Chapter 13 - 13

Lingga segera melesat bersama sepeda motornya menuju rumah sakit dengan kecepatan cukup tinggi. Kini,  cowok itu tengah di selimuti rasa panik dan khawatir, setelah mengetahui kabar dari kak Tari, kakaknya Bulan. Jika, Bulan masuk rumah sakit akibat keserempet sepeda motor saat cewek itu hendak menyebrang jalan di depan sekolahnya.

Sontak kabar tersebut membuat Lingga benar-benar kaget. Akhirnya, cowok itu memutuskan pamit kepada teman-temannya untuk pulang duluan. Meski, bel pulang sekolah belum berbunyi.

Lingga meminta izin pulang duluan kepada guru yang mengajar dan guru piket, dengan alasan ada anggota keluarga yang membutuhkan donor darah darinya, dan harus segera mendapatkan pertolongan secepatnya. Alasan itu lah membuat guru pun percaya, hingga akhirnya membolehkan.

"Maaf, buk. Lain kali, nggak lagi bohong!" batin Lingga pada saat meminta izin kepada guru.

Awalnya, setelah Lingga dan kawan-kawan selesai membersihkan toilet, cowok itu mengirimkan sebuah pesan singkat kepada Bulan melalui chat Wa untuk mengajak cewek itu pergi ke rumah neneknya yang sedang berulang tahun hari ini. Selang beberapa detik kemudian, pesannya terbalas, namun bukan Bulan yang membalas chatnya melainkan, kak Tari. Yang pesannya itu berbunyi :

Ini kak Tari,

Bulan, msk rumah sakit.

Plg sklh tdi dia keserempet mtor, Ga.

Siang hari itu, matahari begitu menyengat terasa seperti menusuk-nusuk kulit, hingga membuat Lingga benar-benar tak tahan. Cuaca yang sangat panas, membuat ia gerah. Lingga berdecak, kesal. Memukul stirnya sendiri. Terlebih, kemacetan kota Jakarta menjalar panjang, membuat kepentingan orang jadi tertunda. Semua kendaraan, baik roda dua ataupun roda empat diam di tempatnya, berderet tidak banyak bergerak. Melihat kemacetan yang begitu panjang, Lingga pun memutuskan untuk berlomba saling memburu ruas jalan yang tersisa dengan harapan segera sampai di tujuannya.

Keputusannya yang memburu ruas jalan yang tersisa itu, sangat tepat. Kini, cowok itu telah sampai di parkiran rumah sakit. Segera ia lepaskan pelindung kepala, setelah mematikan mesin motornya. Di gantungkannya langsung pelindung kepala itu dengan asal di kaca spion. Kemudian, segera turun dari sepeda motor dan berlari kecil memasuki gedung rumah sakit.

"Suster, pasien atas nama Rembulan di ruang mana ya?" kata Lingga bertanya kepada pegawai rumah sakit.

Sang pegawai rumah sakit yang notabene-nya adalah cewek normal, tidak langsung menjawab, lantaran terpesona dengan wajah tampan cowok yang masih duduk di bangku sekolah itu. Sampai matanya pun tidak berkedip. Wajah dengan hidung mancung, rahang yang tegas, alis yang tebal, tatapan mata yang tajam, bibir yang terlihat sexy, membuat dirinya lupa daratan jika kenyataannya ia sudah memiliki tunangan. Benar-benar, tipenya sekali!

Lingga sedikit sebal, lantaran pegawai rumah sakit itu tidak kunjung menjawab. Namun, hanya melemparkan tatapan kosong terkesan, dungu!

"Sus!"

Lamunan pegawai rumah sakit itu pun buyar. Ketika, cowok yang masih memakai seragam sekolah putih abu-abu itu bersuara dengan nada terdengar emosi???

"Eh iya?"

Lingga berdecak, kesal. "Ruangan atas pasien yang namanya, Rembulan. Ada di mana?"

Pegawai rumah sakit itu mengerti. Lalu, menjawab dan menunjukkan ruangannya.

"Terimakasih."

"Sama-sama."

Lingga segera berlalu, pergi menuju ruangan yang di maksud.

