lan Wangji, Jin Guangshan hanya memberitau alamat puteranya sedang Jiang Fengmian tak mau dirinya hilang kendali dan berakhir mematahkan leher Jin Jixuan ditempat.

Wei Wuxian menolak ikut ke kediaman Jiang, ia masih merasa shock atas apa yang terjadi.

Terlebih, dirinya belum siap menghadapi keluarga Jiang dan Jin,

Perihal apa yang dia sembunyikan, ia sama sekali tidak siap.

Plak!

Hal yang pertama Jin Jixuan dapatkan adalah tamparan dari Madam Yu. Tubuh wanita itu bergetar dalam amarah, matanya memerah dengan gigi bergemelutk.

"Berani-beraninya kau melakukan semua ini pada putriku!" Ia berkata dengan suara rendah, "jika kau tidak mencintainya, kenapa kau setuju untuk menikahinya?!" Madam Yu berteriak kalap, ia kembali menampar Jin Jixuan lalu menjatuhkan diri diatas karpet.

"A Li, aku merasa berdosa menikahkan dia dengan pria brengsek seperrimu!"

Tangisan Madam Yu pecah, Jiang Fengmian segera menghampiri isrrinya dan memeluknya.

Sebenarnya, Madam Yu merasa terkejut. Ini adalah pelukan pertama yang Jiang Fengmian berikan padanya selama mereka menikah, dan ini, membuatnya semakin menangis pilu. Madam Yu menenggelamkan dirinya kedalalam pelikan Jiang Fengmian.

"Ji Xuan, mama tidak pernah mendidikmu untuk menjadi seperti ini!" Giliran sang ibu yang menghampirinya, ia hendak melayangkan tamparan namun Jin Jixuan menahannya.

"Bukankah semua ini karena mama? Jika saja mama dan papa tidak memaksaku menikahi orang lain, mungkin aku tidak akan melakukan semua ini!"

Nyonya Jin terperangah, ia menatap Jin Jixuan tak percaya.

Apa puteranya baru saja menyalahkannya?

"Apa?"

"Aku hanya sangat mencintai Wei Ying, apa yang salah dengan itu?!" Jin Jixuan berteriak dihadapan ibunya.

"Bukankah ini salahmu? Jika saja kau tidak mengancamku untuk meninggalkannya, mungkin Wei Ying dan puteraku tidak perlu menderita. Mungkin aku sudah hidup bahagia dengan mereka. Lalu, apa semua ini salahku?!"

Nyonya Jin kehilangan kata-kata, ia mundur perlahan dan terjatuh diatas sofa.

"Ji Xuan, jaga bicaramu. Dia ibumu!" Jin Guangshan ikut meninggikan suaranya. Ia menghampiri puteranya dan mencengkram kerah puteranya, "harusnya kau memakai otakmu sebelum bertindak! Jika kau mencintainya, kau tidak harus melakukan hal rendah seperti ini!"

"Lalu apa yang harus kulakukan? Aku tidak bisa melihatnya bersama orang lain! Bahkan puteraku sendiri menganggapku sebagai orang asing!"

Lalu Jin Jixuan tersenyum mengejek, "lagipula, bukankah sifat brengsekku menurun darimu? Kau pernah selingkuh dengan seorang pelacur bahkan memiliki anak darinya-"

Buagh

Napas Jin Guansghan menderu hebat, ia paling benci masa lalunya diungkit apalagi dengan cara seperti ini.

"Jaga mulutmu." Bisiknya mengancam.

Jin Jixuan menatap tajam ayahnya, "setidaknya aku tidak pernah berpikir untuk membunuh darah dagingku seperti yang kau lakukan. Aku tidak menyesal memiliki putera dari Wei Ying maupun A Li."

Jin Jixuan pergi dari kediaman Jiang begitu saja, ia bahkan dengan sengaja menubruk bahu Jiang Cheng yang masih berdiri menyaksikan dirinya yang barusaja dihakimi.

Jin Jixuan berniat pergi ke kediamannya dan Jiang Yanli.

Ia harus meluruskan semua perbuatan yang dia lakukan.

.

.

"Wangji, bagaimana keadaan Wei Gongzi?" Lan Xichen bertanya pada adiknya yang baru saja keluar dari kamarnya, sebelah tangan Wangji membawa nampan berisi gelas dan mangkuk yang telah kosong.

"Wei Ying masih sedikit shock, dia juga sedikit demam."

"Apa kau tidak akan membawanya ke rumah sakit?"

