Chereads / Cinta yang (tidak bisa) Kutinggalkan / Chapter 17 - I Chose to retreat!

Chapter 17 - I Chose to retreat!

"Kau menghindar? Karena kau sudah dapat membaca tujuanku membawamu, kan?" tanya Dave. "Kau memang benar, tujuanku itu untuk melihat bagimana reaksi Darren terhadat cemoohan yang diberikan ibunya padamu, dan tidak melenceng dari perkiraanku," papar Dave, tampak sebuah senyum di sudut bibirnya.

"Ya, aku sudah membacanya dan itu tidak akan mempengaruhi apa pun juga! Sebaik-baiknya, kau simpan segala tujuanmu, aku tidak akan tergugah!" tegas Celine.

"Wahh... tampaknya rasa cinta itu sudah membutakan mata batinmu. Aku jadi ingin tahu, sampai kapan kau akan buta seperti ini?"

Celine menatap tajam Dave.

Tanpa gentar, Dave melanjutkan bualannya.

"Yang kutahu, cinta tidak pernah seperti itu. Emp... maksudku ialah, cinta akan berdiri di samping kita, saat badai apa pun menghadang. Apalagi, kasusnya yang tadi adalah cibiran dari orang tua sendiri. Aku jadi kamu ya-"

"Tidak perlu mengibaratkan kejadian tadi dengan siapa pun. Tidak hanya kau, aku sendiri sangat tidak terima atas perlakuan yang seperti tadi. Tapi, kita harus sadar, bahwa ada batasan-batasan seseorang. Tidak semua hal harus dilakukan seperti keinginan sendiri, begitu juga dengan Darren yang tadi. Posisi tadi membuatnya cukup dilema, antara aku, wanita yang dicintainya atau antara ibu yang sudah melahirkan dan merawatnya penuh cinta. Dan, tidakannya itu sangat benar, diam tanpa berkutik!" papar Celine. "Aku tegaskan sekali lagi, tujuanmu tidak akan terwujud."

Celine pun melangkah pergi.

Darren yang sejak tadi ada di situ, tetapi dengan jarak yang tidak akan bisa terlihat karena suasana gelap lokasi tersebut, berhasil mendengar semua yang Celine katakan.

"Terima kasih sudah mengerti dengan kondisiku," gumamnya pelan.

"Hei wanita, tunggu...!" Dave mengejar Celine.

"Tunggu! Kenapa kau berjalan begitu cepat? Kau salah paham maksudku, dan aku harus menjelaskan itu padamu!" Dave terus mengejar Celine.

Saat tinggal beberapa langkah lagi, Dave langsung menarik lengan Celine.

"Ada apa lagi?" pekik Celine.

"Tunggu sebentar! Sepertinya ada kesalahpahaman di antara kita."

"Kalaupun terjadi kesalahpahaman, itu bukan hal yang perlu dipusingkan! Kita tidak saling kenal, dan itu tidak akan mempengaruhi apa pun juga."

"jangan terlalu cepat menyimpulkan segala sesuatu, tidak ada yang tahu tentang esok. Siapa tahu kita akan menjadi teman kerja atau bahkan barangkali teman hidup." Dave menyipitkan matanya.

"Tidak masuk akal!" decak Celine, dan ingin melangkah lagi.

"Hei! Jangan langsung pergi dulu. Kenapa kau sangat hobi menghindar?"

"Bukannya kita memang harus menghindari orang-orang yang tidak masuk akal?"

"Haa? Apa kau baru saja mengatakan aku ini tidak masuk akal?"

"Kalau nalarmu masih pada tempatnya, kau pasti paham."

Tadinya Dave sangat kesal mendengar celoteh Celine,tapi begitu melihat tawa yang tertahan di sudut bibir Celin, rasa kesalnya pun hilang.

"Tergolong menjadi seseorang yang tidak masuk akal pun tidak masalah, asal memiliki ketegasan! Bukan kayak si 'ono'!"

Celine memicingkan matanya.

"Eh, jangan salah paham dulu. Aku dan dia sebenarnya tidak ada masalah, hanya saja-" Dave menghentikan perkataannya.

"Emp..." Celine berdecak.

"Tidak ada, he he... lupakan saja," lanjutnya.

"Sudah kuduga, kau memang sangat tidak masuk akal!" ketus Celine, ia pun pergi kembali.

"Aish... kalau sudah pergi ya pergilah. Mau bagaimana lagi?" gumam Dave, ia pun menggaruk kelapanya.