"Bulan!" panggil Lingga. Ketika, baru saja membuka pintu ruangan. Sontak, membuat mereka yang ada di dalam menoleh ke arahnya.

Suatu pemandangan mengejutkan di pandangan Lingga, ketika menyadari kehadiran seseorang yang turut ada di sana.

"Lo di sini?" kata Bulan yang berbaring di ranjang rumah sakit di kelilingi oleh kak Tari dan suaminya. Serta, satu orang yang ia kenal dan terbukti rival nya sejak dulu.

Lingga menatap tajam orang itu. Di abaikannya pertanyaan Bulan yang tadi. Lingga tidak habis pikir, mengapa si Nagabonar ada pula di sana.

"Kok lo bisa tahu gue di sini, Ga? Terus, kenapa bisa lo kesini? Kan, belum waktunya pulang sekolah?" kata Bulan. Pertanyaan itu tidak di jawab oleh Lingga.

Kak Tari menimpal, "Kakak yang kasih tahu dia, Lan."

"Oh gitu," jawab Bulan ketika mengetahui sebenarnya. Alasan mengapa, Lingga bisa tahu kondisinya.

"Lo gimana keadaannya?"

Bulan tersenyum dan menjawab, "Biasa aja, gue baik-baik aja, kok. Cuma, lecet sedikit. Lo nggak perlu khawatir gituh, Ga."

"Jelas gue khawatir sama lo, Lan. Syukur, lo cuma kesandung karpet dan jatuh pun gue khawatir," timpal Lingga.

Ucapannya itu mengundang kekehan dari Bulan, kak Tari, dan suami kak Tari. Namun, tidak dengan Naga Gundhala yang berdecih. Tapi, tidak terdengar oleh orang. Hanya, dirinya saja yang dapat mendengar.

"Oh iya, Ga. Kenalin dia namanya Naga, temen satu sekolah gue yang baru. Dia juga yang udah nolongin gue dan bawa gue ke rumah sakit," ungkap Bulan sambil memperkenalkan Naga dengan menyentuh sebentar pergelangan tangan Naga.

Dengan pura-pura tidak mengenali Naga, Lingga berkata, "Gue Lingga. Makasih karena udah nolongin Bulan," katanya dengan nada suara yang terdengar dingin, dan pandangan mata yang sekali melirik.

Naga tidak menjawab sama sekali. Cowok itu hanya berdehem. Kemudian, memutuskan untuk berpamitan. Sejatinya, Naga juga malas berada lama-lama di satu ruangan yang sama dengan Lingga.

"Sekali lagi terimakasih banyak ya, Naga," kata kak Tari kepada Naga. Naga mengangguk.

"Naga, makasih sekali lagi. Hati-hati di jalan," kata Bulan sebelum Naga benar-benar pulang dan keluar dari ruangan di antar oleh kak Tari dan suaminya kak Tari.

Lingga merasa sedikit cemburu ketika Bulan mengatakan hal demikian pada  musuhnya itu. Cowok itu menahan setengah mati, agar tidak berkata kasar pada Naga untuk segera enyah dari sana.

"Pergi kau beruang!"

Naga tersenyum miring, ketika menangkap raut wajah dari Lingga. "Kayaknya ini rencana yang bagus!"

"Sama-sama, Lan. Lo jangan lupa istirahat. Kalo, perlu bantuan. Gue siap kapanpun," kata Naga. Sengaja membuat Lingga semakin panas.

Lingga mendengus sebal. Tanpa sadar tangan kirinya sudah terkepal.

Bulan menyadari perubahan ekspresi sahabatnya itu. Merasa tidak enak hati, Bulan hanya menjawab perkataan Naga dengan bilang, "Gue nggak mau ngerepotin lo lagi. Jadi, cukup hari ini aja gue ngerepotin lo. Sekali lagi, makasih."

Naga tidak begitu peduli dengan perkataan yang seakan penuh penolakan. Tapi, tidak mengapa-lah! Terpenting, detik belakangan tadi ia merasa membuat Lingga kalah. Meski, hanya beberapa saat.

Naga, mengangguk sekali. Lalu, benar-benar pergi.

