Waktu terus bergerak. Rasa berdebar-debar di dada semakin menjadi-jadi, ketika dirinya menyadari jika jarum jam sudah menunjukkan pukul 7 tepat. Keringatnya menetes sejak tadi. Namun, cewek dengan rambut yang di kucir satu itu tak peduli. Ia nikmati saja tetesan demi tetesan air keringat yang terjatuh dari pelipis sehingga membasahi area wajahnya.
"Mampus!" umpatnya kesal di campur dengan rasa gelisah, dan cemas.
Merupakan suatu hal yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, jika pagi ini ia bangun kesiangan. Pasti akibat mengerjakan tugas sekolah sampai kemalaman. Hingga, akhirnya dirinya pun terlambat datang ke sekolah. Dirinya sangat yakin, jika saat ini upacara bendera pasti tengah berlangsung. Semua murid dan guru-guru sudah setia di barisan mereka masing-masing.
Saat ini cewek dengan ikat rambut berbentuk bunga matahari itu tengah berlari tergesa-gesa menelusuri trotoar menuju gerbang sekolahnya yang masih lumayan jauh. Butuh tenaga ekstra untuk secepatnya sampai, namun apalah daya dirinya tak pandai dalam lari-melari, ditambah ia tak sempat untuk sarapan pagi di rumah. Lemah dan lamban. Suara lalu lalang para pengendara motor dan tak tertinggal klaksonan demi klaksonan mewarnai adegan lari-larian Kilau Cahaya dengan derap langkah lebarnya.
Suatu kenyataan yang benar-benar pahit, saat dirinya telah sampai di depan gerbang. Kilau menegukkan ludahnya tanpa di minta, saat melihat gerbang sekolah sudah tertutup rapat berserta gembok dan rantai yang bertengger di sana.
"PAK TOYIB!"
"HA! KENAPA? KAMU TELAT YA?" kata satpam sekolah dengan atribut satpam lengkap.
Kilau memasang wajah memelas. "Iya, pak. Tapi, ijinin saya masuk dong. Saya mau sekolah buat belajar, pak!" katanya.
Pak Toyib mendengus. "Terlambat datang ke sekolah menandakan jika kamu tidak sepenuhnya niat dan ingin untuk belajar. Kalo, iya. Harusnya kamu bangun pagi-pagi dong, dan nggak akan mungkin kesiangan kayak gini," kata pak Toyib dengan gaya berkacak pinggang.
Pak Toyib menambahkan, "Satu lagi! Yang namanya sekolah itu pasti buat belajar! Bukan buat pacaran!"
Deg.
Satpam sekolah yang sudah berumur kepala empat itu benar-benar menyebalkan, pikir Kilau. Ditambah lagi dengan kumis tebal di bawah hidung itu! Makin membuat kesan jengkel. Kenapa pula, harus pak Toyib yang jadi saptam sekolahnya! Kenapa nggak mamang Siwon! Pikir, Kilau. Cewek itu berandai-andai.
"Ayolah pak! Saya mohon..." lirih Kilau dengan kedua tangan yang memegang pagar besi, tak tinggal ekspresi memelasnya.
"MAU SELEMBAR APA DUA LEMBAR?"
Suara berat seseorang mengejutkan Kilau. Sebelum berbalik badan untuk melihat siapa yang berdiri di belakangnya itu, Kilau telah melihat sebuah tangan dengan kulit yang putih terulur ke arah pak Toyib dengan uang merah di pegangnya. Tangan orang itu masuk diantara celah-celah pagar besi.
"LINGGA!" kata Kilau kaget.
"Berisik!" sambar orang si pemilik suara berat itu, ternyata adalah Lingga Sambara.
Tanpa babibu, pak Toyib tersenyum dan langsung mengeluarkan kunci gerbang. Satpam materialistis ya gituh! Mengedepankan uang dibanding rasa malu! Dengan respon cepat, pak Toyib menerima uang dua lembar merah itu dari tangan Lingga.
Selagi pak Toyib sibuk membukakan gerbang, Kilau kembali dengan kebiasaannya menganggu Lingga. Cewek itu bahkan sampai melompat-lompat kegirangan di hadapan Lingga. Membuat Lingga menatapnya dengan tatapan sangat-sangat datar. "Udah gila!" batin Lingga.
"LINGGA! LINGGA!" teriak Kilau sambil melompat-lompat. "IH SENENG BANGET DEH BISA TELAT BARENG ELO!"
"TELAT AJA SENENG? ANEH!" umpat Lingga.
"PERASAAN YANG TADI GUGUP SEKETIKA MUSNAH! PASTI KITA BAKAL DI HUKUM BERDUA! AKHIRNYA, BISA ADA WAKTU SAMA LINGGA! BERDUA!" kata Kilau dengan senyum yang merekah di akhir kata. Tak tinggal matanya yang berbinar-binar.
