Sejujurnya, keinginan terbesarku adalah memiliki hubungan yang normal, untuk mencintai dan dicintai tanpa kerumitan supernatural. Hal yang kecil, pikirku sedih, dibandingkan dengan contoh Roman yang begitu besar. Sama sekali tidak gila, hanya tidak mungkin. Aku tidak tahu aku menginginkan cinta sekarang sebagai pengganti pernikahan manusia yang telah kuhancurkan atau hanya karena tahun-tahun sudah menunjukkan padaku bahwa cinta lebih dapat memuaskan dibandingkan menjadi pelayan tubuh secara berkelanjutan. Bukan berarti hal itu sama sekali tidak menyenangkan. Diinginkan dan didambakan adalah hal yang menggoda, hal yang banyak diinginkan oleh manusia dan makhluk abadi. Tapi mencintai dan menginginkan adalah hal yang berbeda.
Hubungan dengan manusia abadi lain tampaknya seperti suatu pilihan yang logis, tapi hubungan antar pegawai neraka terbukti bukan kandidat ideal untuk stabilitas dan komitmen. aku pernah menjalani hubungan yang cukup memuaskan dengan beberapa pria seperti ini beberapa tahun yang lalu, tapi semuanya tidak berarti.
Bagaimanapun juga menjelaskan semua ini bukanlah sebuah percakapan yang akan ku bicarakan dengan Roman dalam waktu dekat. Jadi, aku malah mengakui fantasiku yang kedua, sedikit terkejut betapa Aku menginginkan hal itu. Orang-orang biasanya tidak menanyakan apa yang ku inginkan dalam hidup. Kebanyakan hanya bertanya posisi apa yang ingin kulakukan.
"Yah, kalau aku tidak bekerja di toko buku... Dan percayalah, aku sangat bahagia disana... Sepertinya aku ingin menjadi koreografi pertunjukan tari di Vegas."
Roman menyeringai lebar. " Nah, kau lihat, kan? Itu adalah hal gila yang kumaksudkan." Dia mendekat.
"Jadi apa yang menahanmu dari dada yang telanjang dan perhiasan? Resiko? Sensasionalisme? Apa yang akan dikatakan orang-orang?"
"Tidak," kataku sedih. "Hanyalah fakta kalau aku tidak bisa melakukannya."
"Tidak bisa adalah..."
"Maksudku, aku tidak bisa mengatur koreografi karena aku tidak bisa mengarang rutinitas. Aku sudah mencoba. Aku tidak bisa... Aku tidak bisa menciptakan apapun, itulah masalahnya. Apapun yang baru. Aku bukan tipe yang kreatif."
"Tapi itu benar."
Seseorang pernah bilang padaku kalau makhluk abadi tidak seharusnya bisa menciptakan, bahwa itu adalah hak yang dimiliki manusia untuk meninggalkan jejak dalam kehidupan mereka yang singkat. Tapi aku mengenal makhluk abadi yang bisa melakukannya. Peter selalu membuat kejutan dengan kemampuan kulinernya. Hugh menggunakan tubuh manusia sebagai kanvas. Tapi aku? Aku tidak pernah bisa melakukannya saat menjadi manusia juga. Kekurangannya ada padaku.
"kau tidak tahu seberapa keras aku mencoba untuk menciptakan sesuatu yang kreatif. Kelas melukis. Pelajaran musik. Aku adalah bentuk kegagalan yang terburuk, peniru dari orang jenius."
"Kau cukup bisa beradaptasi dengan proyek pembangunan ini."
"Desain orang lain, pengarahan dari orang lain. Aku hebat dalam hal itu. Aku pandai. Aku bisa mencari alasan. Aku bisa membaca orang, berinteraksi sangat baik dengan mereka. Aku bisa mengopi sesuatu, mempelajari langkah dan gerakan yang benar. Mataku, contohnya." Aku menunjukkannya. "Aku bisa memakai make up sama atau lebih baik daripada pelayan toko manapun. Tapi aku mendapatkan ide dari orang lain, dari gambar di majalah. Aku tidak bisa memakai make up dengan gayaku sendiri. Tentang Vegas? Aku bisa berdansa di sebuah pertunjukan dan sempurna. Sungguh. Aku bisa menjadi bintang dari acara apapun... Mengikuti koreografi orang lain. Tapi aku tidak bisa menulis gerakan apapun sendiri, tidak dengan cara yang paling mudah sekali pun."
