Chereads / Arcadian Crusader : Great Flower Plain / Chapter 8 - Abyss Of The Evil Deeds

Chapter 8 - Abyss Of The Evil Deeds

Hari itu, seratus tahun yang lalu, aku sedang berburu ahli sihir jahat untuk menguji hasil penelitianku. Di sebuah gedung, tempat orang-orang berkumpul, aku pertama kalinya bertemu dengan wanita tersebut. Tanpa ragu aku langsung naik memanjat gedung itu demi mengikutinya secara diam-diam dan melihat pekerjaan busuknya. Banyak orang mengatakan bahwa wanita itu adalah pelacur harta karun. Seorang wanita yang tergila-gila akan kekayaan berlebih.

Saat ada jendela gedung terbuka, aku langsung memasukinya dan membaur seperti orang disana pada umumnya. Aku, Jeanne Abigail dengan gaun mewah siap untuk berpesta.

Aku tidak mengetahui apapun tentang pesta tersebut. Orang-orang disini berbicara dengan bahasa yang sulit aku pahami. Sebuah bahasa yang hanya bisa dimengerti oleh mereka, orang kantoran. Namun, aku tidak kehabisan akal. Agar terlihat seperti orang biasa pada umumnya, aku mengambil makanan yang berada di meja hidangan dan memakannya seperti orang yang berada di sampingku.

Mataku mencari-cari keberadaan wanita tersebut. Kebanyakan orang-orang disini sekilas terlihat sama dengan targetku. Aku bergerak menghampiri kerumunan kemudian singgah di tempat air minum yang berada di depanku secara kebetulan. Dengan begitu, alibiku masih bertahan.

Tepat, saat aku ingin mengambil air di dalam gelas plastik itu, seseorang menepuk pundakku sehingga aku terkejut dan mengeluarkan suara aneh. Orang-orang kemudian sekilas menatapku. Tak lama kemudian, mereka kembali ke urusan mereka masing-masing.

"Ada apa, Nona Muda ? Apakah kau tersesat ?" ujar seorang wanita yang menepuk pundakku. Sebuah keberuntungan, orang yang menepuk pundakku itu merupakan targetku. Dia tanpa menyadari telah berjalan pada kematiannya sendiri pada hari itu. Sebuah melodi kematian terputar di benakku saking senangnya melihat korbanku lebih memilih untuk mendatangiku sendiri.

"Ah ! Sebenarnya aku kehilangan rekanku saat datang kesini... Jadi aku memutuskan untuk menjadi anak baik dan menunggunya sambil makan."

"Pasti menyedihkan, biar aku membantumu mencari rekanmu, oke ?"

"Mmm..." aku mengganggukkan kepala.

Kemudian wanita itu menyeret tanganku. Dia membawaku sambil tersenyum hangat di mukanya. Hatiku terketuk melihat wajahnya yang baik. Namun aku tahu dan sering melihatnya. Semua korbanku memiliki wajah seperti itu. Sebuah wajah kebohongan yang manis menutupi kebenaran yang begitu pahit.

Wanita itu berbasa-basi denganku sambil membawaku ke tempat sunyi atau yang bisa aku bilang, tempat tergelap di bagian gedung ini. "Dimana kita, Nona ?" ujarku sambil berpura-pura ketakutan.

"Jalan ini akan langsung menuju rekanmu, tenang saja Nona Muda, serahkan semuanya kepadaku."

Tempat gelap ini merupakan lorong yang menghubungkan gedung dengan gudang persediaan. Wanita ini sepertinya sudah menyiapkan segalanya sebelum menemuiku sehingga lorong ini kosong bagaikan telah ditinggalkan.

Keadaan berubah seolah-olah aku yang menjadi korban. Namun menurut sepengetahuanku, wanita ini hanyalah penggila uang. Untuk apa dia berusaha menculikku. Langsung saja aku melepaskan genggaman tanganya dan bertingkah seperti ketakutan.

"Hentikan !" teriakku sambil gemetar.

"Sepertinya kau sudah tahu... Tenang saja, tidak akan ada yang mendengar kita di ruangan ini. Meskipun kita belum sampai di ujung ruangan ini."

"Apa yang mau kau lakukan, Nona ?" ujarku berpura-pura ketakutan.

Senyuman pada wajah wanita itu kemudian pecah. Dia terlihat seperti seseorang yang akan meluapkan kemarahannya. Namun, aku telah bersiap untuk menahan amarahnya.

"Jangan berpura-pura menjadi korban ! Aku sudah tahu kau menginginkan diriku..." ujar wanita itu dengan nada kesal. Dia sepertinya tahu bahwa aku akan mengambil nyawanya, "...Namun asal kau tahu... Kau tidak akan bisa memenjarakanku !" Dia ternyata tidak tahu.

"Apa yang kau bicarakan... Nona ?"

"Kau pikir aku tidak menyadarinya ! Kau telah membuntutiku sejak tadi."