"Syukur di hukum pun gue nggak akan sudi kena hukuman bareng elo! Najis!" timpal Lingga sambil berjalan melewati tubuh mungil Kilau saat gerbang telah terbuka lebar.
"HATI-HATI ADEN LINGGA!" kata pak Toyib.
Lingga berjalan tanpa rasa bersalah atas ucapannya yang sedikit kasar. Dengan langkah santai, cowok itu berjalan dengan satu tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana kiri, dan satu tangannya lagi menenteng tas sekolah di pundak kanan asal. Persis, seperti mendukung karung beras.
Perkataan itu membuat Kilau mengepoutkan bibirnya ke bawah. Namun, itu hanya sebentar.
"Heh! Kamu mau di sana aja sampai malem? Nggak mau masuk buat belajar, katanya?!"
Pak Toyib menyadarkan lamunan Kilau yang sejak tadi menatap lurus punggung Lingga yang perlahan menjauh.
"EH IYA PAK!"
Pak Toyib menghela napas. Ketika, murid cewek itu sudah berlari masuk ke halaman sekolah. Orangtua itu kembali menutup gerbang sekolah. Kembali menguncinya dengan gemboknya sekalian. Tujuannya, agar kejadian minggat masal tak pernah terulang lagi.
Ya, setahun yang lalu. Pernah ada sebagian murid yang berhasil minggat saat para guru tengah rapat melewati gerbang sekolah yang dibiarkan terbuka. Karena alasan itu, pak Toyib selalu mengunci gerbang sejak bel masuk hingga bel pulang sekolah. Gerbang itu tak pernah lagi dibiarkan terbuka dan selalu akan di kunci dan digembok sampai pulang sekolah baru di buka kembali.
Kilau langsung berlari mengejar Lingga yang sudah berjalan memasuki gedung utama sekolah. Tepatnya, Informasi Center atau di singkat IC. Tak ada siapapun berjaga di sana. Aman.
"LINGGAAAA TUNGGUINNN!!!"
Lingga berdecak. Cowok itu terpaksa menghentikan langkahnya. Lalu, dengan cepat menutup mulut cewek knalpot itu dengan tangan kirinya. Kilau kaget atas tindakan Lingga yang tiba-tiba.
Lingga berkata dengan mata melotot. "JANGAN TERIAK-TERIAK! KALO ELO TERIAK KAYAK KERA BEGITU, KITA BAKAL KETAHUAN SAMA GURU KALO TELAT! NGERTI?!"
Kilau mengangguk paham.
Setelah berkata demikian, Lingga segera menjauhkan tangannya dari bibir cewek itu.
"Ck!"
Lingga melap-lapkan telapak tangannya ke celana. Kilau yang melihat ekspresi Lingga menangkap kesan jijik di raut wajah cowok itu.
"AWAS LO KALO NYARI GARA-GARA!"
Lingga kembali berjalan. Kilau pun mengekori Lingga.
"Lingga kok bisa sih telat, kenapa?" kata Kilau berusaha menyamai derap langkah Lingga.
Lingga tak peduli. Tak ada niatan untuk menjawab sama sekali. Bahkan, menganggap akan adanya cewek itu pun tidak! Lingga, pura-pura tidak mengetahui kehadiran Kilau.
"Jawab dong Lingga?"
"..."
"Lingga nggak sakit gendang telinga kan?"
"..."
"Lingga udah sarapan belom? Gue belum? Mau ke kantin dulu nggak?"
Lingga melirik sebentar.
"Lingga masih punya telinga kan?"
"..."
"Masih punya mulut juga kan?"
"..."
"Lingga?!!!"
Kilau mulai sebal. Tapi, ia tak akan menyerah sampai cowok itu mau bersuara.
"Lingga punya otak kan?"
Lingga mendengus sebal.
"Lingga kok kakinya gerak? Mau kemana?"
"Aneh!" batin Lingga.
"Lingga!! Kilau suka sama Lingga. Lingga suka nggak sama Kilau?"
"ENGGAK!" sambar Lingga dengan sekali menoleh. Lalu, kembali fokus berjalan menghadap lurus ke depan.
"Tapi, nanti pasti Lingga bakalan suka sama Kilau!"
"MUSTAHIL!"
"Nggak ada kata mustahil kok dalam kamus gue. Pasti kita bakal berjodoh! Liat aja!"
"MIMPI LO KETINGGIAN!"
"Mimpi itu emang harus tinggi Lingga! Jangan nanggung-nanggung kata orang. Semua orang berhak bermimpi setinggi langit, camkan itu!"
"Jangan terlalu mimpi tinggi-tinggi, entar jatoh sakit!" timpal Lingga ketus.
