"Kamu jangan menjadi tidak percaya diri seperti ini," tegur Nayla.
"Jadi Aku harus bagaimana? Coba katakan apa yang harus aku lakukan? Semua itu terlihat nyata, Nay. Siapa pun dapat melihatnya. Bertahan? Huh! Itu mustahil. Hubungan ini sangat kelabu, hitam dan putih menyatu menjadi satu. Membuat segalanya buram. Aku bahkan tidak bisa membedakan yang mana putih dan yang mana hitam; yang mana sebuah jalan, atau yang mana buntu! Sangat suram. Aku menyayangkan kisah ini. Terkutuklah kisah cinta yang tidak direstui karena perbedaan kedudukan seperti ini! Hiks hiks hiks..."
Celine kembali menangis setelah sejak tadi mencoba menghentikan butiran air murni itu keluar. Tapi lagi dan lagi bocor begitu saja, melewati kelopak matanya. Walau sudah dibendung, akan tetap keluar selama rasa sakit itu masih bertahta.
"Aku mengerti..."
Hanya kata itu yang bisa diungkapkan Nayla. Tidak ada hal lain lagi yang bisa dia katakan, semua yang Celine paparkan terlalu membuatnya speechless.
Walau tidak pernah mengalami kisah cinta yang seperti itu, tapi Nayla paham betul yang dirasakan Celine. Hal ini lebih menyakitkan daripada saat ditinggal dengan segudang pengkhianatan, karena pada akhirnya kita sendiri bisa memilih membenci orang itu. Namun ini? Jika ingin hidup membenci, apa yang harus dibencikan? Keadaan? Jika seperti itu, pada siapa akan dijatuhkan seluruh kesalahan yang disediakan si pembuat keadaaan.
Jika harus membenci Darren? Itu sangat tidak adil bukan? Pasalnya, Darren pun bukan tinggal diam dalam kisah ini, mereka sama-sama saling mempertahankan, walau hingga di mana akhirnya, tidak ada yang dapat menerka, semuanya terlalu kelabu.
Kedua insan itu saling tersakiti. Dengan membenci satu sama lain, itu seperti memberi tetesan rasa asin pada darah yang sudah mengering.
"Hufff...! Setidaknya aku merasa sedikit lebih baik," ungkap Celine setelah beberapa saat menangis.
Dengan penuh kasih, Celine menyentuh pundak Nayla. "Nay, terima kasih. Setidaknya kesesakan tadi sedikit berkurang. Aku tidak mengerti, tidak tahu harus bagaimana kalau aku hanya tinggal diam begitu saja menahan rasa sesak itu. Pasti hidupku tidak akan bisa bernapas dengan lega," tambah Celine.
"Jangan sungkan. Kamu juga melakukan hal yang sama dikala aku dikhianati Zico," imbuh Nayla.
"He he... Dan lihat, sekarang kau tampak baik-baik saja. Melihat kondisimu yang seperti ini, tidak akan ada yang menduga kalau kamu pernah menerima berjuta pengkhianatan yang dahsyat. Aku harap kelak bisa bangkit sepertimu." Celine tersenyum manis, tapi tetap saja hal itu tidak menutupi isi hatinya yang rapuh.
"Jangan bodoh! Kasus kita berdua berbeda. Aku dikhianati Zico secara sadar, dia memang berencana memberi luka itu padaku dengan akalnya yang sehat. Jadi aku bisa dengan bebas mengutuknya dalam hati. Benar-benar membencinya, sehingga dengan mudah bisa melupakannya. Sementara kamu dan Darren, itu kasus yang unik. Kalian saling mencintai. Hanya saja situasi sedikit menyimpang. Coba katakan, mana mungkin kamu akan membenci Darren karena hal ini. Dalam kasus ini, dia pun sama terlukanya denganmu."
Celine menatap sembarang tempat dengan nanar. "Itulah yang aku pikirkan. Ingin membenci, mengutuk, membunuhnya barang kali, itu mustahil! Dia pun terluka dalam hal ini. Akan kusebut apa Darren dalam kisah ini?" decak Celine.
"Itulah. Jadi jangan sesekali samakan Darren dengan lelaki busuk nan berbelatung seperti Zico bajingan itu." Terdengar jelas kebencian dari setiap ucapan Nayla. Tentu saja itu datangnya dari hati.
Seandainya semudah itu hubunganku dengan Darren, alangkah betapa indahnya. Aku tinggal membencinya, mengutuknya, dan melupakan semuanya. Walau mungkin tidak mudah kembali untuk menerima sosok lelaki baru, bukan karena trauma, hanya saja terlalu ingin lebih berhati-hati ke depannya agar bisa menjaga hati dari kehancuran yang mungkin akan terjadi, gumam Celine.
"Hemp… baiklah. Sebaiknya sekarang kita kembali bekerja. Ada pekerjaan yang deadline hari ini," ucap Celine.
"Sini … aku akan memoles sedikit bedak untukmu. Agar wajah bengkakmu itu tidak nampak. Sangat jelek!" Nayla tertawa.
Kedua wanita itu pun pergi kembali bekerja di mejanya masing-masing, hingga terlarut di dalamnya.
Tidak terasa jam istirahat pun tiba. Saat akan menuju kantin kantor, di meja resepsionis Celine dicegat oleh rekannya yang lain.
"Celine…" panggilnya.
Hal itu berhasil menghentikan langkah Celine dan menoleh ke sumber suara.
"Hu'um … ada apa?" tanya Celine ramah.
☘️☘️☘️
Tentang luka^^
Siapa yang dapat mengukur kadar perihnya dari sebuah luka? Yang terlihat biasa aja bagi orang lain, bisa jadi hal yang paling menyakitkan bagi yang lainnya. Kamu sendiri yang dapat memperkirakan tinggi takarannya. Sebaik-baiknya, hanya kamu yang dapat mengatasi hal tersebut. Menangis sepuas-puasnya, lalu tersenyum untuk bangkit.