Akupun membuang nafas dan menghentikan drama yang aku mainkan ini. Meskipun dia tidak mengetahui semuanya namun aku pantas mengungkapkan jati diriku yang sebenarnya sebelum menghilangkan nyawanya.

"*Huft*... Aku puji dirimu, Nona, sebagai ahli sihir yang hebat. Namun kau harus menyimpulkan yang lebih tepat dari itu."

"Apa maksudmu ?"

"Mulai saat ini... Anggap aku sebagai tuanmu... Wahai pelayanku." aku mengulurkan tanganku kepadanya dan menatapnya seolah-olah aku adalah orang yang lebih tinggi darinya. Perlahan-lahan aku keluarkan auraku yang sesungguhnya. Sebuah aura The High Priestess yang dikenal banyak orang sebagai malapetaka.

"Kenapa... Kenapa kau menginginkanku DASAR PENYIHIR SIALAN !" ujarnya sambil menjauhiku perlahan.

Dengan sihirku, kemudian aku lumpuhkan kakinya sehingga dia hilang keseimbangan. Wanita itu akhirnya terjatuh dan sambil mengesot menjauhiku. Ketakutan, dia mengeluarkan sihir-sihir api secara sembarangan terhadapku.

"Jangan mendekat jangan mendekat jangan mendekat jangan mendekat jangan mendekat..."

Semua usahanya sia-sia. Sihir-sihir yang ia lontarkan, sekejap hilang di depan matanya sebelum mengenai sesuatu yang berada di ruangan ini.

"Tidak apa-apa wahai jiwa yang gelap..." ujarku sambil memegang kepalanya, "Kau akan merasakan sebuah ketenangan begitu kau ikut denganku."

"Ketenangan...?"

"Ya... Ketenangan yang kau damba-dambakan dalam hidupmu, wahai pelayanku."

Mata wanita itu kemudian tertutup. Kesadarannya langsung hilang berkat sihir hipnotisku. Kini dia bisa menjadi wanita yang tenang dan penurut hingga kami sampai di markas rahasiaku. Jalan keluar dari gedung ini cukup sulit karena banyaknya orang di sekitar sini. Namun berkat wanita ini, pekerjaanku menjadi sedikit lebih mudah.

+---+---+---+---+

Malam, tepat setelah aku menculik wanita itu, aku menerobos ke dalam ingatannya untuk memastikan apakah dia benar-benar wanita yang jahat atau tidak. Aku menidurkannya di kasur dan memegang dahinya untuk mengakses ingatannya.

Pikiranku kosong. Aku seperti terjun ke dalam jurang yang begitu dalam. Perlahan-lahan aku melihat cahaya. Dan seketika penglihatanku kembali seperti biasa.

Sekarang aku berada di sebuah rumah tua yang berada di pinggiran desa. Rumah ini merupakan kediaman wanita korbanku terdahulu. Aku melihatnya sedang makan bersama dengan keluarganya yang berjumlah tiga orang, wanita itu, pasangannya, dan anak pertama. Dia, korbanku, sedang mengandung anak di dalam perutnya.

Segera setelah aku mengetahui kondisi awalnya, aku mempercepat ingatannya dan mencari ingatannya yang lain sebelum tindak jahatnya.

Kali ini hanya berdua dan perut wanita itu sudah membesar. Dia melihat anaknya sedang bermain di hadapannya sambil tersenyum dan mengusap-usap perutnya. Aku tidak melihat pasangnya, mungkin dia sedang bekerja atau semacamnya karena ini masih siang.

Selanjutnya aku berpindah lagi ke bagian malam. Dia sedang menidurkan anaknya dengan membacakan sebuah buku cerita. Mereka masih terlihat bahagia saat ini namun aku masih tidak melihat pasangannya.

Selanjutnya lagi, aku berpindah menuju ingatan lainnya. Kini perutnya semakin besar dan sepertinya sudah di tahap terakhir namun aku masih tidak melihat pasangannya. Dia disana sendirian di kamarnya mengantuk sambil mengusap-usap perutnya. Anaknya sedang membersihkan mainannya di ruang tengah.

Selanjutnya aku berpindah lagi dan melihat dia sedang menggendong dua anak kembar. Namun lagi, aku tidak melihat keberadaan pasangannya di sampingnya meskipun dia sedang melahirkan.

Kupercepat lagi ingatannya dan sampai di sebuah kondisi yang sangat berbeda. Kini wanita itu dan anaknya ditemani beberapa orang dari panti asuhan. Ia mengenakan pakaian seperti orang yang akan melakukan perjalanan jauh dengan tas besar berisi pakaian. Dia melambai-lambaikan tangannya kepada anak terdewasanya dan dua anak kembarnya sambil menangis. Tak tahan kemudian anak terdewasanya langsung memeluk wanita itu, sedih.

Adegan itu membuat hatiku terketuk sedikit iri karena bisa memeluk orang terkasihnya untuk terakhir kali dengan sadar.