"Nggak akan!" sambar Kilau. "Jatohnya kan di antara bintang-bintang!"
Lingga memilih untuk tidak menanggapi lagi. Mendadak, kakinya berhenti ketika melihat sosok pak Jaksana yang tengah patroli. Kilau turut kaget dan mendadak menghentikan langkahnya juga.
"Sial!" umpat Lingga yang dapat di dengar Kilau.
"Kenap- eh!"
Kilau tak sempat melanjutkan ucapannya karena kaget, saat Lingga tiba-tiba menarik pergelangan tangannya dan membawanya lari bersama entah mau ke mana.
Kilau bertanya sambil berusaha berlari menyamai langkah kaki Lingga. "LINGGA KITA MAU KEMANA? KE PELAMINAN YA?" candanya.
"PELAMINAN PALAK LO!"
"Terus lo mau bawa gue ke mana?"
"KABUR!"
"Kabur ke mana Lingga?!! Kilau nggak mau kawin lari dulu sama Lingga!!! Kilau belum dapet ijazah sma!!"
"SIAPA YANG MAU NGAJAK LO KAWIN LARI!" kesal Lingga.
"Terus???"
"..."
Lingga masih setia berlari sambil memegang pergelangan tangan Kilau.
"Terus mau ke mana kita?"
"DIEM ATAU GUE TAMPOL!"
Kilau kaget. Cewek itu mengepoutkan bibirnya ke bawah. Akhirnya, cewek itu memilih untuk diam saja. Menuruti kemana arah langkah kakinya dibawa.
BRAKKK!!
Suara pintu tertutup.
"Lingga mau ngapain ajak Kilau ke gudang sekolah?!"
"Nggak ada jalan lain, selain ngumpet di sini dulu. Pak jaksana tahu kalo kita telat!" jawab Lingga.
Kilau hanya mampu melihat wajah tampan itu remang-remang. Karena, dalam ruangan itu gelap. Hanya sedikit pencahayaan yang masuk melalui ventilasi.
"Ih! Tapi, nggak di sini juga dong! Kan gelap, gue kan nggak suka gelap!"
"Serah! Kalo lo mau di hukum ngecat lapangan sama pak Jaksana silakan keluar dan tinggalin gue di sini sendirian! Lagian, lo pergi tenang gue."
Kilau berdecak kesal.
"IYAIYA DEH!"
Kilau akhirnya menurut. Cewek itu memilih untuk berdiri di samping Lingga.
"Tapi, jangan jauh-jauh ya? Gue takut!" kata Kilau dengan memepetkan dirinya. Sekali mengedarkan pemandangannya ke sekeliling.
Lingga segera menjauhkan diri dan mendorong Kilau agar menjauh darinya.
"Jangan deket-deket gue!"
Kilau mendengus sebal.
"Ih! Lo nggak peka banget deh! Gue tuh takut gelap!" timpal Kilau sekali menghentakkan kakinya.
"Sssttt! Diem!" pelotot Lingga dengan satu jari yang menempel di mulut. Tanda menyuruh Kilau untuk tidak bersuara. "Jangan banyak bacot! Entar ketahuan guru kalo kita ngumpet di sini!"
Kilau mengepoutkan bibirnya ke bawah.
"Lagian, nggak peduli mau lo takut gelap kek atau enggak. Bodo amat!" kata Lingga lagi.
"Jahat banget sih!" kata Kilau agak sebal.
Lingga menunjukkan ekspresi seolah bilang, "Mau apa lo? Serah gue lah!"
"Gue jahat sama lo doang!" kata Lingga lagi, membuat Kilau menghentakkan kakinya sekali.
"Jangan gitu dong, Lingga!" kesal Kilau.
"Peduli enggak!" sambar Lingga masa bodoh. Benar-benar bodo amat.
"Nanti kalo gue benci sama lo gimana?!"
"Alhamdullilah!"
"Ih! Kok ngucap gitu sih?!"
"Harus! Karena, ucapan itu menunjukkan rasa syukur dan nikmat luarbiasa yang sangat patut untuk di syukuri!" jawab Lingga dengan penuh penekan pada kalimat "sangat patut untuk di syukuri!"
Kilau berkacak pinggang dan menghadapkan diri berdiri tepat di hadapan Lingga yang bersandar di balik pintu gudang dengan kedua tangannya bersilang dada.
Lingga menatap cewek sinting di hadapannya datar.
"Jangan jahat dong sama gue, Lingga! Gue kan suka sama lo! Masa tega sih!"
Lingga berdecih.
"Lo pantes buat dijahatin!" timpal Lingga.
Deg.
"Oh gitu ya?"
"Iya!" sambar Lingga.
