Chapter 19 - Bab 19

"Aku butuh informasi."

"Tentu saja." Erik menunjuk meja kecil di depan konter utamanya, yang dipenuhi buku dan sebuah tempat lilin yang rumit. "Mari duduk dan minum teh bersamaku. Lalu kita akan bicara. Kecuali kau terburu-buru?"

"Tidak, Aku punya banyak waktu."

Saat Erik mengambil teh, aku membersihkan meja, menumpuk buku dengan rapi di lantai. Saat dia kembali dengan poci teh, kami berbincang ringan dan menyesap minuman kami sedikit demi sedikit, tapi sebenarnya pikiranku melayang. Kegelisahanku pasti tampak begitu jelasnya saat jariku menari-nari di tepi cangkir dan jari kakiku mengetuk tidak sabar.

Akhirnya, aku mulai membicarakan topiku. "Aku perlu tahu tentang pemburu vampir."

Untuk sebagian orang, ini pastilah permintaan yang aneh, tapi Erik hanya mengangguk dengan penuh harap. "Apa jelasnya yang ingin kau ketahui?"

"Apapun. Kebiasaan mereka, bagaimana mengenali mereka. Apapun yang kau tahu."

Erik bersandar di kursinya, memegang cangkirnya dengan sopan. "Yang kutahu adalah pemburu vampir dilahirkan, tidak diciptakan. Mereka berbakat dengan kemampuan untuk membunuh vampir, kira-kira begitu." Dia terus menjelaskan soal detail lainnya, yang sebagian benar cocok dengan yang dikatakan Peter.

Merenungkan yang sudah dikatakan Cody, tentang perasaan diikuti seseorang yang tidak bisa dilihat, aku bertanya. "Apa mereka memiliki kemampuan khusus selain yang kau tahu? Bisakah mereka menjadi tidak terlihat?"

"Tidak sejauh yang kutahu. Beberapa makhluk abadi bisa melakukannya, tentu saja, tapi tidak begitu dengan pemburu vampir. Mereka hanya manusia biasa, terlepas dari bakat unik mereka."

Aku mengangguk, sebagai salah satu makhluk yang bisa menghilang, meskipun aku jarang sekali menggunakan kemampuan itu. Aku mencoba berpikir kalau yang  membuntuti Cody mungkin makhluk abadi yang tidak terlihat, yang berusaha untuk memainkan suatu tipuan, tapi seharusnya dia masih merasakan tanda yang kami bawa. Memang, seharusnya dia merasakan keberadaan manusia pemburu vampir juga. Kenyataan kalau dia tidak merasakan ataupun melihat keduanya membuat teori Peter bisa dipercaya bahwa sang penguntit itu hanya ada di dalam pikiran Cody.

"Bisakah pemburu vampir melukai yang lain? Iblis... Atau makhluk abadi lainnya?"

"Sangat sulit melakukan hal yang nyata terhadap makhluk abadi," Erik merenung.  "Beberapa penghuni yang baik... Pendeta yang kuat, contohnya... Bisa mengusir iblis, tapi mereka tidak bisa menyakitinya secara permanen. Demikian juga, aku pernah mendengar ada manusia yang menangkap makhluk supernatural, tapi melakukan hal yang lebih dari itu... Bukannya aku pikir hal itu mustahil, hanya saja aku tidak pernah mendengarnya. Sepengetahuanku, pemburu vampir hanya bisa melukai vampir. Yang lainnya tidak."

"Aku menghargai pengetahuanmu lebih dari kebanyakan fakta yang terbukti."

Erik menatapku penasaran. "Tapi ini bukan jawaban yang kau harapkan."

"Entahlah. Semua hal ini sudah pernah diberitahukan padaku sebelumnya. Aku hanya berharap pada sesuatu yang lebih."

Rasanya mungkin saja Jerome sudah mengatakan semua kebenarannya, bahwa ini hanyalah sekadar kasus pemburu vampir merajalela, peringatannya pada ada Hugh dan aku hanyalah kebijaksanaan untuk melindungi kami dari ketidaknyamanan. Tetap saja, aku tidak bisa menghilangkan perasaan Kalau Jerome menyembunyikan informasi lain, atau bahwa aku tidak percaya kalau Cody adalah tipe yang suka membayangkan sesuatu.

Aku pasti terlihat begitu terpana karena Erik menawarkan, meski tampaknya ragu. "Aku bisa mencari tahu lebih banyak Kalau kau mau. hanya karena aku tidak pernah mendengar sesuatu yang mampu melukai makhluk abadi lain bukan berarti hal itu tidak ada sama sekali."

Aku mengangguk. "Aku sangat menghargai itu. Terima kasih."

