Namun panggilan telepon itu seakan tidak berhenti mengganggunya. Terus dan selalu saja berdering, membuat suka cita Celine hilang.
"Apa sih maunya lelaki ini! Kenapa sangat mengganggu?" decak Celine, tanpa sadar suaranya cukup kuat, membuat teman satu ruangannya menoleh dengan banyak pertanyaan.
"Celine, ini jam kerja. Kenapa harus menjerit seperti itu?" tegur salah satu rekan kerjanya.
"Eh- maaf, Nay. Maaf semuanya," balas Celine dengan canggung.
"Tidak masalah. Lanjutkan pekerjaanmu," balas Abdi.
"Eh ... Ada P-pak Abdi?" Celine menjadi sangat kikuk. Ini kali kedua atasannya tersebut melihatnya bertingkah yang tidak sepantasnya saat jam kerja.
Abdi hanya tersenyum manis. "Nanti datang ke ruangan saya," ucapnya ramah.
"Eh ... Ba-baik, Pak."
"After lunch," tambah Abdi memberi keterangan.
Celine tersenyum sopan membalas perintah Atasannya tersebut.
Setelah punggung Abdi menghilang di balik lorong, Celine membuang napasnya dengan kasar.
"Hufff..."
Nayla melihat hal itu, dan mendekat ke meja Celine.
"Katakan apa yang terjadi? Kenapa kamu terlihat aneh sekali?" tanya Nayla.
"Eh ... Apakah terlihat seperti itu?" Celine berbalik tanya.
"Ya, dan itu sangat jelas. Kamu tahu, orang yang selalu bilang 'Eh, eh, eh' contoh orang linglung paling jelas! Ayo, katakan padaku apa yang sedang terjadi? Kenapa kamu sangat tidak fokus?" oceh Nayla.
"Emp... Aku sendiri bingung harus bilang dari mana." Wajah Celine terlihat sangat sedih.
"Haa? Bukannya kamu saat ini sedang bahagia? Cintamu sudah kembali kan; Darren Theodore? Seharusnya kau senang akan hal itu, kenapa malah sedih?"
Celine menggigit bibir bawahnya. "Apa kamu tidak melihat berita tadi malam?" tanya Celine.
"Berita? Hemp ... kamu tahu sendiri, aku tidak pernah up to date kalau mengenai masalah berita. Lah, mana mungkin aku tahu," jawab Nayla santai.
Celine memijat-mijat kepalanya melihat tingkah Nayla.
Ya, Nayla adalah salah satu dari sedikit orang yang mengetahui hubungan Darren dengan dirinya. Tentang bagaimana cinta itu harus terhenti begitu saja, dan Darren pergi. Tentang, penantian yang tampak tidak lelah dijalani Celine, walau tanpa adanya kepastian.
Berbicara tentang kepastian, boro-boro ada kepastian, perginya Darren pun begitu saja, tanpa kata, tanpa salam perpisahan, tanpa kecupan di kening.
Malam itu Darren menghilang bak di telan bumi, bahkan langkahnya saja tidak terdeteksi. Dan Nayla tahu percis bagaimana rapuhnya Celine menjalani hari-hari tanpa Darren, yang merupakan cinta pertamanya.
Mungkin benar, cinta pertama tidak harus berjalan semulus cerita dongeng 'Fairy Teles' yang bertemu dan bersama. Bahkan ada pula di antara kisah itu, yang hanya dikutuk tidur dan dihampiri pangeran. Namun apa pun itu, kisah cinta pertama adalah hal yang paling berkesan bagi setiap insan. Entah itu tentang keindahan kisahnya, kekocakannya, atau bahkan nikmatnya sebuah luka yang pertama kali disuguhkan oleh cinta.
"Kamu malah bengong, katakan apa yang terjadi? Kamu yang seperti ini sangat berbeda dari biasanya." Nayla terus mendesak Celine untuk bercerita padanya.
Baru saja Celine akan menjawab pertanyaan cerewet Nayla, suara getar ponsel menghentikannya.
"Ponselmu berbunyi lagi," ucap Nayla, "Wooo itu panggilan dari kekasih hati. Tampaknya setelah ini suasana hatimu akan secerah langit biru di siang hari. Ha ha ha..." Nayla bergurau receh pada rekan kerjanya tersebut.
Ya, mereka memang cukup dekat, tetapi tidak ada terjalin kata sahabat dalam hubungan mereka. Hanya pertemanan antara rekan kerja dan pertemuan itu juga dimulai dari tempat kerja.
Walau mereka berdua tidak pernah mengklaim sebagai sahabat, tetapi hubungan keduanya cukup erat. Saling ada di saat membutuhkan; entah itu untuk sebuah pundak, atau untuk menangis bersama, bahkan saling mendukung. Ternyata pada akhirnya, bukan tentang siapa yang menyebut dirinya sebagai sahabat, tetapi tentang siapa yang selalu ada, baik itu saat tangis, tawa, atau kegilaan.
Celine mematikan panggilan telepon masuk yang sejak tadi bergetar mengganggunya. Membuat Nayla bertanya-tanya.
"Eh ... Telepon Darren kenapa kamu tolak? Hemp... Aku tahu, pasti kau ingin sok tarik ulur karena dia sudah meninggalkanmu, benar?" duga Nayla.
"Nay, stop!" Celine histeris.
Tidak lama, kemudian dia menyadari tingkah konyolnya itu. "Itu ... Darren putra dari Bapak Vincent Theodore, pemilik TO brand."
"What?" Mendadak Nayla menjerit sambil bangkit berdiri, melupakan situasi mereka saat ini, yaitu masih jam kantor.
"Nay... Husst!" Celine langsung menutup mulut Nayla.
"Umggg..." Nyala meronta pelan.
"Berjanjilah untuk tidak mengeluarkan suara yang kuat. Kita akan dimarahi nanti," ucap Celine.
Nayla membuat dua jarinya ke atas pertanda sepakat. Celine pun melepaskan mulut Nayla yang dikatup dengan tangannya.
"Huff!" Celine membuang napasnya dengan kasar kembali duduk.
"Katakan ... Apa yang terjadi? Kenapa bisa seperti itu? Atau jangan-jangan Darren di adopsi sama Bapak Vincent setelah dewasa? Pasalnya, selama ini tidak ada berita tentang hal itu, bukan?".
"Adopsi setelah besar? Memangnya kamu kira ada cerita begitu. Adopsi saat kecil bisa jadi," balas Celine.
"Tapi sejak dulu, kita tidak tahu ini, kan? Bisa saja dia dipungut saat tiba-tiba pergi," jawab Nayla polos.
Hal inilah yang buat Celine; seorang introver, bisa bertahan berteman dengan Nayla, gadis berumur perak itu terlalu apa adanya dengan pikiran simpelnya. Membuat Celine yang pada dasarnya tidak terlalu suka basa-basi merasa nyaman berteman dengan Nayla.
☘️☘️☘️
Jika saja ada undian, yang akan mewujudkan satu mimpi di saat itu juga. Yang kuinginkan hanya, bolehkah takdir membuatmu dan aku terlahir, tanpa perbedaan, terutama itu tentang kedudukan?^^
Ingin kutinggalkan, tetapi hati tetap terpaut. Aku bagaimana?