Aku suka toko buku bekas tapi selalu merasa sedikit bersalah saat berjalan memasuki nya. seperti aku sudah berselingkuh. Lagipula, Aku bekerja di sekitar buku yang terang benderang dan baru sepanjang waktu. Aku bisa memperoleh cetak ulang buku apapun yang kuinginkan, baru. Sepertinya salah satu mendapatkan kesenangan cukup mendalam di sekitar buku lama, dari aroma kertas tua, jamur, dan debu. Koleksi ilmu pengetahuan beberapa cukup tua, selalu mengingatkanku aku akan masa lalu dan tempat-tempat yang sudah kulihat, memicu gelombang nostalgia. Perasaan ini membuatku merasa tua dan muda secara bersamaan. Buku-buku menua sementara aku tidak.
Seekor kucing betina berwarna abu-abu menggeliat dan berkedip melihat kami dari tempatnya di counter saat kami masuk. Aku mengelus punggungnya dan mengucapkan halo pada pria tua di sebelahnya. Dia melihat kami sekilas dari buku yang sedang diaturnya, tersenyum, dan kembali bekerja. Seth memandang rak tinggi di depan kami, raut wajahnya tampak bahagia, dan ia segera menghilang di balik rak-rak itu.
Aku berkeliling di bagian non fiksi, ingin membaca buku masakan dengan teliti. aku terbiasa menyiapkan makanan tanpa microwave dan alat pemroses makanan dan memutuskan kalau inilah waktunya kemampuan kulinerku ditingkatkan ke abad ini.
Akhirnya setelah memilih sebuah buku masakan Yunani dengan banyak gambar berwarna, Aku menyerah tubuhku menjauh setengah jam kemudian dan mencari Seth. Aku menemukannya di bagian anak-anak, berlutut di sebuah tumpukan buku, tampak begitu tenggelam di dalamnya.
Aku berjongkok di sebelahnya. "Apa yang sedang kau lihat?"
Seth tersentak sedikit, terkejut dengan kedekatan ku, lalu mengalihkan mata dari bukunya untuk menatapku. Dari jarak sedekat ini, aku bisa melihat kalau matanya lebih berwarna coklat kuning keemasan, bulu matanya cukup panjang untuk membuat gadis-gadis iri.
"Buku cerita tentang peri karangan Adrew Lang." Dia memegang sebuah buku berjudul The Blue Fairy Book. di tumpukan paling atas di dekatnya duduk ada pukulan berjudul The Orange Fairy Book, dan aku hanya bisa menduga kalau judul lainnya ada hubungannya dengan kode warna. Seth bersinar dengan kekalahan sastra, melupakan ketertutupannya didekatku. "Cetak ulang tahun 1960. Tidak terlalu bernilai dibandingkan, edisi dari tahun 1800-an, tapi ini adalah buku yang dimiliki ayahku, yang biasa dibacakan untuk kami. Dia hanya punya beberapa; di sini ada satu set. Aku akan membelinya dan membacakan untuk keponakan ku."
Membolak-balik halaman The Red Fairy Book, Aku mengenali judul dari banyak cerita yang familiar, beberapa yang bahkan tidak kuketahui masih ada. aku membalik buku itu dan melihat di dalam sampul tapi tidak menemukan harga. "Berapa harganya?"
Seth menunjuk kapan tanda kecil di dekat rak tempat dia mendapatkan buku-buku itu.
"Apa itu harga yang masuk akal?" Tanyaku.
"Sedikit mahal, tapi wajar saja untukku karena bisa mendapatkan semuanya sekaligus."
"Tidak bisa." Aku mengumpulkan sebagian buku, dan bangkit. "Kita akan menawarnya."
Bibirku menyunggingkan seulas senyuman. "Dengan kata-kata.
Seth tampak ragu-ragu, tapi si kasir tampaknya merupakan target yang mudah. kebanyakan pria akan jatuh berlutut didepan wanita yang menarik dan berkarisma tanpa harus melibatkan succubus yang masih bersinar karena usia sisa tenaga kehidupan. Lagi pula, aku sudah belajar soal jual beli langsung dari ibuku. Pria dibalik konter ini sama sekali tidak punya kesempatan. Begitu aku selesai dengannya, dia cukup bahagia menurunkan harganya sampai 25% dan memberikan buku masakan itu gratis untukku.
Berjalan kembali menuju mobilku, tanganku penuh dengan buku, Seth terus menatapku heran. "Bagaimana kamu melakukannya? Aku tidak pernah melihat yang seperti itu."
"Banyak latihan." Jawaban yang sama sesuai dengan pernyataannya.
"Terima kasih. Aku harap aku bisa membalas bantuanmu."