"Aku sudah memanggil dokter untuknya."

Lan Xichen mengangguk paham, "bagaimana dengan A Yu? Apa dia baik-baik saja?"

"A Yu tidur bersama Wei Ying, untungnya dia baik-baik saja."

"sepertinya Wei Gongzi berusaha keras agar A Yu tidak merasa tertekan dan apalagi trauma selama disana."

"Mn."

Lan Xichen tersenyum, ia mengelus bahu adiknya, "kau juga harus istirahat. Kau sudah memforsir dirimu untuk menemukan keluargamu."

Wangji mengangguk, ia berlalu kearah dapur untuk meletakan nampan yang ia bawa lalu kembali kekamarnya.

Perlahan, Wangji menududukan dirinya disamping tempat tidur, ia mengelus kening Wei Yingnya dengan sayang.

Demamnya sudah sedikit reda.

Ia merendahkan wajahnya dan mencium kening Wei Wuxian, "maafkan aku karena gagal menjagamu." Bisiknya.

"Lan Zhan." Suara Wei Wuxian memanggil lirih namun matanya masih terpejam rapat, sepertinya ia sedang mengigau. Lan Wangji menggenggam tangan istrinya dan menciumnya, "Wei Ying, aku disini."

Wei Wuxian bergerak gelisah dalam tidurnya, Wangji yang melihat itu segera membaringkan dirinya diantara Xiao Yu dan Wei Wuxian, ia memeluk keduanya dalam pelukan penuh perlindungan.

Kedua tangannya mengelus keluarganya dengan sayang, memberi ketenangan baik untuk Wei Wuxian maupun Xiao Yu.

"Ini yang terakhir, aku berjanji akan melindungi dan membuat kalian bahagia." Bisiknya, ia ikut terlelap disamping istri dan puteranya.

Pada akhirnya, Lan Wangji bisa tidur nyenyak setelah dua minggu ia kehilangan kekuarganya.p

.

.

Jin Jixuan menatap kediamannya lama.

Dengan wajah lebam dan penampilan yang kusut, ia menyeret kakinya memasuki rumahnya dan Jiang Yanli.

Keadaanya masih sama.

Bersih dan rapi.

Namun atmosfer yang dia rasakan sedikit berbeda, rumah ini terasa dingin dan sunyi,

Jujur saja, ia tak menyukainya sama sekali.

Jin Jixuan menaiki tangga menuju kamarnya, selangkah demi selangkah, ia hanya mencoba mengulur waktu.

Setelah semua yang dia lakukan, Jin Jixuan merasa tak sanggup menghadapi Jiang yanli.

Apa yang akan istrinya itu lakukan?

Jin Jixuan tau, bahwa Jiang Yanli sangat menyayangi Wei Wuxian.

Dan fakta bahwa ia hampir menghancurkan sang adik untuk kedua kalinya, membuat nyalinya menciut.

Jin Jixuan membuka pintu kamarnya perlahan membuat jiang Yanli yang tengah menidurkan Jin Ling menoleh.

Wanitu itu menatapnya lama, gak bergeming dari tempatnya berdiri.

"A Li." Panggil Jin Jixuan.

Pria itu tak berani melangkah lebih jauh, ekspresi dingin istrinya adalah hal yang kini ia takutkan.

Jiang Yanli menghampiri suaminya,

Plak!

Satu tamparan ia terima.

Jin Jixuan terdiam, ia tak lagi berani menatap wajah Jiang Yanli.

"Ikuti aku." Ujarnya dingin.

Jin Jixuan hanya menurut, ia mengikuti istrinya menuruni tangga dan berhenti di ruang keluarga, "duduklah." Jin Jixuan kembali menurut.

Ia memperhatikan gerak gerik istrinya.

Selama ia mengenal Jiang Yanli, yang ia tau wanita itu adalab wanita terlembut yang pernah ia temui.

Dan sekarang ia melihat sisi lain dari istrinya, juga sorot kecewa yang terpancar dari bola mata indahnya, membuat bagian terdalam Jin Jixuan teremas ngilu.

Jiang Yanli kembali dengan kotak obat ditangannya, tanpa kata wanita itu mulai mengobati lebam dan luka yang ada diwajahnya.

"A Li."ia kembali memanggil.

"Apa sakit?" Tanya istrinya tanpa menjawab panggilan sang suami.

"Ya." Jawab Jin Jixuan singkat.

