Chereads / Aroma Surga / Chapter 5 - Terlalu Pahit

Chapter 5 - Terlalu Pahit

Kenyataan terlalu pahit, karena yang palsu akan membuatmu tersiksa.

---

Kedai kopi, kini menjadi tempat kerja baru Lara.

"Mulai hari ini aku akan tetap semangat!" seru Lara dalam hati kecilnya.

Seorang pengunjung pertama datang, lalu memencet bel untuk memesan.

"Selamat pagi."

Lara melongo, ia tidak percaya kalau di hadapannya adalah Haslan.

"Haslan?"

Haslan pun menatap Lara, ia tidak percaya kalau dia bertemu dengan perempuan yang selalu mengenggam hatinya.

"Oh, kamu sekarang kerja di sini."

"Ya," singkat Lara dengan jutek.

"Apa kita bisa berbicara sebentar?"

"Enggak! aku nggak ada waktu!" ketus Lara.

"Bukankah, kedai masih sepi?"

Lara pun diam sejenak, lalu dia tersenyum kecut,"Kamu mau pesen atau enggak?" Lara berkaca pinggang.

"Baiklah, aku pesen hot coffee machiatto double shoot espresso tanpa gula."

"Okay, tunggu."

Haslan pun terdiam melihat sikap dingin Lara, ia merasa merindukan, ketika waktu bersama.

Flash Back on.

"Haslan!!!" teriak Lara hingga melambaikan tangan sambil berlari keluar dari gerbang SMU PUTRA-PUTRI BANGSA.

Haslan pun tersenyum sambil duduk di motor vespanya.

Lara pun berlari menghampiri Haslan.

"Sorry, Haslan. Tadi aku lagi dipanggil sama wali kelas."

Haslan pun tersenyum, seperti biasa ia mengacak-acak poniku.

"Ih, nyebelin. Poni udah dirapiin malah diacak-acakin," dengus kesal Lara.

Haslan pun menahan tawa.

"Nggak usah nahan tawa, aku tahu kamu selalu tertawa di atas penderitaanku," omel Lara.

"Eh, kita ngeboba dulu gimana?"

"Nggak mau Haslan, boba bikin perut buncit!" tolak Lara.

"Ya, ampun. Meskipun, kamu buncit, bagiku kamu tetap terunyu."

"Halah bohong, ntar ada perempuan cantik aja kamu bakalan noleh."

"Mana ada sayang, aku cintanya mentok sama kamu."

"Halah ngegombalmu nggak kreatif."

"Terus ngegombal kreatif itu gimana?"

"Pikir aja sendiri!"

"Ya ampun jangan manyun gitu,"protes Haslan.

"Budu amat!"

"Sayang, kamu jangan begitu. Ntar cantiknya ilang loch."

"Budu amat!"

"Jangan gitu, masa kamu ngambekan. Ntar kamu keriput loch."

"Budu amat!"

Lara melipat kedua tangannya.

"Baiklah, terserah kamu mau ke mana, ntar aku tinggal gas, lalu cuss."

"Heeem," Lara mengangkat sebelah alisnya.

Lara pun langsung naik di belakang. Mereka berbonceng.

Haslan mulai menyalakan mesin vespa bututnya.

"Awass aja kalau vespa kamu mogok!" ancam Lara.

"Siap tuan putri terunyuku."

"Ih, jijik banget gombalnya."

Flash back off

"Ini kopinya!" ketus Lara dengan nada jutek.

"Astaga, Lar. Kamu ngagetin aja," Haslan mengelus dadanya.

Lara pun tidak peduli, setelah mengantar ia kembali ke meja barista dengan perasaan dongkol.

"Kenapa dia muncul!" gerutu Lara sambil berjalan, ia pun membenci Haslan atas semua sikapnya di masa lalu.

Haslan pun mengejar langkah Lara, lalu ia menarik tangan kanannya. Namun, ditepiskan seketika oleh Lara.

"Jangan sentuh aku!" sentak Lara dengan nada mendesis.

"Lara aku mohon beri aku kesempatan," ucap Haslan sambil berjongkok di hadapannya dengan nada memelas.

"Kesempatan?" ulang Lara dalam nada berat. "Hah? kesempatan untukmu?"

Haslan mengangguk jelas,"Aku mohon kita ulang dari awal."

Lara membuang muka dengan kedua tangan dilipatnya seolah, ia tidak sudi menatap lelaki yang ada di hadapannya.

"Kau pikir menyembuhkan luka yang terlanjur basah itu mudah?"

Haslan pun diam.

"Enggak! karena, kau bagiku sudah buku usang yang wajib aku buang jauh-jauh! kamu lelaki buaya buntung! Kesempatan sudah tidak pernah dalam kamus kehidupanku!" Lara masih membuang muka, ia merasa jijik dalam hatinya harus mengulang hubungan dengan Haslan.

Haslan pun diam.

"Lara, aku sungguh mencintaimu."

"Cinta? bagiku cintamu itu sampah! aku sudah mati rasa dengan kamu! kamu pikir kembali ke titik nol mudah?!" Lara mengambil napas sejenak sebelum melanjutkan kata-katanya.

Suasana kedai kopi masih terbilang sepi pengunjung. Hanya ada dia dan Haslan.

"Kamu denger baik-baik dengan telingamu! kau camkan dalam pikiran dan hatimu. Lelaki yang pernah ku banggakan dulu sudah lama mati sejak merobek hatiku dengan sayatan penghianatan! Dan, lelaki itu ada di hadapanku sekarang!"