Pintu tertutup kembali. Tersisalah, Lingga dan Bulan berdua saja di ruangan itu. Ketika, semua sudah pergi Lingga mendekatkan posisinya berdiri, tepat di sebelah ranjang. Menarik kursi dan mendudukinya. Bulan memperhatikan tindakan sahabatnya itu.

"Kok, bisa sih kena serempet? Ngomong-ngomong keserempet apaan?"

Mata Lingga lurus menatap kedua netra Bulan.

Bulan tidak langsung menjawab, cewek itu memilih untuk bangkit dari pembaringannya. Lingga reflek membantu Bulan dengan mengulurkan tangannya untuk menyentuh pundak kiri dan punggung cewek itu.

Kini, Bulan duduk di pinggir ranjang menatap lurus kepada Lingga yang jauh lebih pendek darinya.

"Nggak sampai keserempet kok, Ga. Cuma hampir aja kena."

Lingga mengerutkan keningnya, bingung. "Hampir kena gimana, Lan??"

"Beruntung, ada Naga yang cepet narik gue ke belakang." Bulan menjeda sebentar. Mendengar nama orang itu, membuat hati Lingga gedek!

Bulan kembali berkata, "Ya.. meski kita berduanya nyungsep juga ke belakang, karena kaki Naga kesandung trotoar," jelas Bulan. Penjelasan itu langsung membuat Lingga membayangkan bagaimana posisi mereka saat terjatuh. Lingga berdecak, sebal.

"Jadinya, gini deh.." kata Bulan menunjukkan luka di siku, jidat, dan lututnya. "Anehnya, cuma gue yang luka."

Lingga mendenguskan napas kasar. Kemudian, menatap kedua mata Bulan. Entah setan apa yang merasuki cowok itu, sehingga berani menyetuh kedua pipi Bulan, lalu berkata, "Apapun yang terjadi sama lo gue pasti khawatir." Lingga menjeda sebentar. "Dan, lo tahu kalau gue nggak suka sama Naga."

Deg.

Bulan awalnya tertegun dengan tindakkan Lingga yang menyetuh wajahnya. Tapi, setelahnya di bikin kaget.  Hingga, Bulan segera menepiskan tangan Lingga yang bertengger di kedua pipi kanan dan kirinya, pelan.

"Kenapa lo nggak suka sama Naga? Naga kan orang yang udah nolongin gue, Ga?!"

Lingga diam dengan tatapan yang masih melihat setiap inci wajah cantik Rembulan.

"Harusnya lo suka sama Naga. Nggak harusnya lo malah nggak suka sama dia. Aneh!" kata Bulan sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Naga kan baik, udah nolongin gue!"

Lingga agak sebal dengan Bulan. Cowok itu merajuk, menyadari Bulan seakan membela Naga. Hingga, memutuskan untuk berdiri.

SET! ( Anggap saja suara kursi bergeser, termundur ke belakang )

Bulan kaget dan akhirnya menyungak. Kini, giliran dirinya yang jauh lebih pendek dari Lingga.

"Mau kemana?"

Lingga mendengus sebal.

"Mau pulang!" rajuknya.

Dengan sigap, Bulan menahan tangan Lingga. Cowok itu hendak pergi meninggalkannya sendirian.

"Ck! Jangan tinggalin gue sendirian dong, Ga! Gue kan takut sendiri di sini. Apalagi, ini tuh rumah sakit, pasti banyak hantunya."

Lingga berbalik badan dan tanpa ijin mencubit kedua pipi Rembulan. Lingga itu gemas dengan Bulan. Masih saja takut dengan hantu!

Bulan kesakitan karena cubitan itu. Meski, tak begitu kuat.

"Utututu...!" kata Lingga gemas.

"Sakit, Ga!"  kata Bulan sambil menepis tangan Lingga.

Lingga terkekeh, melihat ekspresi Bulan terlihat sebal, namun lucu baginya. Gemas!

Kemudian, tangan Lingga terulur menepuk-nepuk puncak kepala Bulan berkali-kali. Membuat Bulan kembali tertegun atas tindakkannya. Pipi merah merona pun tercetak jelas di wajahnya.

