Chereads / A Boy Named Wei Wuxian / Chapter 19 - chapter eighteen

Chapter 19 - chapter eighteen

Sejak mereka kembali dari acara bulan madu, Lan Wangji memutuskan untuk pindah ke rumah Wei Wuxian dan akan menjual kembali rumah yang baru beberapa bulan ia tempati.

Soal pekerjaan, sebenarnya Lan Wangji sudah memulainya ketika ia masih di China.

Ia tengah digembleng untuk menempati posisi direktur untuk salah satu anak perusahaan Lan Group yang bergerak dibidang farmasi.

Namun ketika ia memutuskan untuk mengejar sosok yang ia cintai, sang paman, seseorang yang sudah berjasa membesarkannya murka, ia mengancam akan mencabut hak warisnya.

Lan Wangji tidak bergeming, ia tak peduli jika tak mendapatkan sepeserpun atau posisi apapun dari kerajaan bisnis keluarganya.

Ia berpikir, untuk apa semua uang itu jika ia tak bisa bahagia bersama orang yang dicintainya?

Baginya uang bukan sesuatu yang akan membuatnya bahagia. Mungkin, ia bisa memiliki apapun yang dia inginkan, tapi kekosongan dihatinya tidak bisa disumpal dengan semua kemewahan itu.

Lan Wangji tak mau hidup seperti itu.

Ia tetap memilih berlari mengejar Wei Yingnya.

Pada akhirnya, Lan Qiren menyerah.

Setelah melihat bagaimana pengorbanan yang Lan Wangji lakukan, ia jadi teringat bagaimana kakaknya, ayah dari Lan bersaudara itu dulu juga mati-matian mempertahankan wanita yang dia cintai.

Setelah kedua keponakannya lahir, kakaknya itu lebih memilih mengasingkan diri disebuah pondok bersama istrinya.

Semiggu sekali ia mengantarkan Lan Xichen dan Lan Wangji kecil kepondok orangtuanya.

Melihat mereka bahagia, melihat ibu dari kedua keponakannya begitu menyayangi mereka,

Lan Qiren hampir tak percaya jika perempuan cantik itu pernah menjadi seorang pembunuh bayaran.

Ia adalah sosok yang membunuh salah satu anggota keluarga Lan atas suruhan salah satu pesaing licik mereka.

Karena itu, keluarga besar Lan sempat menentang pernikahan sang pewaris utama Lan itu.

Pada akhirnya mereka tetap menikah, meski disisi lain ayah dari Lan bros itu merasa bersalah pada seluruh keluarganya, maka dari itu ia lebih memilih untuk mengasingkan diri bersama sang istri dan menyerahkan posisi serta kedua puteranya untuk diurus oleh sang adik, Lan Qiren.

Hingga kedua orang tua Lan Xichen dan Lan Wangji meninggal diusia Wangji yang baru 6 tahun.

Sejak ia menerima kedua bayi mungil itu ditangannya, Lan Qiren telah bersumpah untuk mendidik mereka dengan baik agar tak berakhir seperti ayah keduanya.

Namun siapa dirinya?

Ia tak bisa mencegah apa yang sudab digariskan, pada akhirnya, salah satu keponakannya, Lan wangji, mengikuti jejak samg ayah.

Ia rela melepaskan segalanya demi orang yang dia cintai.

Lan Qiren marah, namun akhirnya menyerah.

Bagaimanapun ia sangat mencintai kedua keponakannya.

Pada hari pernikahan Lan Wangji dan Wei Wuxian, ia sempat berbicara empat mata dengan keponakannya itu.

Bahwa, setelah Lan Wangji dan Wei wuxian menyelesaikan studi disini, mereka harus kembali ke China agar Lan Wangji bisa menempati posisinya sebagai direktur Lan Pharmacy.

Lan Wangji belum mengatakan apapun tentang ini pada istrinya, ia menunggu waktu yang tepat.

Semua keputusan akan ia serahkan pada Wei Wuxian nantinya.

.

.

"Lan Zhan, ayo." Wei Wuxian menghampiri suaminya yang menunggunya diberanda rumah sambil menggendong Xiao Yu.

"A Yu, sini." Ia lalu memgambil alih Xiao Yu dari Lan wangji dan berjalan ke arah cafe

Hari ini mereka mulai masuk kuliah lagi setelah sebelumnya mengambil cuti selama dua minggu.

Dan seperti biasa, ia akan kembali merepotkan dua gege nya untuk menjaga sang putera.

"Waah, lihat, siapa yang datang!" Xiao Xingchen nenghampiri pasangan baru itu, ia tersenyum menggoda keduanya.

"A Xian, bagaimana bulan madu kalian?" Ia menaik turunkan alisnya, Song Lan yang baru datang langsung mencubit hidungnga gemas.

"Berhenti menggodanya begitu." Ujarnya.

Wei Wuxian tertawa melihat gegenya yang merengut.