Berpindah lagi, di sebuah kapal wanita itu akhirnya bertemu pasangannya kembali. Setelah semua itu akhirnya aku dapat melihat kembali pasangannya. Namun semua tidak berjalan baik. Mereka terlihat saling membenci karena suatu hal tertentu yang tidak dapat aku dengar.

Lanjut lagi, kini aku melihat sebuah pemandangan yang tidak enak untuk dilihat. Kapal yang mereka naiki terbakar. Sebuah kapal lain menyerang dengan para ahli sihir api. Pasangan wanita itu kesakitan dan sekarat di pangkuan istrinya. Pasangan wanita itu membisikkan sesuatu namun aku tidak dapat mendengarnya. Sesaat setelah itu, wanita itu diseret oleh pasukan kapal musuh.

Aku semakin penasaran dengan apa yang akan terjadi dengannya setelah kehilangan suami tercintanya. Masa lalu wanita yang akan menjadi pelayanku ini semakin seru.

Kemudian, aku melihat sebuah desa terbakar. Desa ini merupakan desa yang sama ketika dia bersama anak-anaknya dan suaminya. Wanita itu berdiri diatas sebuah bukit yang berada di sekitar sana dengan pasukannya. Ternyata wanita ini berhasil selamat dan direkrut menjadi salah satu tangan kanan pasukan yang menghancurkan kapalnya sebelumnya. Namun ada yang berbeda dari pandangannya. Matanya seolah-olah menunjukan keputus asaan namun wajahnya tersenyum. Anak yang paling dewasa melihat kepada ibunya dengan perasaan benci di depan panti asuhan yang terbakar.

Lanjut lagi, aku melihat wanita itu kemudian menjadi bangsawan. Dia sedang menerima emas dari seorang pria dengan setelan bisnis. Wanita dan pria itu kemudian berjabat tangan dan tersenyum bersama.

Lanjut lagi, wanita itu kemudian terlihat tertawa bahagia melihat tumpukan koin emasnya yang menggunung-gunung. Lanjut lagi, dia sedang menagih pajak rakyatnya. Orang-orang langsung membayar kepadanya sambil membawa kantung koin yang besar. Wanita itu terlihat sangat senang hingga air liurnya menetes ketika dia berhasil mengkorupsikan koin-koin tersebut.

Aku tidak sanggup melihat nafsunya yang sangat gila tersebut. Terlebih lagi saat dia menerima uang-uang hasil pikiran jahatnya yang bahkan pemerintahpun tidak dapat menanganinya.

Kupercepat lagi ingatannya dan kini bertepatan di sebuah malam. Wanita itu berpakaian serba hitam dengan menutupi rambut dan wajahnya. Dia membawa sebuah pedang di pinggangnya dan kantung besar di punggungnya. Dia menemui seorang anak laki-laki berambut panjang dan memberikannya kantung besar yang berada di punggungnya.

Kini aku tahu alasan sebenarnya dia tergila-gila dengan uang. Anak yang berada di depannya tidak lain dan tidak bukan adalah anaknya sendiri. Anaknya yang telah Ia telantarkan di sebuah panti asuhan dan sekarang hidup tak tentu karena panti asuhan itu telah hancur terbakar oleh ulahnya sendiri.

Begitu ironis hidup wanita ini.

Dia terlalu lama melakukan hal tersebut hingga tersesat di jurang kejahatan. Orang bijak di dunia terdahulu pernah mengatakan "Siapapun yang bergelut dalam kejahatan harus melihat dirinya yang berjuang agar tidak menjadi salah satu dari mereka. Apabila kau melihat terlalu lama ke dalam kegelapan, kegelapan itu akan menatap kembali kepadamu".

Wanita ini terus bergelut demi anak-anaknya hingga lupa terhadap dirinya dan apa yang dia lakukan. Dia melakukan pekerjaan jahat itu hingga terlahap oleh pekerjaan itu sendiri. Bahkan jauh setelah dia pertama kali memberi anaknya sekantung uang, ada saat dimana dia berhenti dan mengumpulkan uang-uang tersebut hanya untuk dirinya.

Namun semua itu akan berakhir. Aku Jeanne Abigail akan menuntunmu kembali ke jalan yang benar. Sebuah jalan yang akan menuju akhir bahagia dunia ini.

Wanita itu membuka matanya untuk pertama kali setelah aku culik. Dia melihat sekelilingnya dengan aneh. Sebuah dunia yang dikelilingi oleh bintang dan cahaya putih tergambar di pandangannya. Di sebuah dunia itu dia melihat seorang anak kecil duduk sambil meminum secangkir teh hangat di tangannya.

"Kamu siapa ? Dimana aku ?" wanita itu bingung.

"Selamat datang wahai pelayanku..." anak itu menatap dengan senyuman sinis. "Akulah tuanmu yang baru."

bersambung