Papannya sudah selesai. "Aku tidak percaya ini," kata Roman. pembelaan dirinya yang bersemangat membuatku terkejut dan mempesonaku. "Kau pandai dan hebat. Kau cerdas... Sangat. Kau harus memberikan kesempatan pada dirimu sendiri. Mulailah dari sesuatu yang kecil, lalu mulai dari sana."
"apa ini waktunya kau berkata kalau aku harus percaya pada diriku sendiri? Langit adalah batasnya?"
"Tidak. ini adalah bagian di mana Aku bilang padamu kalau hari sudah larut, dan aku harus pergi. Rak mu sudah selesai, dan aku menikmati malam yang menyenangkan."
Kami sama-sama berdiri dan mengangkat lemari buku, menyandarkannya di dinding ruang tamuku. Melangkah mundur, kami memperhatikannya dalam diam. Bahkan Audrey muncul untuk memeriksa.
Tiap rak tampak miring. Salah satu sisinya hampir sejajar dengan sudut papan bagian belakang, yang lain memiliki jarak beberapa senti. 6 lubang tampak jelas di papan belakang. Dan yang paling buruk, semuanya tampak miring ke kiri.
Aku mulai tertawa. Dan tidak bisa berhenti. Setelah beberapa saat terkejut, Roman ikut tertawa.
"Ya, Tuhan," kataku akhirnya, mengusap air mata.
"Itu benda paling buruk yang pernah kulihat."
Roman membuka mulutnya untuk menyatakan ketidak setujuan, kemudian mempertimbangkan. "Sepertinya begitu." Dia memberi hormat. "Tapi kupikir itu bisa bertahan, kapten."
kami membuat beberapa komentar yang sebelum aku mengantarnya ke pintu, ingat untuk mengembalikan mantelnya. Berlawanan dengan leluconnya, dia tampak lebih kecewa soal kegagalan itu daripada aku, seolah-olah dia sudah mengecewakanku. Entah bagaimana, aku menanggapi hal ini lebih menawan daripada kalimat-kalimatnya yang sempurna yang diungkapkan pada saat yang tepat serta pesonanya yang sempurna. Bukannya aku tidak menyukai hal itu. Aku memperhatikannya saat kami berpamitan, memikirkan tentang kesopanannya dan kepercayaannya yang mendalam kalau aku akan mengikuti keinginan hatiku. Kumpulan rasa takut yang selalu kurasakan di sekeliling orang yang ku sukai mulai melembut sedikit.
"Hei, kau tidak pernah mengatakan mimpi gila mu."
Mata Roman yang jernih menyipit. "Tidak terlalu gila. Hanya berusaha untuk berkencan denganmu."
Tidak terlalu gila. Sama sepertiku. Persahabatan lebih penting daripada ketenaran dan daya tarik. Aku nekat mengambil resiko.
"Kalau begitu... Apa rencana mau besok?"
Roman berseri-seri. "Tidak ada."
"Kalau begitu mampirlah ke toko buku sebelum tutup. Aku mengajar kelas menari." Akan ada banyak orang di kelas tari. Hal itu pasti lebih aman untuk kami.
Senyuman itu menghilang cepat. "Kelas tari?"
"Ada masalah? Apa kau ingin mengubah pikiranmu soal kencan?"
"Yah, tidak, tapi... Apa ini seperti Vegas? Kau dalam balutan berlian buatan? Karena aku mungkin menyukainya."
"Tidak juga."
Roman mengangkat bahu, kharisma nya bersinar. "Well. Kita simpan itu untuk kencan kedua."
"Tidak. Tidak ada kencan kedua, ingat? Hanya satu, dan itu saja. Kita tidak saling bertemu lagi. Kau yang bilang begitu. Rahasia super Pramuka... Apapun itu."
"Itu pasti berlebihan."
"Tidak. Itu namanya bohong."
