Flashback..
Lingga Sambara merapikan seragam sekolahnya, setelah itu membuka pintu toilet dan keluar dari sana. Pagi-pagi ia sudah sakit perut, itulah yang membuatnya harus pergi ke toilet, sebelum bel masuk berbunyi. Mungkin, karena makan nasi uduk dengan sambal yang kelewat banyak saat sarapan di rumahnya tadi.
Lingga berjalan menelusuri koridor dengan langkah santai, seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana sambil bersiul-siul.
Sampai di mana, sebuah pemandangan menghentikan langkahnya. Matanya menangkap beberapa kerumunan murid yang sedang berkumpul di depan kantor terlihat tengah menguping.
"Apaan tuh ribut-ribut?" kata Lingga bermonolog sendiri.
Niatnya ingin bertanya dan mencari tahu. Namun, saat kakinya hendak melangkah. Seseorang menarik tangannya ke samping, hingga lengannya terbentur tembok.
"KAMBING!" umpat Lingga kesal, bercampur sakit akibat benturan di lengannya.
Matanya membulat sempurna, bahkan jatungnya seakan tertembak, sangking kagetnya. Melihat tersangka yang menariknya kasar. Lingga tidak suka!
"Hai," sapanya.
Lingga mendengus kesal. "LO EMANG SELALU CARI GARA-GARA SAMA GUE YA?!"
"Enggak, kok. Nih pake!" katanya. Sambil menunjukkan dasi sekolah tepat di depan wajahnya.
Lingga segera menepis tangan, Kilau. Kemudian, membuat jarak dengan cewek itu. Kilau, mengerutkan keningnya saat Lingga justru mengabaikan.
"Pake ini!" kata Kilau sambil menarik kembali tangan kanan Lingga untuk meletakkan dasi tersebut di telapak tangan cowok itu.
Namun, Lingga lagi-lagi menepiskan tangan Kilau. Menghempaskannya sedikit kasar ke udara.
Lingga menunjuk kilau dengan jari telunjuknya tepat di depan hidung mancung cewek itu. Lalu berkata, "Lo emang nyebelin, anjirr!"
Kini, giliran Kilau yang menepis tangan Lingga. Sedikit kasar. Lingga sedikit kaget.
"Bahasanya, ya. Tolong jangan kasar-kasar!" kata Kilau cemberut.
Lingga memasukkan kedua tangannya dalam saku celana. "Gue nggak peduli! Minggir lo!" usir Lingga saat menyadari jika Kilau memberikan celah sedikit untuknya. Sehingga, ia sulit untuk lewat. Kecuali, dirinya mendorong Kilau paksa.
Kilau menggeleng-gelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri.
"Enggak mau! Sampai lo ambil nih dasi terus di pake, baru gue pergi!"
Lingga menghela napas kasar. Pikirnya, yasudahlah!
"Sini!" kata Lingga dangan nada galak sambil merampas dasi di tangan Kilau. Kilau tersenyum senang, bahkan sangking senangnya ia sampai melompat-lompat.
"Di pake ya, Ga. Gue mau lo lebih rapi aja kalo di sekolah!" kata Kilau. Lingga cuek saja. Cowok itu mengenakan dasi dengan baik. Namun, tiba-tiba ia di kagetkan dengan Kilau yang berbisik tepat di telinga dan mengatakan, "Biar makin ganteng!"
Lingga merasa merinding disko.
Setelah berbisik, Kilau pergi meninggalkan Lingga begitu saja. Lingga menggeleng-gelengkan kepalanya, menilai Kilau adalah cewek teraneh sepanjang masa.
Tepat sekali bel masuk berbunyi.
Kring..
Kring..
Kring..
Singkatnya,
"Woy, Ga!!"
Teriakan Untung menyeruak ke dalam telinganya. Suara Untung juga menggema ke seluruh penjuru koridor di kampus B. Lingga, melihat Untung berdiri di depan pintu kelas menyambut kehadirannya. Lingga mengerutkan keningnya heran.
"Paan!"