Lara pun menahan air matanya, ia merasakan nyeri. Hatinya terasa ngilu. Ingatan berputar dalam masa lalu. Hubungan kandas menabrak karang yang kuat. Sungguh, ia tenggelam bersama kenangan manis berujung pahitnya sakit hati yang meradang hingga sekarang.

Langkah kedua kaki Lara terasa sangat berat, ia berusaha untuk tetap kuat dan tidak oleng.

"Kamu adalah bagian dari luka masa laluku! Aku nggak akan peduli atas rengekan atau permintaan itu yang akan kau ulangi lebih parah."

Lara pun kembali ke meja baristanya, ia berusaha menyibukan diri dengan pekerjaannya.

Haslan masih berjongkok, namun ia merasa harus memperjuangkan atas cintanya karena kebodohannya.

"SUNGGUH KAMU TOLOL HASLAN! KENAPA KAU MENODAI CINTA TULUS PEREMPUAN SEBAIK DIA!"

Haslan berusaha berdiri, ia tahu kalau untuk saat ini hati Lara masih diselubungi perasaan emosi. Ia akan kembali esok atau lusa.

"Lara aku akan tetap kembali dan memintamu tuk menerimaku!" teriak Haslan.

Lara hanya diam tanpa suara, ia nggak peduli dengan sosok Haslan yang pernah melukai dirinya.

"Asal kamu tahu, bagiku rasa cintaku sudah lama padam sejak kau tebarkan benih-benih perselingkuhan. Kisah kita sudah punah! nggak akan pernah ada kesempatan yang kedua ketiga atau seterusnya!" geram Lara dengan mengepalkan kedua tangannya.

Haslan pun memutar langkahnya, lalu pergi dari kedai kopi tempat Lara bekerja. Ia berjanji akan kembali merebut hati perempuan di balik meja barista. Ia akan berjuang demi memperbaiki hubungan yang sudah lama kandas.

Setelah Haslan melewati pintu keluar kedai kopi, air mata Lara yang sadari dari tadi ditahannya. Kini terjatuh, ia menyeka air matanya dengan punggung telapak tangannya.

"Lara kamu harus kuat, kamu nggak boleh lemah. Dia terlalu jahat untukmu! lupakan dia!" gumam Lara dalam hatinya.

Sudah pukul 12.00 siang. Kedai kopi masih sepi. Ia hanya duduk sambil menunggu pengunjung yang datang.

"Bosen juga, ini kedai kopi apa kuburan? masa yang datang satu pengunjung," keluh Lara sambil menatap pintu keluar masuk cafe sambil menghela kasar.

---

Di mobil Haslan tidak menyangka, kalau Lara benar-benar membencinya. Ia pun memukul setir mobilnya, karena kesal setengah mati.

"Lara, kau akan menjadi milikku! nggak ada yang boleh merebut atau memilikimu!"

Haslan pun menambah kecepatan pada kemudinya, ia selalu melampiaskan amarahnya dengan kebut-kebutan. Ia mengklakson mobil yang menghalangi jalannya. Ia tidak peduli jalanan milik umum.

"Hahahaha. Lara kamu itu hanya milik Haslan! kamu akan kembali!" senyuman licik terlukis di raut wajahnya, ia akan melakukan segala cara demi kembali dengan Lara.

Mobilnya menyapu seluruh ruas jalanan menuju ke kantor miliknya, lalu mobil berhenti di area depan kantor, selanjutnya satpam memakirkan mobil sedan hitam mewah miliknya.

Langkah kedua kakinya memasuki kantor dengan begitu angkuh. Semua karyawan hanya mampu menunduk, karena sikap arogant Haslan.

Sinta sedang berkaca, ia melihat penampilannya sudah sempurna atau belum. Bahkan, ia juga sudah menyelesaikan berkas-berkas sebagai bahan meeting dengan klien nanti siang dengan Mr. David dari Sydney, Australia.

"Sinta, kamu ke ruang saya!" perintah Haslan dengan nada datar.

Sinta menghela napas sejenak,"Mampus dech, bakalan kena amukan macan!" desis Sinta, lalu mengikuti langkah bosnya masuk ke dalam ruang kerja.

Deheman Haslan mengawali sebuah kalimat yang akan diucapkan.

"Berkas ini semua sudah kamu cek," Haslan langsung mengambil satu persatu map, lalu ia menemukan satu berkas yang janggal, dan melempar ke arah muka Sinta.

Sinta menelan salivanya sendiri, ia ternyata kelolosan mengecek satu berkas pada map.

"Kamu itu kerja sama saya sudah hampir lima tahun Sinta! tapi, kena kamu tetap saja teledor!"

"Maaf, Pak. Sa,-"

"Kamu bilang maaf? ini sudah jam berapa? Mr. David akan segera datang!" potong Haslan.

"Haduh mampus alamat insentif bulanan bakalan melayang bulan ini! kacau balau!!!" batin Sinta sambil menelan salivanya sendiri, ia merasa sudah pasrah.

Ponsel milik Haslan berdering, lalu ia memberi isyarat dengan jarinya, agar Sinta keluar dari ruang kerjanya.

Sinta pun keluar dengan membawa map yang baru saja dilemparnya. Ia sudah merasa pasrah, kalau bosnya bakalan menghapus insentif bulan ini, karena kecerobohannya.

---