"Ah," Roman mengedipkan matanya padaku. "Kupikir kedua hal itu tidak sama, bukan begitu?"
"Aku .." kalimat ku terhenti.
Roman membungkuk lucu padaku sebelum pergi. "Sampai jumpa, Georgina."
Aku kembali ke dalam, berharap aku tidak melakukan kesalahan, dan menemukan aubrey duduk di salah satu rak ku. "Whoa, hati-hati," teriakku. "Aku pikir itu tidak terlalu aman."
Meskipun sudah larut, aku tidak merasa lelah. Tidak setelah malam gila bersama Roman. Aku merasa bersemangat, kehadirannya mempengaruhi tubuh dan pikiranku. Merasa penuh inspirasi, aku mengusir Aubrey dari lemari buku dan mulai mengisi rak. Dengan setiap tambahan beban baru, kupikir lemari itu akan roboh, tapi ternyata tetap bertahan.
Saat aku meraih buku-buku Seth Mortensen, tiba-tiba aku ingat bencana yang terjadi sepanjang malam ini. Rasa marah menyerangku lagi. Aku mendengar kata-kata dari sang pengarang terus-menerus. Soal ditabrak mobil masih menjadi kemungkinan, tapi instingku melakukannya. Ya jelas sudah menolakku.
Sebagian dari diriku berpikir untuk menendang bukunya karena kesal, tapi aku tahu kalau aku tidak akan pernah bisa melakukannya. Aku terlalu menyayangi buku-buku itu. Tidak perlu menghukum mereka karena kesalahan penciptanya. Aku mengambil The Glasgow Pact, tiba-tiba tidak sabar untuk membaca 5 halaman berikutnya. Aku meninggalkan sisa buku yang belum dimasukkan kerak dan duduk di sofa, aubrey di kakiku.
Saat aku mencapai titik berhenti, Aku menemukan sesuatu yang menakjubkan. Cady mulai jatuh cinta. Tidak pernah terjadi sebelumnya. O'Neill, pria yang selalu mempesona para wanita, selalu jatuh cinta sepanjang waktu. Cady tetap murni, tidak peduli ada berapa banyak gurauan seksual yang dilontarkannya kepada O'Neill. Tidak ada yang berarti terjadi sejauh ini di buku, tapi aku bisa membaca tanda-tanda Apa yang akan terjadi padanya dan investigator yang mereka temui di Glasgow.
Aku terus membaca, tidak berhasil meninggalkan ceritanya menggantung. Dan semakin jauh aku membaca, semakin sulit untuk berhenti. Akhirnya aku merasakan kenikmatan rahasia dan tidak masuk akal karena melanggar aturan 5 halaman. Entah bagaimana, rasanya seperti aku sudah membalas Seth.
Malam semakin larut. Cady tidur dengan pria itu, dan O'Neill menjadi cemburu dan panik, perlawanan dengan pesonanya yang tenang. Sialan. Aku meninggalkan sofa, memakai piyama, dan bergelung di tempat tidurku. Aubrey mengikuti. Aku terus membaca.
Aku menyelesaikan buku itu pukul 4 pagi, mata mengantuk dan kelelahan. Cady menemui pria itu beberapa kali lagi sampai dia dan O'Neill menyelesaikan kasus mereka, menakjubkan seperti biasa, tapi tiba-tiba kurang menarik dibandingkan dengan perkembangan hubungan pribadinya, kemudian dia dan laki-laki Skotlandia itu berpisah. Dia dan O'Neill kembali ke Washington D.C., dalam status quo kembali.
aku menghembuskan nafas dan meletakkan buku itu di lantai, tidak tahu harus berpikir apa, terutama karena aku begitu lelah. Tetap saja, dengan usaha yang berani aku bangkit dari tempat tidur, menemukan laptopku, dan masuk ke akun email Emerald City milikku. Aku mengirimkan email singkat pada Seth: Cady jatuh cinta. Apa-apaan itu? Kemudian, setelah dipikir-pikir: omong-omong, pertandingan hokinya keren sekali.
Sudah puas mengatakan opiniku, aku langsung tertidur...hanya untuk dibangunkan beberapa jam kemudian karena alarm jamku.