Di parkiran!
Saat Darren akan pergi menuju parkir khusus mobil, ia melewati tempat parkir motor terlebih dulu. Di sana ia bertemu dengan Celine, yang tampaknya sedang kesulitan menyalakan motor.
"Kamu ke sini naik motor?" tanya Darren pelan.
Suaranya yang begitu lembut juga sangat tiba-tiba, membuat Celine terkejut.
"OMG!" speechless Celine mengeluarkan kata itu.
"Eh maaf ... apa aku mengejutkanmu lagi?"
"Aku sudah sampai menjerit. Apa menurut Bapak, itu bukan mengejutkan?"
"Maaf. Apa ini motormu?"
"Kalau motor orang, apa aku akan menaikinya?"
Wanita ini ketus sekali, batin Darren.
"Aku coba bantu ya?" tawar Darren.
"Apa Bapak bisa?"
"Tidak pasti, kan tadi aku katakan akan 'coba' bantu."
"Ck!"
Celine mengumpat.
"Ini kan motor tadi yang hampir membuatku tabrakan."
Tanpa sengaja Darren mengucapkan kata itu, saat melihat nomor pelat di motor itu.
"Mak-maksud Bapak apa?" tanya serius Celine.
"Eh-"
Darren menjadi kikuk atas ketidaksadaran ucapannya itu.
"Tadi ada motor yang sama percis seperti ini, hampir menyalip jalanku. Mungkin aku salah, tapi ... pelat motornya sama," terang Darren.
Gleg!!
"Eh ... be-benarkah?"
"Tidak perlu gugup seperti itu. Tidak mungkin, kan motor kamu yang menyallip jalanku tadi? Pasti hanya mirip saja."
Ck! Apa lelaki ini pikir, aku sebodoh itu? Memangnya ada pelat motor yang sama? Enak bangat dia, setelah membuat seseorang merasa takut, dengan santainya dia malah jawab begitu,' batin Celine.
"Aduh maaf Bu Celine, ternyata aku tidak mengetahui apa-apa tentang otomotif. Bagaimana jika begini saja, aku akan antar kamu kembali ke store, motor kamu nanti saya akan meminta teman kamu untuk mengantarnya. Kita tidak perlu menunggunya di sini."
"Ok begitu lebih baik."
"Mobil saya ada di sana," ucap Darren menunjukkan parkiran mobilnya.
OMG! Ini kan mobil yang tadi hampir aku tabrak, yang buat dia jadi menabrak pengendara lain' batin Celine. Ia keringat dingin.
"Ada apa?" tanya Darren.
"Eh ... i-itu..." Celine tidak bisa berbicara lagi, dia terlampau takut.
"Kenapa? Apa yang membuatmu begitu gugup?" tanya Darren.
"Emp ... ini mobil Bapak?" tanya Celine.
"Oh tidak, ini mobil kantor."
"Apa?" tanya Celine kuat. Namun, dia langsung menyadari perbuatannya.
Gleg! Celine menelan saliva.
"I-itu ... aku mengaku, akulah yang menyalip jalan Bapak tadi, yang hampir membuat tabrakan."
Darren tersenyum manis. "Masuk dulu, nanti baru kita akan bahas masalah ganti rugi."
Celine mundur beberapa langkah. "Ganti rugi?" tanyanya kaget.
"Ho'um, memangnya apa lagi?" jawab Darren. "Bayangkan saja, kamu hampir membuat tabrakan, dan selain itu-" Darren menunjukkan bagian mobilnya yang lecet.
"Aku yakin, kaulah yang paling tahu, apa penyebabnya sehingga mobilku ini lecet."
Baru saja Celine ingin menjawab, Darren sudah melanjutkan perkataannya lagi. "Ya, benar. Itu lecet karena tergores sayap dari motormu. Untuk membuat mobil ini agar tampak mulus lagi, tentunya menggunakan uang, kan? Jadi, aku merasa kita perlu untuk membahas biaya ganti ruginya. Jujur saja, ini bukan mobilku, ini hanyalah mobil perusahaan. Untuk memperbaiki ini, nanti mereka akan memotong gajiku."
Deg!
Jika tadi jantung Celine berdegup kencang karena ketampanan dari pria itu, maka sekarang adalah kebalikannya. Jantungnya berdegum kencang karena ketakutan mendengar apa Darren katakan.