Jiang Yanli selesai mengobati luka suaminya. Ia membereskan kembali kotak obat yang ia bawa lalu menatap lurus pada Jin Jixuan.

"Kau pantas mendapatkannya."

Keheningan mengalir deras diantara mereka, Jin Jixuan membatu tanpa bisa mengatakan apapun, kalimat yang telah ia susun sepanjang perjalanan kemari telah runtuh tak berbentuk.

Jin Jixuan kehilangan kata-kata.

"Apa kau mencintai A Xian?" Tanyanya,

"A Li-"

"Jawab saja."

Jin Jixuan mengangguk. "Lalu kenapa kau menyetujui pernikahan kita? Kau bisa saja menolaknya dan pergi bersama A Xian."

Jin Jixuan menunduk, menekan kepalanya yang terasa berat. "Aku tidak bisa melakukannya, meskipun aku ingin."

"Kau hanya tidak mau berusaha." Bisik Jiang Yanli. "Jika saja kau mau sedikit berusaha, kau mungkin bisa hidup bahagia bersama A Xian. Kau tidak harus menyakitinya sejauh ini, dan A Xian tidak perlu pergi ketempat asing seperti ini."

Jin Jixuan bungkam.

Benar, ia hanya terlalu takut untuk melangkah memperjuangkan cintanya oada Wei Wuxian.

"A Li, kau tidak tau bagaimana orang tuaku." Ia memberi pembelaan untuk dirinya sendiri.

"Tuan Lan juga tidak menyukai A Xian, dia juga mengancan bahkan menghukum Lan Er Gongzi untuk tidak mengejar A Xian, tapi dia mau berusaha sehingga dia bisa mendapatkan A Xian."

Jin Jixuan kembali bungkam, ia melihat mata Jiang Yanli yang sudah berkaca-kaca.

"Aku minta maaf." Bisiknya kemudian.

"Bukan padaku, kau harusnya minta maaf pada A Xian karena hidupnya yang sudah kau hancurkan."

"Aku juga sudah menyakitimu dan A Ling, maafkan aku."

Jiang Yanli tidak menjawab, ia mengusap air mata yang sudah menumpuk dipelupuk matanya.

"Apa kau pernah mencintaiku?"

Jin Jixuan terperanjat, "tentu saja, aku mencintaimu juga A Ling." Jawabnya cepat, lalu Jiang Yanli tersenyum kecil.

"Syukurlah."

Nona Jiang menghela napas dalam, ia kembali mengusap air mata yang masih tersisa, "A Xuan, sepertinya kita harus berpisah."

"Apa? A Li, apa maksudmu?" Jin Jixuan merasa terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar, hatinya bertalu kencang.

Ia merasa tak rela dengan kalimat itu.

"Tidak untuk selamanya, hanya sementara. Aku perlu waktu untuk sendiri dan kau perlu menjernihkan pikiranmu. Kau sudah bertindak terlalu jauh."

Jiang Yanli mengulurkan tangannya, mengusap lembut lebam diwajah suaminya. "Aku tau kau bukan orang jahat. Kau selalu berusaha membuatku nyaman didekatmu, kau menyayangi kedua puteramu sama besarnya. Jujur saja aku merasa kecewa dan sangat ingin membencimu, tapi ternyata aku tidak bisa. Setiap kali aku memikirkan betapa marahnya aku padamu, aku selalu mengingat kembali bagaimana kau memperlakukanku dan A Ling. Kau sudah berusaha keras untuk membuka hatimu padaku dan aku menghargainya."

Suara Jiang Yanli yang parau menusuk tepat diluka Jin Jixuan yang menganga. Ia ingin memeluk tubuh istrinya, tapi ia merasa tak sanggup, dosanya telah membuat benteng tinggi antara dirinya dan Jiang Yanli.

Sesaat akal sehatnya mulai kembali, Jin Jixuan kembali memikirkan apa yang sudah ia lakukan dan seketika ia merasa tak ubahnya monster mengerikan.

Ia merasa marah pada dirinya sendiri.

Ia sudah melukai semua orang yang dia cintai.

Pada akhirnya, ia harus melihat punggung istri dan puteranya menjauh.

Jin Jixuan sepakat untuk memberi waktu pada diri mereka masing-masing, iapun merasa butuh waktu untuk menata pikirannya yang sudah kacau.

Ia hanya berharap memiliki kesempatan untuk memperbaiki semuanya.

.

.

Satu minggu berlalu dengan begitu lambat.