"Ini adalah keistimewaan untuk membantu seseorang seperti dirimu. Dan Kalau kau mau aku bisa mencari informasi lain soal pemburu vampir secara umum." Erik terdiam lagi, memilih kata-katanya dengan hati-hati.

"Kalau ada orang seperti itu, tanda-tanda tertentu akan tampak di komunitas gaib lokal. Ada barang-barang yang akan dibeli, pertanyaan yang diajukan. Orang seperti itu tidak bisa tidak ketahuan begitu saja."

Sekarang Aku ragu. Jerome memperingatkan kami untuk hati-hati. Menurutku dia tidak akan menyukai pekerjaan memata-matai, meskipun bicara dengan Erik saat ini bisa dianggap kegiatan seperti itu. Tentunya tidak masalah kalau aku mencoba menyelidiki sendiri. Mengumpulkan informasi sama sekali tidak sama seperti aku mencari orang ini sendirian.

"Aku sangat menghargai itu juga. Apapun yang bisa kau temukan akan sangat berguna." Aku meminum teh ku dan meletakkan cangkir nya. "Sebaiknya aku pergi sekarang."

Erik ikut bangkit dari duduknya. " Terima kasih karena sudah mau minum teh bersamaku. Bersama wanita sepertimu biasanya hanya terjadi dalam mimpi seorang pria."

Aku tertawa pelan pada lelucon terselubung itu, merujuk pada cerita lama di mana succubi mengunjungi pria dalam mimpi mereka. "Mimpimu aman, Erik."

Erik membalas senyumku. "Kembalilah dalam beberapa hari, dan akan ku beri tahu apa yang sudah kudapat. Kita akan minum teh lagi."

Memandang sekeliling toko yang kosong, berpikir kenapa tidak ada pelanggan yang datang selama kunjungan ku, tiba-tiba aku merasa perlu membantu bisnisnya.

"Aku ingin membeli teh itu sebelum pergi."

Erik menatapku dengan sabar, mata coklatnya berkilat geli karena tahu permainan yang kumainkan.

"Aku selalu menganggap Kau lebih suka teh hitam... Atau setidaknya penggemar kafein."

"Hei, bahkan aku suka mencoba hal-hal baru terkadang. Selain itu, rasanya enak... Dengan cara herbal dan tanpa kafein."

"Akan kusampaikan pujian itu pada temanku. Dia yang mencampurnya, dan aku menjualnya."

"Teman wanita, yah?"

"Hanya seorang teman, Miss Kincaid."

Erik berjalan menuju rak di belakang kasir yang terdapat beberapa macam teh. Mendekati konter untuk membayar, Aku mengagumi beberapa perhiasan di dalam kaca. Ada satu yang begitu menarik perhatianku, kalung pendek dari mutiara air tawar yang terjalin 3 berwarna peach, terkadang dipadukan dengan manik-manik tembaga dan kaca berwarna hijau laut. Sebuah ankh (huruf hieroglif Mesir kuno yang berarti hidup abadi, yang berbentuk seperti salib dengan lingkaran di atasnya) terbuat dari tembaga tergantung di tengahnya.

"Apa ini juga hasil karya seniman lokal mu?"

"Seorang teman lama di Tacoma yang membuatnya." Erik mengulurkan tangan ke dalam kotak dan mengambil kalung pendek itu untukku, meletakkannya diatas konter. Aku menyusulkan tanganku di atas mutiaranya yang halus dan indah, setiap mutiara memiliki bentuk yang tidak sama. " Kurasa, dia memadukannya dengan pengaruh Mesir, tapi dia ingin menangkap semangat aphrodite dan laut, menciptakan sesuatu yang mungkin dipakai pendeta wanita zaman dulu."

"Mereka tidak memakai barang seindah ini," gumamku, membeli kalung itu, melihat harga mahal yang tertera di label nya. Aku bicara tanpa sadar. "Dan banyak kota Yunani kuno mendapatkan pengaruh Mesir. Ankh muncul dalam koin Siprus, begitu juga aphrodite."

Menyentuh ankh dari tembaga mengingatkanku akan kalung lain, sebuah kalung yang sudah lama hilang ditelan waktu. Kalung itu lebih sederhana; hanya jalinan manik-manik dengan ankh di tengahnya. Tapi suamiku memberikannya padaku di pagi hari pernikahan kami, menyusup ke dalam rumah kami selepas pacar yang merupakan perbuatan yang berani baginya.

Aku menghukumnya karena kesembronoannya itu. "Apa yang kau lakukan? Kau akan menemuiku sore ini... Dan setiap hari setelahnya!"

"Aku harus memberikan ini padamu sebelum pernikahan." Dia mengangkat seuntai manik-manik itu. "Ini milik ibuku. Aku ingin kau memilikinya, memakainya hari ini."