"ADA RAZIA DADAKAN ANJIR!"
"HAH?! YANG BENER LO!"
"BURU SIAP-SIAP, UMPETIN APA YANG HARUS DI UMPETIN!"
Lingga tertegun. Seakan menyadari satu hal. Di tatapnya dasi yang kini bertengger di lehernya.
"WOY DASI GUE MANA WOY!"
"IKAT PINGGANG WOY IKAT PINGGANG!"
"ELAH HAPE GUE UMPETIN DI MANA NIH?!!!!"
Itu beberapa kehebohan yang terjadi dalam kelasnya. Saat, tahu akan diadakan razia dadakan.
"LINGGA MASUK KE KELAS?!"
Lingga tersentak. Di tolehnya ke belakang. Ternyata, sudah ada pakĀ Buntut dan Anton, serta beberapa murid Osis lainnya.
"Ck, sial!"
Segera Lingga masuk ke dalam kelasnya dan merapikan penampilannya.
Flashback off.
šµšµšµ
"SATU!"
"SATUUUUUUUUUU!!!!!"
"DUA!"
"DUAAAAAAAAA!!!!!!!!!"
"TIGA!"
"TIGAAAAAAAAAAA!!!!"
"EMPAT!"
"EMPAAAATTTTTTT!!!!"
"LIM-" ucapannya terpotong. Ketika, muridnya bernama Menang mengangkat tangan. Dilihatnya kini muridnya yang satu itu sudah terlentang di lantai kelas.
Buk Retno memelototkan matanya. Yang lain menatap Menang, iba. Melihat kondisi cowok gendut itu setengah sadar.
"KENAPA SAMA KAMU MENANG?!" kata buk Retno galak sambil melipatkan kedua tangannya di depan dada melihat Menang yang sudah terkapar lemas.
Untung membela temannya dengan gaya yang masih push up. "BUK RETNO, KASIHAN TUH SI MENANG. UDAH KEK MAU LEWAT AJA!"
Buk Retno dan Menang kaget dengan ucapan itu. Menang segera bangkit dan duduk memanjangkan kakinya.
"SEKATE-KATE BANGET LO, TUNG! GUE EMANG RASA CAPEK BANGET NIH! CUMA OMONGAN LO DI JAGA DONG, KALO LEWAT BENERAN GIMANE!" kata Menang, kesal.
Untung berdecak sebal. Menyesal ia sudah membela. "Ck, nyesel gue belain lo, gentong!"
"DIAM!" bentak buk Retno. Lalu, menunjuk Menang dengan spidol di tangannya.
"KAMU YA MENANG! MAKANYA, KALO NGGAK MAU KENA HUKUMAN. BUAT TUGAS DARI SAYA!"
"YA MAAF, BUK. MENANG LUPA BAWA!" jawab Menang, semua tahu ia berbohong.
Komplotannya berdecih.
"BOHONG BUK! MENANG MAH BUKANNYA NGGAK BAWA, EMANG DASARNYA NGGAK MAU BUAT TUGAS DARI IBUK!" kata Kaming.
"DIH! KAYAK ELO NGGAK AJA, KREBO!" timpal Menang dengan nada emosi.
Buk Retno pusing melihat kelakuan muridnya itu. Akhirnya, memekik. "SUDAH SUDAH! SEMUANYA BERDIRI!" pekiknya.
Serentak semua murid yang terkena hukuman berdiri.
"BERDIRIII!!!" jawab mereka kompak.
Buk Retno mendengus kesal. Memperhatikan wajah muridnya satu persatu. Kemudian, orangtua itu menanyakan satu persatu, alasan mengapa mereka tidak mengerjakan tugas yang ia berikan.
"SAYA MEWAKILKAN SEMUA BUK, IYA KITA EMANG NGGAK BUAT TUGAS DARI IBUK. DENGAN ALASAN..."
Semua menunggu perkataan Lingga.
"Dengan alasan apa?!" sambar buk Retno tidak sabar sambil berkacak pinggang.
Lingga melirik teman-temannya.