Setelah berbagai drama yang terjadi belakangan ini, Madam Yu menjadi lebih diam. Ia menyambut baik keputudan putrinya untuk pulang ke kediaman Jiang, ia tau puterinya butuh memikirkan langkah selanjutnya untuk keluarganya.

Madam Yu tak akan memaksakan kehendaknya pada Jiang Yanli, jika suatu saat puterinya akan kembali pada Jin Jixuan ia tak akan menghalangi, puterinya pasti tau apa yang terbaik untuknya dan keluarganya.

Begitupun dengan Jiang Fengmian, ia berusaha untuk lebih membuka diri pada keluarganya, ia tak ingin ada hal buruk lainnya lagi terjadi, selama ini ia sadar telah menjadi kepala keluarga yang kurang bijaksana, sikap tidak suka istrinya pada Wei Wuxian mungkin juga disebabkan olehnya yang terlalu mencurahkan perhatian berlebihan pada putera angkatnya itu.

Singkatnya, keluarga Jiang telah belajar banyak dari kejadian luar biasa yang baru saja terjadi, mereka mulai memulihkan diri mereka masing-masing.

Meski dengan proses yang tak akan sebentar.

.

.

"Lan Zhan, aku takut." Wei Wuxian mencicit dibelakang tubuh tegap Lan Wangji, dirinya menyembunyikan wajahnya dibalik punggung Xiao Yu dalam gendongannya.

Setelah berbagai usaha dan bujukan Lan Wangji serta Lan Xichen, akhirnya ia mau pergi ke kediaman Jiang.

Ia tidak bisa bersembunyi terus menerus, kakak iparnya bilang, jika ia ingin bahagia ia harus belajar mengurai bebannya, ia harus berani melangkah meninggalkan sudut gelap dimana dia biasa bersembunyi.

Lan Xichen bilang, kebahagiaan tidak akan ada dalam kubangan gulita, ia harus berlari kearah cahaya dimana kebahagiaan bersumber.

Dan bagi Wei Wuxian, Lan wangji adalah cahaya itu.

Ia menuntunnya melepas jeratan masa lalu yang mengikatnya, traumanya mungkin tak akan hilang dalam waktu sekejap, namun kehadiran Lan Wangji dihidupnya sudah seperti obat penenang yang mampu membuatnya lupa akan rasa takut dan cemas yang ia dera.

Genggaman Lan Wangji serupa hangat mentari dimusim semi yang mampu melelehkan dirinya yang membeku dalam gempuran badai salju.

"Aku disini, kau tidak perlu takut." Bisik Lan Wangji, ia lalu mengetuk pintu didepannya.

"Wangji, kau sudah tiba?" Dan Jiang Fengmian adalah orang pertama yang menyambutnya, ia mengintip kebelakang tubuh Wangji dan mendapati puteranya yang meringkuk dibalik dua tubuh dengan ukuran berbeda itu.

"A Xian, apa yang kau lakukan disana?" Tanya Jiang Fengmian, ia terkekeh mwlihat kelakuan puteranya itu.

"Paman, aku sedang bersembunyi. Paman masuk duluan saja." Ujarnya dengan masih bersembunyi dibelakang tubuh Xiao Yu.

"Kakek!" Xiao Yu semangat setelah menyadari kehadiran sang kakek, ia merentangkan tangannya meminta untuk digendong. "A Yu, apa kau merindukan kakek?" Jiang Fengmian mengambil Xiao Yu dari gendongan mamanya, dan seketika kedua lengan mungil itu melingkat dikeher Jiang Fengmian, "Mn. A Yu sangat lindu sama kakek." Jiang Fengmian tertawa, ia membuka hoodie bertelinga srigala yang dipakai cucunya, "ayo masuk, kita bertemu bertemu nenek."

"Nenek? Apa A Yu punya nenek?" Bocah itu memiringkan kepalanya.

"Tentu saja, dua. A Yu punya dua nenek dan kakek malah."

"Wah benalkah? Ayo kek! Masuk! Go! Go!"

Keduanya mulai masuk kedalam rumah, sedang Lan Wangji dan Wei Wuxian masih berdiri ditenpat yang sama.

Lalu Lan Wangji menggenggam tqngannya erat, "percaya padaku, tidak ada hal buruk yang akan terjadi." Sekali lagi ia mencoba meyakinkan, Wei Wuxian membalas genggaman Lan Wangji semakin erat, "Mn."

