Chapter 21 - Bab 21

Selesai bekerja, aku segera menyelesaikan tugasku. Aku tidak harus berurusan dengan teka-teki pemburu vampir sampai Erik mengabariku. Sayangnya, duniawi masih memiliki batasan, dan aku menghabiskan sebagian besar malamku membereskan berbagai macam hal. Seperti mengisi ulang persediaan makanan kucing ku, kopi, dan Grey Goose. Lalu melihat lipgloss terbaru di konter MAC. Aku bahkan ingat untuk membeli rak buku yang murah dan bisa dirakit sendiri untuk buku-buku yang berantakan di ruang tamuku.

Produktivitas ku tidak mengenal batas. Untuk makan malam, aku menyantap makanan India dan berhasil sampai di Key Arena tepat pukul 6.30. aku tidak melihat Seth di mana-mana tapi belum panik sama sekali. Seattle Center memang tidak mudah ditemukan, dia mungkin masih berkeliaran disekitar Needle, berusaha mencari jalan untuk sampai ke sini.

Aku membeli tiket dan duduk di salah satu tangga semen. Udara mulai dingin malam ini, dan aku merapatkan sweater bulu domba ku, mengubahnya menjadi sedikit lebih tebal. Sementara menunggu, aku memperhatikan orang-orang. Pasangan, kelompok pria, dan anak-anak kecil yang gembira semuanya datang untuk tim kecil Seattle yang hebat. Mereka adalah tontonan yang menarik.

Lewat dari pukul 6.30, aku mulai gugup. Kami masih punya waktu 10 menit, dan aku khawatir Seth mungkin benar-benar tersesat. Aku mengambil ponselku dan menelepon toko, bertanya-tanya apakah dia masih ada di sana. Tidak, mereka memberi tahuku, tapi Paige punya nomor teleponnya, hanya mendapatkan kontak suara.

Kesal, aku menutup ponselku dan kembali memeluk diriku sendiri agar merasa lebih hangat. Kami masih punya waktu. Selain itu, Seth tidak ada di toko adalah hal yang bagus. Artinya dia sedang dalam perjalanan.

Tapi, ketika jam menunjukkan pukul 7 dan pertandingan dimulai, dia masih belum tiba. Aku mencoba menelepon ponselnya lagi, kemudian menatap penuh harap ke pintu. Aku ingin melihat awal pertandingan. Seth mungkin tidak pernah menonton hoki, tapi aku pernah dan sangat menyukainya. Pergerakan terus-menerus dan pemusatan energi menarik perhatianku lebih dari olahraga lain, meskipun terkadang perkelahiannya membuatku gelisah. Aku tidak ingin melewatkan ini, tapi aku juga tidak suka meninggalkan Seth dan tidak tahu harus bagaimana saat aku tidak ada di tempat yang ku janjikan.

Aku menunggu 15 menit lagi, mendengarkan suara pertandingan yang berkembang di sekitarku, sebelum akhirnya aku menyadari kebenarannya.

Aku sudah ditolak.

Hal seperti ini belum pernah terjadi. Sama sekali tidak terjadi dalam... Lebih dari satu abad. Aku lebih merasa terpana daripada dipermalukan atau marah dengan kenyataan ini. Semua hal ini terlalu aneh untuk dipahami.

Tidak, putusku beberapa saat kemudian, aku keliru. Seth memang ragu tadi, ya, tapi dia tidak menolak begitu saja untuk datang, tidak tanpa menelepon. Dan mungkin... Mungkin sesuatu yang buruk terjadi. Dia bisa saja ditabrak mobil. Setelah kematian Duane, tidak ada yang bisa memprediksi kapan tragedi akan terjadi.

Namun, sampai aku mendapat informasi lebih lanjut, satu-satunya tragedi yang kuhadapi sekarang adalah melewatkan pertandingan. Aku menghubungi ponselnya lagi, kali ini meninggalkan pesan dengan nomor teleponku dan di mana aku berada. Aku akan keluar dan menjemputnya kalau perlu. Aku pergi menonton pertandingan.