Dia membungkuk, memakaikan manik-manik di leherku. Saat jarinya mengelus kulitku, aku merasakan sesuatu yang hangat dan menggelitik di tubuhku. Pada usia belia 15 tahun, aku belum terlalu mengerti sensasi itu, meskipun aku bersedia untuk mengeksplor nya. Diriku yang sekarang lebih bijaksana menyadari hal itu sebagai awal gairah, dan... Yah, ada sesuatu di sana juga. Hal lain yang masih tidak bisa ku mengerti. Koneksi elektrik, sebuah perasaan bahwa kami terikat sesuatu yang lebih besar dari kami sendiri. Bahwa kebersamaan kami tidak bisa dihindari.

"Nah," katanya, begitu manik-manik sudah terpasang di rambutku sudah rapi kembali. "Sempurna."

Dia tidak mengatakan apa-apa lagi setelah itu. Tidak perlu. Matanya memberitahuku semua yang ingin kau ketahui, dan aku merinding. Sampai kyriakos, tidak ada pria yang melirikku dua kali. Aku adalah Putri Martines yang terlalu tinggi, dengan lidah tajam yang tidak pernah berpikir sebelum bicara. (Perubahan bentuk akhirnya mengatasi semua masalah itu tapi bukan yang lainnya). Tapi kyriakos selalu mendengarkanku dan memandangku seperti Aku adalah seseorang, seseorang yang menggoda dan menggairahkan, seperti pendeta wanita cantik aphrodite yang masih melakukan ritual mereka berbeda dari pendeta Kristen.

Aku ingin dia menyentuhku saat itu, tidak menyadari seberapa banyak sampai aku menangkap tangannya tiba-tiba dan tak terduga. Menggenggam nya, aku meletakkannya di sekeliling pinggangku dan menariknya mendekat. Matanya melebar karena terkejut, tapi dia tidak menarik diri. Tinggi kami hampir sama, memudahkan mulutnya mencari mulutku dalam sebuah ciuman yang menggetarkan. aku menyandarkan bahuku pada dinding batu hangat di belakangku sehingga aku ditekan antara dinding dan tubuhnya. Aku bisa merasakan setiap bagian tubuhnya menekan ku, tapi kami belum cukup dekat. Sama sekali tidak cukup.

Ciuman kami makin dalam, seolah bibir kami ingin menutupi jarak yang menyakitkan sesedikit mungkin diantara kami. Aku menggerakkan tangannya lagi, kali ini untuk mendorong naik rokku di satu kaki. Tangannya mengelus kulitku yang halus dan tanpa ragu, menyelinapkan tangannya kedalam pahaku. Aku melengkungkan tubuh bagian bawahku ketujuhnya, hampir menggeliat menekannya sekarang, butuh dia menyentuhku dimana-mana.

"Kerja? Dimana kau?"

Suara kakakku terbawa angin; dia tidak dekat tapi cukup dekat untuk segera sampai disini. Kyriakos dan aku memisahkan diri, kami berdua tersentak, denyut nadi berlomba. Kyriakos memandangku seperti tidak pernah melihatku sebelumnya. Matanya di penuhi hasrat.

"Apa kau pernah berhubungan dengan seseorang sebelumnya?" Tanya kyriakos ingin tahu.

Aku menggelengkan kepalaku.

"Bagaimana kau... Aku tidak pernah membayangkan kau akan melakukan itu...."

"Aku belajar dengan cepat."

Kyriakos menyeringai dan mencium tanganku. "Malam ini," dia menarik nafas. "Malam ini kita..."

"Malam ini," jawab ku.

Kyriakos melangkah mundur, matanya masih menyala.

"Aku mencintaimu, Kau adalah hidupku."

"Aku juga mencintaimu." Aku tersenyum dan melihatnya pergi. Beberapa menit kemudian, aku mendengar suara kakakku lagi.

"Kerja?"

"Miss Kincaid?"

Suara Eric menyadarkanku dari kenangan itu, dan tiba-tiba aku kembali di tokonya, jauh dari runtuhan rumah keluargaku. Aku menatap matanya yang bertanya-tanya dan memegang kalung itu.

"Aku akan memilih ini juga."

"Miss Kincaid," kata Erik tidak yakin, menyodorkan label harga. "Bantuan yang kuberikan padamu... Tidak perlu... Tidak ada biayanya..."

"Aku tahu," aku meyakinkannya. "Aku tahu. Masukkan saja ini kedalam tagihanku. Dan tanyakan pada temanmu apa dia bisa membuatkan anting yang cocok dengan ini."

Aku meninggalkan toko dengan memakai kalung pendek itu, masih memikirkan soal pagi itu, bagaimana rasanya disentuh untuk pertama kalinya, disentuh seseorang yang kucintai. Aku menghirup nafas dalam-dalam dan menyingkirkannya dari pikiranku. Seperti yang biasa kulakukan tak terhitung banyaknya.