Mereka mulai memasuki kediaman Jiang dan seketika Wei Wuxian mendapat pelukan erat dari Jiang Yanli yang berlari kearahnya, "A Xian, kemana saja kau selama ini?"

Perempuan itu terisak, ia sangat merindukan adiknya ini, dan setelah tau apa yang terjadi ia khawatir setengah mati pada keadaan Wei Wuxian.

"Shijie." Wei Wuxian membalas pelukan Niang Yanli tak kalah eratnya.

"Maafkan aku." Bisiknya.

Jiang Yanli melepas pelukannya, ia mengetuk kening Wei Wuxian dengan jari lentiknya, "dasar bodoh, aku yang seharusnya minta maaf. Kau melewati waktu yang sangat sulit karenaku. Aku sangat bersalah padamu, A Xian." Jiang Yanli menangis sesegukan, ia kembali memeluk adiknya.

"Shijie tidak salah apapun."

Lan Wangji yang masih berada disamping istrinya mengelus belakang kepala Wei Wuxian.

Setelah beberapa saat kedua adik kakak itu melepaskan pelukan mereka, keduanya masih sesegukan lalu kemudian tertawa kecil.

Keduanya teralihkan oleh celotehan bocah kecil, seketika Jiang Yanli menutup mulut dan menghampiri Xiao Yu yang telah digendong ibu mertuanya.

"Apa nenek juga punya kelinci?" Bocah itu bertanya antusias pada neneknya, nyonya Jin sedang asyik menceritakan hewan peliharaan yang ada di rumahnya, mulai dari anjing, kucing sampai burung dan Xiao Yu sangat antusias mendengarnya.

"Apa A Yu suka kelinci?" Tanya perempuan itu lembut, Xiao Yu mengangguk "Mn. A Yu sukaaaa kelinci."

Nyonya Jin tertawa melihat betapa hypernya cucunya yang tak pernah ia ketahui kehadirannya itu.

Ini adalah kali pertama mereka bertemu, dan dirinya sudah dibuat jatuh hati pada putera pertama Jin Jixuan ini, Xiao Yu termasuk anak yang sangat talkactive diusianya yang bahkan baru mau menginjak usia dua tahun, berbeda dengan ayahnya yang lebih kalem dan pendiam, ia pikir ini mungkin turunan dari sang mama.

Dan seketika ia mengingat tentang Wei Wuxian, pemuda yang telah membuat akal puteranya jungkir balik.

Ia mengalihkan pandangan pada si pemuda Wei yang masih berdiri, sebelunya mereka pernah bertemubsaat ia berkunjung kemari beberapa kali, namun mereka tak pernah terlibat dalam peecakapan serius dan panjang, hanya sebatas menyapa dan tersenyum.

"Aunty cantik!!" Xiao Yu melambai pada Jiang Yanli yang menghampirinya, "hai sayang." Sapa Jiang Yanli lembut, ia mencubit lembut pipi tembem Xiao Yu. "Siapa nama anak tampan ini?" Tanyanya.

"Ciao Yu, Wei Ciao Yu." Jawabnya lantang, "Lan Xiao Yu." Wangji menginterupsi, bocah itu lalu menutup mulutnya dengan kedua tangan gempalnya, "oops, A Yu lupa." Ujar bocah itu dengan mata yang membulat lucu.

Semua orang yang ada diruangan itu tertawa, bahkan Jin Guangshan sudah mencubit gemas kedua pipi tembem cucunya, "aw, kakek nakal cubit cubit pipi A Yu." bocah itu cemberut, "itu pipi? Kakek kira mochi." Goda Jin Guangshan kemudian, ruangan itu kembali dipenuhi dengan tawa. "Habisnya pipi A Yu kenyal sih." Timpal Jiang Yanli tak mau kalah.

"Aunty juga nakal, A Yu bilangin dada hayo." Kedua alisnya menukik memberi ancaman oada orang-orang yang mengejek pipi gembulnya.

"Bilang saja coba." Jiang Fengmian mengompori.

"Dada, A Yu dinakalin masa." Dan akhirnya Xiao Yu benar-benar mengadu pada sang ayah yang sudah duduk disamping mamanya.

"A Yu terlalu imut sih, makanya dinakalin." Jiang Yanli kembali menggoda. "A Yu tampan seperti dada ih!"

Ruangan semakin ramai dengan celoteh Xiao Yu dan tawa semua orang disana.

Diam-diam, Wei Wuxian merasa lega.

Apa yang ia takutkan tidak benar-benar terjadi.