Duduk sendirian membuatku merasa menarik perhatian, mengingatkanku betapa menyedihkan keadaanku sekarang. Pasangan lain duduk tidak jauh dariku, dan sekelompok pria terus memperhatikanku, sesekali mengikuti seseorang di antara mereka yang ingin menghampiriku. Diperhatikan seperti itu tidak menggangguku sama sekali, tapi tampak seperti aku membutuhkan nya itu yang terganggu. Aku mungkin memilih untuk tidak berkencan, tapi bukan berarti aku tidak bisa melakukannya ketika aku mau. Aku tidak suka orang lain menganggap ku putus asa dan kesepian. aku kadang terasa seperti itu tanpa perlu ada pihak luar yang memberitahukannya.

Di akhir babak pertama, Aku membeli corn dog untuk menghibur diri. Sementara mengambil uang di tasku, aku menemukan secarik kertas dengan nomor telepon Roman. Aku menatapnya selama makan, mengingat bagaimana keras kepalanya pria itu dan bagaimana aku merasa buruk sudah menolaknya. Rasa sakit yang datang tiba-tiba akibat diabaikan menyalakan kebutuhan untuk berkencan dengan seseorang, untuk mengingatkan diriku sendiri kalau aku bisa saja memiliki hubungan kalau memang aku menginginkannya.

Akal sehat menyadarkanku dengan cepat saat aku akan memecat nomornya, tahu kalau aku akan melanggar sumpah aku selama berpuluh-puluh tahun bahwa aku tidak akan berkencan dengan pria baik-baik. Ada banyak cara yang lebih bijaksana untuk menggunakan tiket hoki yang tidak terpakai, suara hatiku yang masuk akal mengingatkanku. Seperti Hugh atau para vampir. menghubungi salah satu dari mereka akan memberikan interaksi yang lebih aman.

Tapi... Tapi mereka memperlakukanku seperti seorang saudara perempuan, sementara aku menyayangi mereka sebagai kan keluarga juga, Aku tidak ingin menjadi sekadar saudara perempuan sekarang ini. Lagi pula, bukannya ini kencan sungguhan. Ini hanyalah masalah teman. Plus, kewaspadaan yang sama untuk Seth, kurangnya interaksi berlaku untuk Roman juga. Hal ini sepenuhnya aman. Aku memencet nomornya.

"Halo?"

"Aku lelah menyimpan mantelmu." Aku bisa mendengar senyumnya di seberang.

"Kupikir kau sudah membuangnya."

"Apa kau gila! Itu Kenneth Cole. Lagi pula, bukan itu alasan ku menghubungimu."

"Yeah, sudah kuduga."

"Apa kau ingin datang ke pertandingan hoki malam ini?"

"Pukul berapa pertandingan dimulai?"

"Um, 40 menit yang lalu." Diam ala Seth.

"Jadi, kau baru terpikir mengundangku sekarang?"

"Yah... Orang yang seharusnya datang bersama aku tidak muncul."

"Dan sekarang kau menghubungiku?"

"Yah, Kau sangat ingin pergi keluar."

"Iya, tapi aku... Tunggu sebentar. Aku pilihan kedua mu?"

"Jangan menganggapnya seperti itu. Anggap saja, entahlah, kok menempati tempat yang tidak bisa ditempati seseorang."

"Seperti juara kedua Miss America?"

"Jadi, kau akan datang atau tidak?"

"Sangat menggoda, tapi aku sibuk sekarang. Dan aku tidak mengada-ada." Hening lagi. "Aku akan mampir ke tempatmu setelah pertandingan."

Tidak, bukan itu yang ku inginkan. "Aku sibuk setelah pertandingan."

"Melakukan apa, kau dan teman-temanmu yang tidak muncul punya rencana lain?"

"Aku...tidak. Aku harus... Memasang sebuah rak buku. Akan makan waktu. Kerja keras, kau mengerti?"

"Aku pandai dalam pekerjaan keterampilan tangan. Aku akan menemuimu beberapa jam lagi."

"Tunggu, kau tidak bisa..." Teleponnya terputus.

Aku memejamkan mataku sejenak dalam keadaan kesal, membukanya, kemudian kembali menonton pertandingan. Apa yang sudah kulakukan?