Setelah Celine pergi, Darren langsumg cepat-cepat menyusulnya. Setelah tiba jarak mereka sangat dekat, Darren langsung memeluk Celine dari belakang.

"Hei... kau jangan kurang ajar! Percaya atau tidak, aku bisa menghajarmu!" pekik Celine.

Namun, orang itu tidak menghiraukan perkataan Celine, juga Celine pun tidak bisa bergerak ingin melihat siapa yang memeluknya dengan sangat erat seperti ini.

Bau parfum-nya seperti Darren, tapi itu tidak mungkin. Paling saat ini juga dia sedang menikmati waktu bersama gadis pilihan ibunya, batin Celine.

Baru saja Celine akan menginjak kaki yang memeluknya, Darren pun berbicara pelan.

"Biar begini dulu, aku lelah," ucapnya lirih.

"Dar-ren?" gumam Celine, saat pelukan itu longgar, ia pun berbalik.

Celine marah dan sangat kesal, walau ia berkata pada Dave seperti tadi, tetap saja hatinya sangat kesal dan sakit, melihat Darren yang tidak bertindak untuk membantunya sama sekali! Padahal, hinaan yang dilontarkan Linda sudah sangat kejam. Belum lagi, selama ini Darren menutupi identitas-nya. Kalau saja sedari awal pria itu berterus terang tentangnya, Celine bisa mengagak sedalam apa, Darren masuk ke kehidupannya. Tentu saja Celine tidak akan memberikan sepenuh hati dalam mencintai Darren.

Celine menghempaskan tangan Darren.

"Jangan seperti ini, kau menghambatku untuk pulang," jawab Celine pelan.

"Aku tahu kamu sangat marah. Aku mohon, tolong beri aku kesempatan untuk memperjuangkan kita, kamu hanya perlu menungguku. Biar aku yang melakukan segalanya," pinta Darren.

Celine menatap sembarang tempat. Setelah membuang napas yang begitu menyesakkan dadanya, ia pun berkata, "Maaf Darren, tapi aku tidak bisa."

"Celine, tapi-"

"Aku memilih mundur, setelah mengetahui siapa kamu. Aku menolak berjuang, karena aku takut gagal. Aku akan berhenti dan menyerah, setelah melihat kita tidak ada masa depan di antara kita," tegas Celine.

"Celine-"

Darren tidak mampu melanjutkan perkataannya. Semua itu amat sangat sakit didengar. Mulutnya pun juga berat untuk terbuka.

"Aku tahu, menurutmu ini sangat tidak adil bagimu, aku juga merasa demikian. Yang kita dapat hanyalah kesakitan, kalau kita terus bersama. Tidak ada jalan bagi kita," lanjut Celine.

Setelah memberikan senyum indahnya, Celine pun pergi.

"Tidak...!" Darren langsung menyusul Celine. "Aku tidak percaya, kalau tidak ada masa depan untuk kita. Aku tidak percaya itu! Jalan akan selalu ada, kalau kita mau bertahan!"

"Itu kedengarannya memang sangat mudah, jika bertahan dan berjuang, takdir akan memihak! Tapi Darren, ini hidup yang sesungguhnya, tidak bisa siapa pun yang memaksakan segala sesuatu! Tidak kau, atau pun aku dan bahkam semua orang! Jika memang sudah tersurat, maka itu yang akan terjadi."

"Benarkah? Kau mengatakan demikian, apa kau tahu tentang hari esok?"

"Tidak perlu menunggu esok atau menunggu hingga melebur dulu, baru bisa melihat apa yang bisa kita miliki atau tidak. Dalam hidup, Sang penulis takdir memberi kita mandat untuk memilih. Dan di dalam memilih, ada konsekuensinya masing-masing. Tidak juga ada pilihan yang salah, semua hanya tergantung cara pandang masing-masing," jelas Celine.

Ia pun membuang napasnya kembali dengan kasar. "Dan aku melihat, ini terlalu menyakitkan bagiku. Ditolak, dihina bukan karena keburukan sikap yang merugikan semua orang, tetapi karena skandal terbesar dalam hidupku adalah kemiskinan. Menurutmu, apa aku harus bertahan dalam rasa sakit itu?" papar Celine. "Aku tidak memiliki banyak uang yang bisa menyewa pelawak handal untuk menghibir hatiku saat hancur, yang aku punya hanyalah diriku sendiri, bangkit sendiri, maju sendiri, dan menangis sendiri."