Sebelumnya, ia merasa takut orang-orang akan menolak kehadiran puteranya, namun diluar dugaan, semua orang malah menyambutnya dengan baik.

"A Xian." Wei Wuxian tersentak ketika Nyonya Jin telah berpindah kesampingnya, puteranya telah beralih kepangkuan Jiang Yanli.

"Aku minta maaf atas nama puteraku dan atas semua yang terjadi. Aku tidak pernah berpikir bahwa A Xuan akan sampai melakukan hal nekat seperti itu."

Kesan angkuh dari wanita dihadapannya luntur, ia telah di tempa rasa malu atas apa yang sudah dilakukan puteranya hingga hanya menyisakan penyesalan dan rasa bersalah.

Nyonya Jin meraih tangan Wei Wuxian dan menggenggamnya, "kau pasti sudah melewati wakru yang sangat sulit karena ulah puteraku. Aku benar-benar minta maaf."

Wei Wuxian menarik napas dalam, "semuanya sudah berlalu, apa yang sudah terjadi mungkin masih menyisakan trauma untukku, tapi aku tidak mau memikirkannya. Aku sudah mencoba melepaskan semua yang terjadi dan akan belajar berdamai dengan semua itu. Soal Jin Jixuan, aku akan mencoba memaafkannya meski membutuhkan waktu."

Nyonya Jin mengangguk mengerti, ia memeluk sebentar tubuh Wei Wuxian dan menepuk bahunya dua kali.

"Terimakasih."

Wanita itu mengelus wajah Wei Wuxian, "kau memiliki putera yang sangat tampan dan cerdas."

Wei Wuxian hanya tersenyum kecil.

Lalu tangisan seorang bayi memecah kegaduhan mereka, Madam Yu turun dari tangga dengan membawa buntalan kecil ditangannya.

Perempuan itu membawa sang cucu pada dekapan ibunya dan seketika Jin Ling berhenti menangis.

Mata Wei Wuxian bersibobrok dengan milik madam Yu, dan rasa cemas kembali memenuhi hati Wei Wuxian.

Ia takut akan apa yang akan Madam Yu katakan, matanya bahkan masih menunjukan ketidak ramahan padanya.

"Apa itu adik bayi?" Tajya Xiao Yu, Jiang Yanli tersenyum dan merendahkan gendongannya, "iya, ini adik A Yu, namanya Jin Ling." Bayi itu kembali terpejam setelah tenang dalam dekapan sang ibu.

"Waah, adik bayi lucu sekali." Ujar Xiao Yu takjub. "Apa A Yu menyayangi adik?"

Xiao Yu mengangguk cepat, "tentu saja, A Yu sangat sayang adik." Jiang Yanli tersenyum haru, ia mencium Xiao Yu lalu mencium Jin Ling, hatinya memanjatkan sebuah doa, semoga keduanya akan hidup rukun sampai dewasa kelak.

Madam Yu diam-diam tersenyum mendemgar celotehan bocah itu, Xiao Yu mengingatkannya pada Wei Wuxian kecil, secara fisik boleh saja ia mengkopi Jin Jixuan, namun sifatnya menurun seluruhnya dari Wei Wuxian.

Madam Yu menghampiri Wei Wuxian, "bisa kita bicara?"

Si pemuda Wei sudah dag dig dug dihampiri Madam Yi seperti itu, ia menatap ragu pada Lan Wangji, namun suaminya itu hanya mengangguk kecil, memberinya kekuatan untuk setuju mengikuti Madam Yu.

Lalu keduanya beranjak kearah halaman belakang kediaman Jiang.

Madam Yu mempersilahkan Wei Wuxian untuk duduk di kursi disampingnya.

Sesaat keduanya terlarut dalam keheningan.

"Apa sangat sulit?" Tanya Madam Yu tiba-tiba.

Wei wuxian menoleh dengan alis tertaut, "kau tinggal dinegeri asing dengan kondisi mengandung, semuanya pasti terasa sangat sulit." Lanjut Madam Yu.

Wei Wuxian menggigit bibir bawahnya, tak tau harus merespon bagaimana.

"A Xian, aku tidak benar-benar membencimu" ujar Madam Yu kemudian.

"Kau tau, usia seseorang tidak benar-benar mencerminkan kedewasaannya itu sendiri. Dan aku adalah buktinya."

Wei Wuxian tidak mengerti dengan arah pembicaraan ini.