"Jangan khawatir... Hei, kau bisa sebenarnya. Apa Kau keberatan melakukan sesuatu dengan ku? Ke toko buku sebenarnya, tapi toko buku yang menyeramkan."
"Menyeramkan bagaimana?"
Lima menit kemudian, kami dalam perjalanan menemui teman lamaku, Erik Lancaster. Erik sudah Malang melintang di Seattle lama sebelum aku, dan dia cukup terkenal di kalangan makhluk abadi di daerah ini. Punya banyak pengalaman dalam mitologi dan supranatural, dia biasanya terbukti menjadi sumber yang luar biasa untuk semua hal paranormal. Kalau dia menyadari beberapa pelanggannya tidak menua, dia akan menahan diri untuk tidak bertanya.
Satu-satunya hal yang paling mengganggu tentang menemui Erik adalah karena harus mengunjungi Kristal Stars, contoh menakjubkan dari spiritualitas New Age yang salah. aku tidak meragukan Kalau tempat ini memiliki tujuan yang mulia saat dibuka pada tahun 1980-an, tapi toko buku itu sekarang penuh dengan barang-barang berwarna-warni dan komersial yang lebih menitikberatkan pada harga daripada kegunaan mistisnya. Erik, menurut pendapatku, adalah satu-satunya pegawai yang memiliki perhatian logis dan pengetahuan tentang beberapa hal yang hanya dimengerti orang-orang tertentu. Rekan kerja terbaiknya adalah seorang apatis; yang terburuk adalah seorang fanatik dan seniman penipu.
Memarkir mobil di pelataran parkir toko, aku menyadari dengan terkejut jumlah mobil di sana. Orang sebanyak ini di Emerald City pasti karena ada acara tanda tangan, tapi acara semacam itu tampak aneh dilakukan di hari kerja.
Kerumunan orang menyambut begitu kami masuk, dan Seth tampak sama terkejutnya denganku melihat begitu banyak orang dan reaksi. "Aku tidak akan lama," kataku. "Silahkan melihat-lihat. Bukan berarti banyak yang bisa dilihat disini."
Seth menjauh, dan aku mengalihkan perhatianku pada seorang pria muda bermata terang yang berdiri di depan pintu dan mengarahkan kerumunan. "Apa kau disini untuk Gathering?"
"Um, tidak," kataku. "Aku mencari Erik."
"Erik siapa?"
"Lancaster? Pria yang agak berumur? Afrika-Amerika? Dia bekerja di sini."
Pegawai muda itu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang bernama Erik di sini. Setidaknya selama aku bekerja di sini." Dia bicara seolah-olah dia yang mendirikan toko ini.
"Sudah berapa lama itu?"
"2 bulan."
Aku memutar bola mataku. Benar-benar Veteran.
"Apa ada manajer yang bisa aku tanyai?"
"Yah, ada Helena, tapi dia akan...ah, itu dia." Pegawai muda itu menunjuk ujung toko dimana seorang wanita yang dibicarakan muncul seperti dipanggil.
Ah ya, Helena. Dia dan aku sudah bertemu sebelumnya. Berambut pucat, di lehernya terlilit kristal dan simbol-simbol rahasia lainnya, dia berdiri di depan pintu yang bertuliskan RUANG PERTEMUAN. Syal berwarna biru kehijauan terlelet di pundaknya yang ramping, dan seperti biasa, aku bertanya-tanya berapa usianya. Dia terlihat berusia antara akhir sampai pertengahan 30-an, tapi ada sesuatu dalam sikapnya yang selalu membuatku berpikir kalau dia lebih tua. Mungkin dia sudah melakukan banyak operasi plastik. Hal itu wajar saja, mengingat kepribadiannya yang palsu dan dibuat-buat.
"Semuanya? Semuanya?" Helena bicara dengan suara tinggi yang jelas dibuat-buat, bermaksud untuk terdengar seperti bisikan, meskipun pada akhirnya suaranya berubah kencang. Suaranya malah terdengar serak, seperti dia sedang flu. "Waktunya untuk mulai."
Kerumunan orang-orang sekitar 30-an orang bergerak menuju ruangan pertemuan, dan aku mengikuti, berbaur di dalam keramaian. beberapa orang di sekitarku tampak seperti Helena: berpakaian sesuai tema, dengan warna hitam atau terlalu cerah, memakai banyak aksesori bernuansa pentagram, kristal, dan lambang ohm di kehadirannya. Yang lainnya terlihat seperti orang normal, berpakaian sama sepertiku dalam pakaian kerja, hanya ikut-ikutan karena penasaran.
Dengan senyum yang dingin dan palsu di wajahnya, Helena memberi isyarat pada kami untuk masuk ruangan sambil berbisik. "Selamat datang, selamat datang. Rasakan energinya." Saat aku melewatinya, senyumnya terhapus.
"Aku kenal kau."
"Ya,"