Tiba saja Banana bersuara dari tempat duduknya. Serentak semua mata memandang ke arahnya.
"MAGER BUK, KATANYA!"
Lingga Cs terpelotot kaget. Mendengar jawaban itu, membuat mereka mengumpati Banana mati-matian, bahkan pelotottan mata dan picingan mata yang tajam terlayangkan kepada cewek itu. Namun, sang empu yang di tatap tidak takut. Biasa aja.
"OO. JADI BEGITU YA?!!!"
Semua menunduk, tak berani melihat wajah buk Retno yang kelewat cubby itu. Sebelas dua belas sama buk Dori, guru Matematika.
"ENGGAK ADA YANG MAU ANGKAT SUARA!" bentak buk Retno.
Semua tetap diam.
"Awas aja lo, pisang gepok!" gumam Untung. Yang bisa di dengar komplottannya.
"SILAKAN KELUAR DARI KELAS SAYA! DAN JANGAN HARAP SAYA IJINKAN LAGI UNTUK MASUK DI PELAJARAN SAYA!"
Semua kaget. Seakan jantung seperti di tembak. Seperti pula, mendengar suara petir menggelegar di telinga. Mereka takut dengan ancaman itu. Pelajaran matematika itu termasuk pelajaran yang utama. Kalau sampai, nilai raport mereka kosong gimana?? Alamat, nggak bisa naik kelas dong!
"JA-JANGAN DONG BUK!"
"TERUS KALIAN MAUNYA APA!"
"DI MAAFIN BUK!" jawab mereka kompak.
"ENAK AJA KALO NGOMONG!" sambar buk Retno.
Semuanya diam.
"INI PERINGATAN TERAKHIR YA BUAT LINGGA, PADU, UNTUNG, KAMING, DAN MENANG!" buk Retno menunjuk wajah satu persatu muridnya dengan spidol. "KALO SAMPAI KALIAN NGULANGIN LAGI KESALAHAN INI, ANCAMAN YANG TADI BERLAKU!"
"SIAP BUK! NGGAK LAGI-LAGI DEH!" jawab Menang. Semua menoleh ke arahnya.
"SEKARANG SILAKAN BERSIHKAN TOILET YANG ADA DI DEKAT KANTIN!" suruh buk Retno. Lalu, membuang muka dan kembali duduk di bangku guru.
Semua tersentak kaget. Mana mau mereka membersihkan toilet yang ada di dekat kantin. Karena, jorok. Bahkan, lebih dari sekedar jorok!
"HAAH APA BUK!!!!"
Buk Retno tersenyum miring, lalu menoleh ke arah muridnya yang masih setia berdiri berjajar di depan kelas.
"IYA! CEPAT KERJAKAN SANA!"
"TAP-TAPI, BUK?!" kata Untung dan Padu dengan ekspresi memohon sangat.
"Buk, tolong!" kata Lingga. Buk Retno jadi menatap ke arahnya. "Kita berlima bakalan ngerjain hukuman apa aja dari ibu, tapi jangan bersihin toilet itu dong buk!"
"KENAPA EMANGNYA?!" jawab buk Retno dengan pelototan mata yang seakan hampir keluar.
Semua menghentakkan kaki dengan ekspresi pasrah.
"ADUH, BUK RETNO! AYOLAH, HUKUMAN YANG LAIN AJA DEH!" kata Untung.
"NGGAK!"
"PLEASEEEE....!!!" kata Kaming dan Menang dengan gaya bersedekap.
Buk Retno tetap pada pendiriannya. Namun, kelima muridnya itu kekeh meminta hukuman yang lain. Hingga, buk Retno kembali mengancam dan membuatkan sebuah pilihan.
"MAU ANCAMAN ITU BERLAKU ATAU BERSIHKAN TOILET?!"
Deg.
Semua saling pandang. Mendiskusikan lewat tatapan mata, yang hanya mereka saja yang tahu artinya. Semua orang yang melihat mereka keheranan. Tak lama dari itu, semuanya mengangguk, karena telah memutuskan hasilnya.
šµšµšµ