"Perasaan cemburu masa mudaku telah menumpuk. Aku cemburu pada ibumu yang lebih menarik perhatian Fengmian dibanding diriku, dan saat dia membawamu ke rumah untuk pertama kalinya, aku tau bahwa kau akan selalu menjadi pengingat bagi Fengmian terhadap ibumu."

Si pemuda Wei kehilangan kata-kata, dia merasa terkejut dengan apa yang disampaikan Madam Yu padanya.

"Aku sangat terkejut saat mendengar kau menghilang dua tahun lalu, kau tau? Aku merasa bersakah atas semua sikap yang selama ini kulakukan. Aku tau aku bukanlah orang yang baik." Madam Yu tersengum sinis untuk dironya sendiri,

"Setelah apa yang terjadi belakangan ini, aku tau bahwa aku harus berhenti bersikap egois dan kekanakan."

Hening sesaat, "A Xian, aku minta maaf."

Wei Wuxian terkejut bukan main, ia lalu menatap wajah Madam Yu yang dipenuhi guratan lelah. "Madam Yu-"

"Ibu, kau bisa memanggilku ibu, A Xian." Madam Yu memotong, dan mata Wei Wuxian semakin melebar.

Apa ia salah dengar?

Ataukah ini mimpi? Ia gak pernah berpikir jika pada akhirnya Madam Yu akan mengatakan semua hal ini padanya.

"I ibu?"

Madam Yu mengangguk lalu beralih memeluk Wei Wuxian, "anak malang, maafkan aku."

Keduanya larut dalam tangisan.

Dan diam diam Lan Wangji dan Jiang Fengmian menatap pemandangan haru itu dibalik pintu kaca.

"Pelangi selalu datang setelah badai, bukan?" Tanya Jiang Fengmian.

"Mn." Jawab Wangji.

Jiang Fengmian tersenyum, ia menepuk bahu Wangji, "itu pribahasa yang sangat kuno, haha." Lan Wangji hanya tersenyum kecil mendengar itu.

"Wangji, terimakasih sudah menjaga A Xian. Aku tidak menyesal sudah memilihmu untuk bersamanya."

Wangji hanya mengangguk kecil, dan keduanya memilih kembali ke ruang tengah dimana kegaduhan semakin merajalela akibat mulut bawel Xiao Yu.

.

.

Omake

Empat tahun berlalu semenjak kejadian Jin Jixuan yang membawa lari Wei wuxian dan Xiao Yu.

Setelah sebulan tinggal di China, Lan Wangji dan Wei Wuxian memutuskan untuk kembali ke Jerman untuk menyelesaikan studi mereka yang terbengkalai.

Awalnya keluarga mereka tak mengizinkan, apalagi jika harus berpisah dengan Xiao Yu, mereka merasa sangat berat dan merasa akan sangat kesepian tanpa ocehan bocah itu.

Namun keputusan keduanya sudah bulat, mereka berjanji akan pulang ke China setelah lulus.

Dan hari kelulusan mereka tiba.

Hari ini adalah hari yang sukacita bagi sekua orang.

Tiga keluarga paling terpandang di China terbang ke Jerman untuk menghadiri acara wisuda Lan Wangji dan Wei m Wuxian.

Mereka menjadi pusat perhatian selama festival kelulusan berlangsung.

Lan Xiao Yu yang sudah menginjak usia enam tahun begitu lincah berlarian bermain bersama Jin Ling yang berusia empat tahun. "A Ling jangan lari twrlalu kencang, gege susah menangkapmu tau."

Para orang dewasa tertawa mleihat tingkah dua bocah itu.

"Wah, apa acara wisuda ini sudah beralih menjadi acara keluarga?" Wei Wuxian dan Lan Wangji datang menghampiri keluarga mereka yang berkumpul ramai di halaman kampus yang luas.

"Wei Wuxian! Apa kau tidak bisa berjalan sedikit lebih pelan, ha?!" Jiang Cheng mengomel ketika melihat kakaknya yang hampir tersandung kamimya sendiri, Wei Wuxian cemberut, "Jiang Cheng, kau harusnya memberiku selamat bukan malah memarahiku."

Jiang Cheng hanya mendengus, ia lalu melempar kotak berhias outa yang langsung ditangkap oleh Wei Wuxian, "wah, apa isinya?" Ia bertanya antusias.

"Anjing."

"Jiang Cheng!"

Semua orang tertawa melihat tingkah mereka. Setelah kejadian dimasa lalu, hubungan Wei Wuxian dan Jiang Chengpun mulai membaik, mereka bisa kembali seperti semula.

