Apakah benar, nanti malam adalah kencan pertamaku, tanya Celine berulang kali dalam hatinya.
Tapi ... semakin malam, semakin kehadiran lelaki itu terasa buram. Sejak tadi pagi, dia tidak mengirim satu text apa pun, padahal saat ini sudah pukul 07 malam dan Celine telah bersiap-siap untuk semuanya.
Celine menunggu dalam harap, dia tidak ingin mengizinkan pikirannya untuk berpikir negatif. 'Mungkin dia sedang sibuk, mungkin dia sedang terjebak macet, mungkin dia sedang di jalan.' Itulah yang Celine coba pikirkan.
Hingga waktu telah berjalan ke angka 10 Pm, dengan kata lain, ini sudah jam 10 malam. Akan tetapi yang ditunggu tidak kunjung datang untuk menjemput, bahkan sebuah pesan pun tidak. Celine sangat kecewa, ia menuangkan segala kekecewaannya itu dalam bentuk tangisan. Make-up natural yang tidak terlalu mencolok itu pun sudah sangat berantakan akibat tangisannya. Sengaja dia melewatkan makan malam bersama keluarganya khusus untuk pertemuan janji hari ini.
"Seharusnya dari awal aku tahu, kalau dia tidak pernah serius. Kenapa aku harus berharap?" ucap Celine sambil menangis.
Merasa lelah menangis, dia pun tertidur.
Kring.... Kring!!!
Bunyi suara panggilan masuk itu membangunkan Celine yang baru saja hampir terlelap. Tanpa melihat nama yang tertera di layar ponsel-nya, ia pun langsung menjawab panggilan itu.
On Phone Call-
Celine : "Hemp ... ada apa?"
Darren : "Kamu ada di mana sekarang? Ada apa dengan suaramu? Apa kamu menangis?"
Suara itu langsung dikenali Celine si penerimaan panggilan itu, dengan refleks dia pun langsung duduk dan melihat nama yang sedang menghubunginya.
Damn!!! kalau aku tahu aja dia yang meneleponku, tidak akan ku jawab, maki Celine dalam hati.
Darren : "Kenapa kamu diam saja? Kamu baik-baik saja, kan?"
Celine : "Apa kamu sangat berharap kalau aku ini tidak dalam kondisi baik-baik saja?"
Darren : "Omong kosong!! Tentu saja tidak. Kenapa kamu begitu sensitif? Aku hanya bertanya?"
Celine : "Tuan Darren yang terhormat, saya dalam keadaan yang sangat baik-baik saja! karena anda sudah tahu keadaan saya dan berhubung saat ini sudah dangat larut, sebaiknya akhiri panggilan ini. Saya mau tidur."
Bukannya meminta maaf, malah menanyakan kondisiku! apa dia sangat berharap aku ini menderita!! batin Celine.
Darren : "Sa-saya ingin meminta maaf karena tidak datang menjemputmu hari ini, saya memiliki urusan yang sangat mendadak sampai tidak sempat memberitahumu. Saya harap kamu mau memaafkannya."
"..." Celine terdiam.
Bukan dia tidak ingin memahami alasan yang dikatakan Darren, tapi dia sangat merasa terluka karena kencan pertamanya gagal bahkan sebelum dimulai.
Sekalipun misalnya janji temu mereka batal, setidaknya Darren bisa memberitahunya lebih awal, agar dia tidak berharap dan tidak mempermalukan dirinya di depan orang tuanya. Orang yang paling tidak ingin Celine kecewakan dalam hidupnya.
Darren : "Kamu diam? Itu artinya kamu tidak mempercayaiku?"
Celine : "Emp ... tidak, bukan begitu. Maksudku, aku tidak memiliki hak untuk marah padamu."
Darren : "Kenapa kamu berbicara seperti itu? Kamu memiliki hak sepenuhnya atas diriku. Kejadian ini benar-benar di luar dugaanku. Aku sungguh minta maaf."
Suara Darren begitu terdengar sangat penuh penyesalan.
Kenapa pria ini suka sekali berbicara omong kosong, apa dia tidak sadar apa yang baru saja dia katakan? Apa hak yang kupunya atas dirinya? Kenapa dia bisa berbicara begitu lancar saat mengatakan akulah yang memiliki hak atas dirinya. Kenapa cinta pertamaku begitu berengsek, batin Celine.
Dia sungguh tidak berminat lagi untuk membalas omong kosong Darren.
*tut* Celine memutuskan panggilan itu.
🍂🍂
Senin paginya, saat Celine akan pergi kerja, dia dikejutkan dengan sebuah mobil yang sangat familiar terparkir di depan rumahnya.
"Itu tidak mungkin Darren, kan?" ucap Celine.
Lalu dia segera memastikan siapa lelaki yang bersandar di mobil berwarna Grey itu, menghadap belakang pintu rumah.
Deg!
Jantungnya semakin kian cepat menari, karena menurut dugaannya, pria yang bersandar di mobil itu adalah Darren.
Langkah kaki Celine membuat Darren memutar balik badannya.
"Hai," sapanya.
"Ka-kamu?" pekik Celine, walaupun dia sudah menduga siapa yang datang, tapi tetap saja dia sangat terkejut begitu mengetahui bahwa dugaannya benar. "Apa yang kamu lakukan di sini?" ucapnya menurunkan intonasi suaranya.
"Menjemputmu!" jawab enteng Darren. "Tadinya aku mau masuk, tapi ... aku lihat tampaknya kalian sibuk semua, jadi aku menunggu di sini saja!"
Celine memijat dahinya, mobil Darren terlalu mencolok untuk ukuran kompleks perumahan sederhana yang tempat Celine tinggal.
Setelah ini, bagaimana aku akan menjawab orangtuaku? batin Celine.
"Baiklah, ayo kita pergi sekarang juga," jawab Celine.
Setidaknya untuk saat ini, dan ditempat ini Celine tidak akan berdebat dengan pria ini. Dia tidak kau orangtuanya tahu, bahwa ada seorang pria dengan mobil tampan nongol di pintu rumah. Itu paling gawat!
"Tentu," jawab Darren langsung masuk dan tidak ingin menunda lagi untuk pergi.
Selama sekitar ada 3 km perjalanan, mereka berdua masih saling diam. Saling tidak membuka suara, entah apa yang membuat suasana itu menjadi sangat kikuk.
Celine juga tidak berniat untuk bertanya, apa, kenapa dan mengapa. Terlalu sakit baginya.
Ia mencoba untuk memaklumi segala hal yang terjadi, bukannya biasa juga seperti itu, maka biarkan saja untuk sekarang pun ia memaklumkan hal ini. Entah kapan, ia bisa speak-up bahwa dia memang sedang benar-benar kecewa.
"Ekhem!" Darren sengaja berdeham, ia ingin tahu seperti apa reaksi Celine. Dan reaksi Celine memang seperti yang sudah di prediksi oleh Darren, wanita itu diam saja, tidak terkutik sama sekali. Dan bahkan dengan santainya melihat ponsel-nya.
Huufff!! masa aku kalah dari sebuah benda mati seperti sebuah ponsel, batin Darren. Ia benar-benar kehilangan akal untuk mengajak Celine berbicara.
"Emp ... apa kamu marah karena kejadian malam minggu itu?" tanya Darren pelan. Yah, dia telah memutuskan untuk memberanikan diri berbicara kepada Celine, karena itulah tujuan dia tiba-tiba datang ke rumah Celine tanpa mengabari terlebih dulu.