"Lain kali jangan ceroboh kalo mau nyebrang, Lan. Liat kanan kiri. Mata gunanya buat apa? Kalo, bukan buat liat," kata Lingga menasehati.

Bulan melayangkan pembelaan. "Udah kok! Dasar si pengendara motornya aja yang ugal-ugalan," kata Bulan.

"Sekarang bisa jalan kan? Udah nggak sakit lagi?"

Bulan mengangguk dan berkata, "Bisalah! Lagian, cuma lecet doang. Udah di obatin juga, jadi nggak pa-pa."

Lingga tersenyum. "Kalo, gitu bisa dong jalan, yuk!"

"Eh!"

Bulan terpelotot kaget, ketika Lingga langsung menarik pergelangan tangannya. Terpaksa, cewek itu menyamai langkah kaki Lingga. Sambil menggandeng Bulan, Lingga mengambil tas sekolah Bulan di atas nakas, menentengnya asal.

"Mau kemana, Ga?"

"Lo lupa ya, Oma hari ini kan ulang tahun," jawab Lingga tanpa melihat wajah Bulan. Bulan mengingat-ingat.

🌵🌵🌵

"APA LAGI SIH?!"

Untung berdecak kesal setengah mati dengan rombongan cewek-cewek sinting menurutnya yang sudah berapa kali menghalangi jalannya mereka untuk pergi ke warungnya mpok Yoona. Nggak tahu orang lagi lapar-laparnya apa?!

Pop berkata, "HEH! KALO ORANG NANYA TUH DI JAWAB YANG BENER DONG, KUNYUK!"

"WAH EMANG DASAR MULUT LO MINTA GUE LINDES YA, POP CORN!" timpal Untung yang tidak terima di katai Kunyuk! Untung berkacak pinggang dan kembali berkata, "ELO TUH YANG KUNYUK!"

"HEH! LO PADA BISA MINGGIR NGGAK?!" kata Menang yang kini berada di tengah-tengah antara Pop dan Untung yang tadi saling berhadapan dengan tatapan yang terkesan hendak mengajak gelut! Emang iya!

"INI LAGI SATU! BADAN UDEH KE GENTONG. BISANYA CUMA MIGGIR! MINGGIR! MINGGIR!" sambar Rintintin. Di angguki setuju oleh Cantik.

Cantik berkata, "BENER BANGET! JAWAB DULU DONG PERTANYAAN TEMEN GUE, LINGGA MANA?!"

Menang bergeser ke samping. Berhadapan dengan Rintintin yang sejak tadi bawaannya ngipas mulu!

"HEH! LO NGGAK SADAR DIRI JUGA YA JADI MAKHLUK!"

"EMANGNYA KENAPA?!"

"SESAMA BADAN GEDE JANGAN SALING MEMUJI! NGADI-NGADI LO!"

Rintintin mendengus kesal.

"UDAH!" sela Padu.

"Lingga udah balik duluan! Ada urusan, katanya."

Setelah bilang begitu, Padu tiba-tiba menarik Cantik dari keberadaan mereka semua.

"Eh! Eh!" Cantik kaget. Ketika, tangannya di tarik begitu saja oleh Padu. Semuanya pun begitu.

"CANTIK CANTIK MAU DI BAWA KEMANA TEMEN KITA, WOY!!"

"PADU, WOY!!"

"WOY LO MAU KE MANA, LE!!'

Begitulah teriakan-teriakan teman-teman mereka.

"LO MAU NGAPAIN NARIK-NARIK GUE, JELEK!" pekik Cantik sambil berusaha memberontak agar pegangan tangan Padu terlepas. Padu cuek saja.

Cantik memekik kembali, "JANGAN MENTANG-MENTANG GUE PENDEK GUE NGGAK BISA JAMBAK LO YA!"

HAP!

Satu jambakkan singkat di terima Padu dan itu sakit sekali saat Cantik yang memiliki postur tubuh pendek meloncat dan menangkap rambut kepala Padu.

Padu berteriak karena kesakitan. "ADOOWWWW!!!!!" teriak Padu dan menghentikan langkahnya. Cantik mendenguskan napas kasar. 

"LEPASIN!"

