"Memangnya apa yang salah dengan tontonan seperti itu? Hidupmu saja yang terlalu serius!" ketus Celine.
Sesaat kemudia, matanya langsung terfokus pada makanan di depannya.
"Tidak salah sebenarnya. Hanya saja akan mendoktrin hayalan yang tinggi. Berharap memiliki kisah cinta yang mulus dan sebagainya. Kisah cinta yang mulus biasanya tidak akan bertahan lama. Jadi jangan mengharapkan kisah cinta yang begitu! Datang dan dilamar; memang perjalanan menuju wajah yang glowing? Eh, ralat! Mendapatkan wajah yang glowing juga butuh perjuangan yang ekstra. Kalau malas treatment dan berharap bisa glowing, please bangun dari mimpi terkutuk itu!" papar Nayla.
"Ha ha ha… Kamu gak ada bedanya kayak mamaku, yang selalu mengibaratkan sesuatu." Satu tawa lagi terdeskripsi di bibir Celine.
"Apa kau baru baru saja mengatakan kalau aku ini sudah cocok menjadi ibu-ibu, begitu?"
"Ah… apa terdengar seperti itu? Kalau begitu bagus dong, artinya aku tidak harus merancang banyak kata demi untuk membuatmu sadar. Ha ha ha…"
"JAHAT! Teman seperti apa dirimu?" kutuk Nayla. "Tapi benar sih, aku juga ingin segera jadi ibu-"
Dengan cepat Celine menimpuk, "Jangan lupa, cari ayahnya dulu. Punya anak tidak ada bapaknya, ILEGAL!" tegas Celine.
Mungkin karena sama-sama merasakan perihnya dalam hubungan asmara, hubungan Celine dan juga Nayla terjalin cukup dekat, walau tanpa adanya kata persahabatan di antara mereka. Selain itu, mereka sama-sama memiliki nilai juang yang tinggi. Wanita yang berprinsip dan berpendirian tetap.
"Ah… Sayangnya begitu. Seandainya saja tidak ilegal, alangkah indahnya memiliki anak biologis tanpa harus dipusingkan dengan urusan percintaan dan lelaki!"
Kecerewetan Nayla memang tidak akan ada habisnya. Celine melanjutkan makanannya yang sejak tadi dianggurkan begitu saja karena ocehan Nayla yang tiada habisnya. Padahal cacing dan pengecapan rasanya sudah tidak sabar untuk mencerna makanan nikmat itu.
🦋🦋🦋
"Sampai ketemu besok. Bye-bye…"
Ketika ucapan itu telah berkumandang di area kantor, pertanda bahwa jam bekerja sudah selesai dan waktunya pulang. Walau ada beberapa dari antara karyawan/karyawati yang memilih tinggal sebentar lagi karena keharusan menyelesaikan pekerjaan yang akan dead-line. Termasuk Celine, yang harus tinggal untuk beberapa menit berjalan ke depan, agar dapat menyelesaikan pekerjaan yang baru saja diberikan Pak Abdi, atasannya secara langsung.
Bisa-bisanya Pria itu memberinya pekerjaan yang cukup memakan waktu banyak dan deadline-nya besok. What the hell! Ini bukan hal yang mudah. Entah akan berapa lama lagi Celine berdiam dalam gedung yang berdominasi warna putih itu.
Setelah bergelut ria dengan pekerjaan yang sangat menyita pikiran, Celine pun pulang. Dia berjalan sendiri menuju area parkiran. Karena sudah tidak banyak karyawan yang memilih untuk tetap tinggal di jam kerja yang sudah usai.
Itu wajar! Tidak perlu munafik, bagi seorang pekerja atau sebut saja seorang karyawan, jam istirahat dan jam pulang adalah waktu yang akan selalu ditunggu, bila perlu, wajib set alarm agar jam-jam nikmat itu terlewatkan. Tentu, bagi Celine pun demikian; kalau tidak sangat terpaksa harus lembur.
'Click… Click'
Dari jauh, Celine sudah membuka pintu mobil. Dia sungguh lelah. Lehernya begitu tegang, dan ingin rasanya langsung berbaring. Bahkan sejak masih berperang dengan file-file yang akan diserahkan besok, sesuai jadwal deadline dadakan si Pak bos.
Saat akan membuka pintu mobil, tiba-tiba saja ada sosok yang menyambar tangannya. Membuat Celine melogo dan terhenti membuka pintu.
"Kamu?" decak Celine.
"Sayang … kamu lembur?" jawab Darren dengan penuh cinta. Diraih tangan Celine dan menempelkannya di pipinya. "Aku sudah menunggumu sejak tadi," tambah Darren.
"Lepaskan!" seru Celine, sambil memberontak ingin melepaskan tangannya dari pertahanan Darren.
"Iya, akan aku lepaskan. Bolehkah aku masuk ke mobil denganmu?" pinta Darren, pegangannya pun dilonggarkan.
Dengan kasar, Celine melepaskan tangannya dari Darren. Memasang wajah yang sangat cemberut.
"Bagaimana? Aku bisa masuk, ya? Sekalian tolong antar aku pulang. Tiba-tiba saja mobilku tadi mogok saat mau ke sini, dan aku membawanya ke workshop. Jadi aku tidak tahu harus pulang dengan apa," tambah Darren, karena sejak tadi Celine tidak menjawabnya.
"Mingkir! Itu bukan urusanku!" balas Celine. Dengan kasar ia mendorong Darren, hingga terdengar bunyi rintihan kecil yang keluar dari mulut Darren.
'Aaauhh…' Begitu bunyinya.
"Dar-" Celine menyentuh pundak Darren. Nakalnya, itu hanyalah ulah jahil Darren. Mana mungkin pria itu kesakitan hanya karena dorongan dari seorang wanita lemah seperti Celine.
Saat tangan Celine akan mencapai pundak Darren, dengan sigap Darren menangkap tangan mungil nan lentik itu. Menariknya lembut sehingga terjatuh ke pelukannya dan bersandar di depan pintu mobil.
Sejenak mata keduanya saling menatap secara intens, diiringi detak jantung yang seakan ikut kejar-kejaran, berirama ria dan saling menonjolkan kehadirannya.
"Cup!"
Sebuah ciuman lembut dan singkat mendarat di bibir wanita yang memiliki jenis Peaked Cupid's Bow.
Sontak, hal itu membuat Celine terkejut, matanya membulat. Ya, ini adalah ciuman pertama mereka sejak kenal, berpacaran, hingga kini.