Wei Wuxian mendelik lalu terperanjat ketika siluet seseorang yang tak ia sangka tertangkap retinanya.

Jin Jixuan.

Ia tak tau jika pemuda itu juga akan datang kemari.

"Wei Ying, kau baik-baik saja?" Tanya Wangji khawatir. Ia lalu melihat kearah pandangan Wei Wuxian dan menghela napas.

"Kau mau bicara dengannya?" Tanya Wangji.

Wei Wuxian mendongak menatap wajah teduh suaminya, "kalian perlu bicara. Aku akan ada disampingmu jika terjadi sesuatu."

Wei Wuxian mengangguk.

Selama ini selqlu ada yang mengganjal dihatinya, dan ia tau bahwa itu adalah masalah yang belum tuntas antara dirinya dan Jin Jixuan.

Mau tak mau, ia memang harua bicara empat mata dengan pria itu.

.

.

Suasana canggung membumbung tinggi, keduanya telah memisahkan diri daei rombongan keluarga besar mereka.

Wei Wuxian memainkan jari-jarinya guguo.

"Bagaimana kabarmu selama ini?" Tanya Jin Jixuan.

"Hm? Aku baik. Bagaimana denganmu?"

"Aku juga."

Lalu kembali hening.

"Soal apa yang terjadi dimasa lalu, aku minta maaf. Saat itu tidak bisa berpikir dengan jernih." Ujarnya kemudian.

Wei Wuxian mengangguk, ia lalu tersenyum kecil, "semua yang berlalu bisa kita lupakan perlahan, dan aku sudah mulai memaafkanmu."

"Terimakasih."

"Apa kau dan shijie kembali bersama?" Tanya Wei wuxian.

"Ya, aku belajar dari Lan Wangji untuk tidak menjadi pengecut. Aku sudah pernah kehilanganmu, dan aku tidak ingin kehilangan orang yang kucintai untuk kedua kalinya."

Wei Wuxian mengangguk, "syukurlah. Kuharap kalian selalu bahagia."

Jin Jixuan tersenyum, "berapa bulan?" Ia bertanya. Wei Wuxian mengernyit bingung, "apanya?"

Pria Jin menunjuk perutnya yang buncit, "perutmu."

"Ah, haha. Ini bulan kesembilan." Jawab Wei Wuxian, ia mengelus lembut perutnya yang menyembul dari balik baju toganya.

"Lan Wangji pasti menjadi lebih protective padamu."

Mendengar itu Wei Wuxian mengekuh, "dia bahkan tidak mengizinkanku berjalan sendiri ke kamar mandi."

Jin Jixuan terkekeh, "dia tau betul kau orang yang sangat ceroboh."

Wei Wuxian manyun.

"Syukurlah. Aku senang dia sangat memanjakanmu. Dulu, saat kau mengandung A Yu aku tidak ada disampingmu, dan sekarang kau tidak harus melewati waktu sulit sendirian lagi. Aku merasa lega."

Wei Wuxian tersenyum mendengarnya.

Sepertinya waktu memang telah membuat Jin Jixuan berubah.

Ia bukan lagi pemuda arogan yang angkuh, Jin Jixuan sudah berubah menjadi sosok yang dewasa.

"Apa kau tidak ingin menyusul?" Goda Wei Wuxian.

Jin Jixuan tertawa kecil, "kau tau lasti bagaimana manjanya A Ling."

"Kau benar, bocah itu pasti akan merajuk habis-habisan jika mempunyai adik."

Keduanya tertawa.

Namun beberapa saat kemudian alis Jin Jixuan bertaut bingung, cairan bening tiba-tiba saja merembes dari tempat Wei Wuxian duduk.

"Wei Ying, apa kau menumpahkan air?" Tanyanya.

Wei Wuxian menaikan alisnya, "apa?"

"Itu." Jari Jin Jixuan menunjuk kebagian bawah Wei Wuxian, "hm? Oh, mungkin air ketubanku pecah." Jawabmya entang.

"APA?!" Jin Jixuan segera berdiri panik, Wei Wuxian yang baru sadar dengan apa yang dia ucapkan langsung pucat pasi. "A air ketubanku pecah." Bisiknya panik.

"LAN ZHAN!!"

Dan acara wisuda yang harusnya khidmat berakhir dengan kepanikan.

Wei Wuxian melahirkan teoat dihari kelulusannya sendiri.

END