Ck! Berapa banyak biaya nanti yang akan diperlukan untuk memperbaiki mobil ini? batin Celine. Mukanya sudah menjadi sangat putih karena ketakutan, di tambah memang pada dasarnya ia memiliki kulit yang putih.
Gleg!
"Anu ... ak-"
"Aku merasa berbicara sambil berdiri tidaklah efektif, tidak sopan. Bagaimana kalau kita masuk ke mobil dulu, baru nanti bisa membicarakan secara detail," jelas Darren.
Mukanya sangat lucu ketika dia ketakutan, rasanya aku tidak ingin segera mengakhiri bully-an ini, batin Darren.
Yang benar saja!! Aku tidak mungkin melakukan hal bodoh itu! Ya kali‚ kalau aku masuk‚ sama aja itu masuk ke gua singa‚ yang siap di serang dengan tuntutan uang ganti rugi. Aku mana punya uang untuk ganti rugi. Tapi ... kalau tidak masuk dan lari begitu saja, hidupku bakalan hancur. Lelaki ini, bisa saja akan mengunjungi kantor, dan dia akan meminta ganti rugi atas nama perusahaan. Oh Lord, kenapa aku sangat sial?' batin Celine, ia menggigit bibir bawahnya.
"Bu Celine...?" panggil Darren menyadarkan Celine dari sikap bengongnya.
"Eh, i-iya Pak?" jawab Celine masih gugup.
"Apa kita harus membahas sambil berdiri di basement seperti ini?" desak Darren.
"Heuh?"
Saat ini Celine berada dalam suasana serba salah, hingga membuat wanita itu menjadi salah tingkah.
Dengan sangat terpaksa akhirnya Celine pun ikut masuk ke mobil Dareen. Mau bagaimana lagi, lelaki itu sudah memberi signal agar Celine masuk ke mobil yang pintunya sudah dibuka oleh Dareen.
Deg, dug, dug!!!
Bunyi suara jantung Celine yang bagaikan akan menghadapi sebuah ujian kompetisi. Ah tidak ... ini lebih tepat seperti akan berperang di medan tempur tanpa senjata yang lengkap.
"Pak--"
"Kenapa sangat terburu-buru untuk berbicara?" ucap Darren.
Sekali lagi, pria itu menyeka perkataan Celine, sepertinya itu merupakan hobby aneh dari Darren yaitu, menyeka perkataan lawan bicara, benar-benar tidak sopan, untuk seseorang lelaki tampan sepertinya.
Celine yang dipenuhi oleh rasa takut itu, hanya bisa terdiam tanpa kata.
Huh, nasib sial apa yang sedang kualami ini? batin Celine.
Ouhh tabunganku, apa kau harus ludes bahkan sebelum terisi, batin Celine.
Ketidakrelaan itu terlihat jelas. Ya tentu saja, saat ini dia sedang berusaha untuk menyekolahkan dirinya sendiri. Hatinya sangat sakit, tapi dia tidak ingin menangis di hadapan pria aneh yang merupakan sumber kesialannya itu.
Dia melihat keluar jendela mobil, dan membenamkan pikirannya dalam pemandangan jalan yang silih berganti, hingga tanda disadari olehnya mereka telah sampai di pintu masuk sebuah store besar yang terkenal di ibu kota itu.
"Ekhem ... nona Celine, apa anda berencana untuk terus tinggal di sini?" tanya Darren, membuat Celine hampir melonjak karena kaget.
Sial!! Lelaki ini selalu saja berhasil mengagetkan aku! Apa itu sudah seperti keahlian yang dia punya, batin Celine.
"Tidak kunjung ke luar? Apa terasa nyaman sekali berada di mobil saya?" lontar Darren.
Gleg!
Celine mencoba ingin menanyakan perihal dari kejelasan perbuatannya.
"Eh...,"
Gadis itu menggigit bibir bawahnya.
"Lalu ... bagaimana dengan mobil bapak yang saya rusak?" tanya Celine memberanikan diri, biar bagaimanapun kalau hal ini semakin cepat terselesaikan maka akan semakin baik terutama untuk pikirannya. Dia tidak akan mungkin lagi menyiksa diri karena terus memikirkan hal ini.
"Bagaimana kau ingin bertanggung jawab?"
Sontak Celine menganga mendengar perkataan Darren.