"Song Lan gege harus banyak-banyak menjinakannya." Ejeknya kemudian. Xiao Xingchen melotot tak terima, ia hendak meraih adiknya itu namun Wei Wuxian segera bersembunyi dibelakan Lan wangji.

"Bagus, kau memiliki pelindung sekarang." Dengus Xiao Xingchen, Song Lan hanya menggeleng melihat kelakuan adik dan kekasihnya itu.

"Wangji, kau harus maklum pada mereka."

Lan Wangji hanya tersenyum kecil.

"Nah, A Yu, main sama shishu ya? Dada dan mama harus berangkat dulu." Song Lan meraih Xiao Yu dari gendongan Wei Wuxian.

"Dada cama mama mau cekolah?" Ia bertanya polos.

Xiao Xingchen menghampiri Xiao Yu dan mengacak rambutnya gemas, "mama dan dada mau buat adik untuk A Yu, senang?"

"Gege!!"

Xiao Xingchen dan Song Lan tertawa melihat reaksi Wei Wuxian.

Jarang sekali wajah adiknya itu sampai memerah begitu.

Wangji mengecup kepala Xiao Yu lalu menyeret Wei Wuxian pergi, mereka tak punya waktu untuk berdebat lebih panjang.

Xiao Xingchen melambai, "semangat membuat anaknya ya!"

Sableng memang.

.

.

Suara lonceng berdentang, seseorang melangkah masuk kedalam cafe.

"Selamat siang, pesanan anda tuan?" Sepertia biasa Xiao xingchen menyapa ramah.

Namun orang itu tak lantas menjawab, pria rupawan didepannya malah mengedarkan landangannya kesegala arah, mengamati setiap hal yang ada ditempat ini.

Sampai sini, Xiao xingchen merasa heran dan sedikit tak nyaman.

Seolah, orang dihadapannya ini tengah mengincar sesuatu.

"Tuan?" Ia kembali bertanya.

Pemuda itu mendelik kearah Xiao Xingchen, lalu tersenyum.

bibirnya yang tersenyum namun tidak dengan matanya.

Sesaat Xiao Xingchen merasa merinding melihatnya.

"Espresso satu." Ujarnya.

"Baiklah, semuanya 5 dollar tuan."

Lagi-lagi Xiao Xingchen merasa terkejut melihat kartu ekslusif berwarna hitam keluar dari dompet orang yang ia yakin lebih muda darinya.

Kenapa anak-anak zaman sekarang bisa memegang kartu seperti itu semudah ini?

Pemuda itu lalu berjalan ke arah salah satu meja disamping jendela dan mendudukan dirinya disana.

Tempat ini sederhana namun nyaman.

Persis seperti pemiliknya.

"Shishu?"

Jin Jixuan, pemuda itu tersentak saat sebuah suara memanggilnya.

Ia menundukan kepalanya dan menemukan Xiao Yu yang menatap kearahnya dengan mata bulatnya yang lucu.

Jin Jixuan membeku.

Itu adalah puteranya.

Anak yang sebelumnya tidak pernah ia ketahui keberadaannya.

Dipertemuan mereka ia merasakan kerinduan yang aneh pada anak ini, dan sekarang, setelah ia tau faktanya, ia mengerti bahwa itu adalah bentuk ikatan yang terjalin antara dirinya dan sang putra.

Bahwa, Xiao Yu adalah darah dagingnya.

"Shishu kenapa bica dicini?" Anak itu bertanya dengan nada polos.

Mata Jin Jixuan berkaca-kaca, puteranya tumbuh dengan sangat baik meski hanya dirawat oleh Wei Wuxian.

Jin Jixuan merasa tak bisa menahan kerinduannya lebih lama lagi, ia lalu merengkuh Xiao Yu kedalam pelukannya. "A Yu." Bisiknya.

Anak itu sedikit meronta, merasa tak nyaman dengan pelukan yang tiba-tiba ia terima.

"Shishu kenapa peluk A Yu elat elat begitu? Shishu lindu ya cama A Yu?" Xiao Yu cengengesan hingga gigi susunya yang putih dan sehat terlihat.

Pada detik ini, Jin Jixuan merasa mendapatkan kembali hidupnya yang sempat terkubur dalam.

Cengiran itu mengingatkannya pada sang kekasih.

"Iya, shishu rindu sama A Yu makanya menyusulmu kesini." Jin Jixuan mengusap kepala puteranya, ia menciumi wajah Xiao Yu hingga anak itu terkikik geli.

"Hihi, jadi malu."

Jin Jixuan tertawa, tingkah puteranya tak jauh beda dengan kekasihnya.

Ini adalah puteranya dengan Wei Wuxian.

Hanya mengingat fakta itu saja sudah membuatnya merasa berada diawang-awang.

"A Yu, apa yang kau lakukan disana?" Xiao Xingchen menginterupsi dengan nampan berisi secangkir espresso dikedua tangannya.

Ia tau keponakannya itu bisa dekat dengan siapa saja, bahkan dia memanggil Wangji ayah saat pertemuan pertama mereka; setidaknya itu yang ia dengar dari A Qing, adiknya

Dan sekarang, keakraban tak wajar lain terjalin antara Xiao Yu dan pria didepannya.