Kilau mendenguskan napasnya. Cewek itu kesal. Kini, matanya melihat ke bawah. Melihat ujung sepatu converse allstar yang ia tahu itu harganya mahal karena Ori. Bukan Kw. Terlintas ide ingin membuat cowok itu kapok! Akhirnya, dengan kuat Kilau menginjak ujung sepatu Lingga. Membuat Lingga otomatis berteriak kencang karena rasa sakit dan nyut-nyut yang menjalar ke seluruh tubuh rasanya oleh injakkan itu.
"ADOWWWWW!!!!!"
"RASAIN TUH!"
Lingga menundukkan badannya sembari memegang kakinya yang barusaja diinjak. Ini sudah kali kedua kakinya di injak oleh cewek itu. Sialan!
"Lo emang sialan!"
TOK..
TOK..
TOK..
"BUKA PINTU NYA! SIAPA DI DALAM?!"
Suara pak Jaksana menggelegar di kedua telinga. Reflek mata membulat sempurna. Bahkan, suara pak Jaksana mampu membuat Kilau mengangakan mulutnya lebar. Hukuman double pasti akan berlaku, pikir Lingga.
"Gara-gara lo kita ketahuan kan!" kata Lingga kesal. Kini, cowok itu sudah kembali menegapkan badannya.
"Kan, Lingga yang teriak kenceng! Makanya, pak Jaksana denger dan tahu kalo ada kita ngumpet dalam gudang. Kok, jadi gue yang di salahin!!"
Lingga benar-benar kesal dengan Kilau. Sampai menunjuk Kilau tepat di hidung dengan jari telunjuknya. "KARENA ELO UDAH NGINJEK KAKI GUE ITU MAKANYA GUE NGGAK SENGAJA TERIAK!"
"Ma-maaf!"
"Nggak butuh maaf lo! Maaf lo nggak akan balikin keadaan!"
Setelah Lingga usai bicara. Pintu gudang terdobrak. Cahaya terang masuk menyeruak ke dalam ruangan sehingga gudang yang gelap kini berubah terang benderang akibat sinar cahaya yang masuk dari luar. Ada pak Jaksana dan juga Anton si murid Osis. Kilau sadar akan ekspresi Anton yang terkejut melihatnya berada di dalam gudang sekolah hanya berdua bersama Lingga.
"KALIAN BERDUA NGAPAIN DI SINI!!! IKUT SAYA!!!!"
Deg.
Kilau jalan terlebih dahulu. Kemudian, di ikuti Lingga yang mengekori. Nampak jelas, ekspresi tak suka Anton dengan Lingga. Lingga dapat menangkap sorotan mata Anton yang menunjukkan demikian. Lingga tahu, karena ketika melewati tubuh Anton yang hampir sama tinggi dengannya, Lingga sempat melirik walau hanya sebentar.
"BERDIRI DI TENGAH LAPANGAN BENDERA SEKARANG!!"
Keduanya mau tak mau menurut dan mulai berjalan ke tengah lapangan yang masih berlangsung upacara bendera. Sontak semua orang menjadikan Kilau dan Lingga sebagai pusat perhatian. Sekaligus, pusat gibahan netijen sekolah dan olok-olokkan bagi para hatters mereka. Situasi menjadi gaduh, namun segera di tenangkan oleh guru pembina melalui microphone.
Tak peduli dengan tatapan mata dan pandangan orang-orang, kena hukuman begini sudah biasa bagi Lingga. Yang memang langganan kena hukuman, apalagi dari pak Jaksana. Tapi, lain cerita dengan Kilau si anak IPA yang baru kali ini terlihat melanggar aturan, sehingga membuat cewek itu harus berdiri di tengah lapangan bersama dengan salah satu biang kerok sekolah. Rasa malu menyelimuti diri Kilau, andai saja ia punya kekuatan menghilang, ingin rasanya menghilang secepatnya. Malu!
Setelah upacara bendera selesai. Pak Jaksana menyuruh semua murid untuk segera bubar. Lalu, menyuruh Kilau dan Lingga untuk ke ruang BK. Sesampainya di ruang BK, Lingga dan Kilau di paksa menjelaskan semuanya. Kenapa bisa berada di dalam gudang, dan hendak melakukan apa?! Padahal, mereka tidak ada niatan apa-apa, selain hanya untuk bersembunyi. Ada Anton juga yang setia mendampingi pak Jaksana. Itupun karena pak Jaksana sendiri yang memintanya. Heran, sebenarnya Anton itu anaknya pak Anton guru Kesenian atau anaknya pak Jaksana selaku Wakasek dan guru Sejarah.
"KEMBALI LAGI KE LAPANGAN BENDERA SEKARANG!!"
Benar tebakkan Lingga. Hukuman double pasti berlaku!
🌵🌵🌵