Padu yang kesal karena ulah cewek itu pun segera melepaskan pegangannya.

"UDAH PENDEK LO NGESELIN JUGA YA!" kata Padu sambil menggosok-gosokkan kepalanya yang nyut-nyut akibat jambakkan tadi.

"SIAPA SURUH MAIN BAWA-BAWA GUE TANPA IJIN! LO PIKIR, GUE INI BARANG APA!" kata Cantik kesal sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada.

"Yaudah deh, kalo gitu. Gue ijin anter lo pulang!"

Cantik memelototkan matanya bulat. Mulutnya ternganga, sangking syoknya!

"ENGGAK MAU!" jawabnya dan langsung berbalik badan berniat untuk kabur secepatnya.

Namun, karena dirinya yang pendek memudahkan Padu untuk menangkapnya.

Hap!

Padu menangkap tas dukung Cantik.

"KENA LO!"

Cantik menghentakkan kakinya sebal, terpaksa kembali berbalik badan.

"UDAH DEH JANGAN NOLAK AJAKKAN GUE!"

"TAPI, GUE TETEP NGGAK MAU, JELEK!"

"HARUS! INI TUH PERMINTAAN DARI BOKAP LO! JADI, LO KUDU NURUTIN PERINTAH GUE, NGGAK PAKE TAPI-TAPIAN! ATAUPUN ALAS-ALASAN! AYOK PULANG!"

Deg.

Cantik yang kaget dengan perkatan barusan berkata, "Jangan bohong! Nggak mungkin bokap gue nyuruh lo buat anter gue pulang!"

"Kalo nggak percaya tanya aja sendiri!"

"Jangan mentang-mentang, gue dan elo itu..." ucapan Cantik menggantung.

"Apa???!!!" sambar Padu dengan nada menantang sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada, mengikuti gaya songong yang sering di tunjukkan temannya, Untung.

Melihat sikap menyebalkan cowok di hadapannnya itu membuat Cantik berdecak sebal dan kembali menghentakkan kakinya sekali.

"YAUDAH, AYOK!"

Padu berdecih.

"UJUNG-UJUNGNYA JUGA MAU KAN!" kata Padu.

"ITU SEMUA KARENA TERPAKSA!"

"SERAH DEH!" timpal Padu yang kini sudah berjalan mengekori Cantik kembali memasuki halaman sekolah menuju parkiran sekolah. Sebelumnya, mereka ada di sebrang sekolahan tepatnya di depan warung mpok Yoona.

Di sisi lain,

"Udah deh, Kil. Pulang aja, yuk!" ajak Rintintin sambil memegang pundak kiri Kilau.

"IYAIN TUH KATANYA SI RINTINTIN! GEDEK BANGET GUE LIAT KELEAN!" kata Untung, lalu pergi memasuki warung mpok Yoona.

"BYE!" kata Menang songong. Lalu, mengekori Untung.

Tinggallah, Kaming.

"NGAPAIN LO KREBO MASIH DI SINI?!" kata Pop sambil melototkan matanya.

"SESAMA KREBO SADAR DIRI DONG! PUCEK!" kata Kaming kesal, kemudian pergi berlalu pula. Meninggalkan kesan dongkol dalam hati Pop.

"AWAS AJA LO, GUE SUMPAHIN KESELEK KUAH SOTO BARU TAHU!" umpat dan sumpahnya untuk Kaming.

Kilau masih menunjukkan ekspresi kecewa. "Gue sebel ih! Ternyata, nomor handphone yang di kasih Lingga kemaren tuh nomornya si Kaming!"

"Udah gue bilang, Kil. Lo nggak percayaan sih!" timpal Rintintin.

"Liat aja besok! Gue tagih lagi!" kata Kilau.

"Iyaiyaiya!" sambar Pop. "Besok aja! Mending, kita balik sekarang. Enyak gue pasti udah nyari-nyariin gue ke sana ke mari, kayak jemurannya yang ilang tempo hari! Yuk!" ajak Pop Ice dan berjalan mendahului.

"Ayo, Kil."

Kilau pasrah dan akhirnya memilih untuk pulang ke rumah.

🌵🌵🌵