Rasa-rasanya Xiao Xingchen mencium sesuatu yang rumit.

"Chen shishu" A Yu melambai heboh pada Xiao Xingchen.

Pamannya itu menggeleng pelan lalu meletakan cangkir pesanan pria itu didepannya.

"Silahkan tuan."

Xiao Xingchen beralih menatap Xiao Yu, ia mengulurkan tangan hendak meraih Xiao Yu, namun Jin Jixuan menahannya.

"Tak apa, aku suka anak kecil. Lagi pula A Yu anak yang sangat manis." Pria itu menoel pipi temben Xiao Yu.

"Tuan, aku benar-benar minta maaf. A Yu memang terkadang seperti ini." Ia merasa tak enak pada pengunjung cafenya ini.

"Tak apa." Sekali lagi Jin Jixuan berujar.

Lagipula, ia ingin berlama-lama bersama puteranya ini.

"Apa ini cafe milikmu?" Tanya Jin Jixuan basa basi.

"Ah tidak, ini milik adikku. Aku hanya membantunya mengelola karena dia sedang sibuk melanjutkan studinya."

Pria Jin itu mengangguk.

"Kalau begitu, silahkan nikmati espresso anda." Xiao Xingchen membungkuk dan kembali ke counter.

Jin Jixuan kembali menatap Xiao Yu yang tengah memainkan kancing mantelnya, lantas ia kembali mencium puteranya dalam.

Menyalurkan kerinduan yang terlampau dalam.

"Berapa usia A Yu sekarang?"

"Mama bilang umul A Yu cudah catu tahun lebih." Bocah itu mengacungkan satu jarinya.

"Lebihnya berapa tuh?" Ia menggoda puteranya.

"Pokoknya lebih! Mama nda bilang lebih belapa." Ia mempoutkan bibirnya.

Jin Jixuan tak tahan untuk tertawa, rasa-rasanya ia ingin memasukan bocah ini kedalam saku mantelnya dan membawanga kabur, sekalian sama mamanya, ia membatin.

"Sepertinya ulang tahun A Yu sudah terlewat ya." Ayah dua anak itu memainkan rambut Xiao Yu yang lebat dan halus, "shishu tau ulang tahun A yu?"

"Tentu saja, shishu tau apapun tentang A yu."

"Waah shishu sepelti dada saja." Bocah iti terkikik.

Mendemgar itu suasana hati Jin Jixuan mendadak muram. Ia benci puteranya memanggil orang lain ayah.

"Sepertinya A yu sangat dekat dengan dada." Ujarnya penuh rasa iri, sejauh ini Jin Jixuan sedang menahan keinginannya untuk membawa lari puteranya ini.

"Mn. Dada sayang sama A yu, A Yu juga sayang dada. Kemalin A Yu balu dibeliiin mainan besaaal sama dada, hihi." Anak itu merentangkan tangannya, mendeskripsikan betapa ia sangat menyukai pada apa yang diberikan Wangji padanya.

Pria Jin mengepalkan tangannya erat, "kalau begitu, shishu bisa membelikan A Yu mainan lain yang lebih bagus dan mahal."

"Mn? Kenapa shishu mau beliin A Yu mainan? Shishu kan bukan dada?"

Jleb.

Perkataan anak kecil memang kadang bisa menyakitkan seperti ini.

Jin Jixuan tertohok dengan kalimat itu.

Andai puteranya tau bahwa dia adalah ayah yang berperan besar dalam kehadirannya, bukan Lan wangji sialan yang telah merebut semua miliknya itu!!

"Shishu juga bisa menanjadi dada untuk A Yu."

Rasa iri sudah mengambil alih kewarasannya sepertinya. Ia tak peduli pada Xiao Yu yang kebingungan.

"Apa shihsu akan menikahi mama juga?" Tanyanya polos.

Jin Jixuan tersenyum lebar, "apa A Yu ingin shishu menikah dengan mama?"

Bocah itu menggeleng kencang, "no, mama kan cudah menikah sama dada. Shishu nikah sama olang lain saja."

Hati Jin Jixuan mencelos.

Ia tidak direstui oleh anak sendiri? Apa ini karma?

Terkadang anak yang terlalu cerdas juga bisa merepotkan begini, ia membatin.

Drrtt

Ponselnya bergetar, ia meraba saku mantelnya dan mengeluarkan ponsel mahal miliknya.

Jiang Yanli.

Jin Jixuan merasa ragu untuk mengangkatnya, ia menggigit bibirnya sambil menatap Xiao Yu yang kembali memainkan kancing mantelnya.

Apa ia harus mempertemukan puteranya yang lain dengan isrtrinya?

Ia menimang ponselnya bimbang.

"Shishu hp nya bunyi bunyi."

Jin Jixuan menunduk menatap Xiao Yu, ia lalu menyentuh pipi gempal itu, "apa A Yu mau bertemu adik?"

.

.