"Hai...," sapa Dareen. Dia yang tiba-tiba muncul dihadapan Celine.
"Bapak ngapain di sini? apa bapak menguntit saya?" tanya lantang Celine.
"Menguntit-mu?" ulang Darren. "Apa aku tampak seperti seseorang yang kurang kerjaan, sampai-sampai aku harus melakukan hal bodoh itu."
"Lalu ... apa yang bapak lakukan di sini?"
"Hanya sebuah kebetulan," jawab Darren santai.
"Aku tidak percaya itu," balas Celine.
"Tadi aku dengar, tidak ada yang menjemputmu pulang ya? mau aku antar?" tawar Darren.
"..." Celine diam, dia sendiri sedikit ragu, tapi kalau dia tolak, bagaimana dia akan pulang?
"Tidak perlu ragu, kita ini rekan kerja. Dan bukan masalah seharusnya kalau aku mengantarmu pulang," lanjut Darren.
"Tapi kita baru bertemu tadi," ucapan polos itu berhasil keluar dari mulut Celine.
Mendengar sikap alamiah Celine itu, entah kenapa hati Darren terasa hangat. Di zaman sekarang masih ada aja wanita yang polosnya murni, tidak dibuat-buat, batinnya.
"Lalu, menurutmu harus berapa lama waktu untuk kenal, baru bisa mengantarmu pulang?"
"Emp ... tidak ada waktu khususnya, tapi ... tidak dengan orang yang baru tadi pagi dikenal juga," balas Celine. "Selain itu, kita punya masalah yang belum diselesaikan."
"Masalah...? Emp ... kedengaran aku jadi tertarik untuk membahas tentang itu sekarang ini,"
Gleg!!!
Tuhkan...!! apa aku bilang, tidak akan ada yang baik kalau aku bertemu lelaki ini, sekali pun dia sangat tampan, tetap saja dia selalu membuatku dalam masalah batin Celine.
"Ehhh.."-celine menggigit bibirnya-"bisa tidak kalau hal itu kita bahas besok, atau kapan-kapan. Ini sudah sangat larut," pinta Celine memelas.
"Bisa ... kalau kamu mau aku antar pulang. Kita bisa membahas masalah kita lain waktu!!"
Celine membelalakkan matanya. "Apa ada syarat yang seperti itu?"
"Tentu saja ada, aku yang buat syaratnya. Karena kamu yang mengakibatkan aku rugi, maka kamu harus menurutiku."
"Tapi ... sekilas syarat ini terdengar menguntungkan aku. Itu kalau anda tidak memiliki niat lain,"
'Bodoh, tentu saja itu tidak hanya menguntungkan kamu, aku juga merasa sangat diuntungkan kalau kau bersedia ikut pulang denganku. Entah kenapa, sejak melihat senyummu, aku merasa harus wajib mengenalmu dengan dalam, batin Darren.
"Hemp ... tentang niat lain, tentu saja aku punya. Aku ingin tahu di mana rumah orang yang sudah membuatku rugi, dan jika dia lari, maka dengan begitu aku akan lebih mudah untuk mengejarnya."
"What? Apakah menurutmu, aku ini seseorang yang tidak bertanggung jawab?" teriak Celine. "Tunggu sebentar, berarti benar kalau bapak itu sengaja menguntitku sejak tadi!" duga Celine.
"Kalau kamu masih memanggiku bapak, utangmu akan semakin banyak!" jawab Darren arogan.
"Eh, maaf."
Dengan cepat Celine langsung meminta maaf, walau sebenarnya dia sendiri tidak tahu kesalahan apa yang sudah diperbuatnya dengan panggilan 'bapak' itu.
"Ayo ikut, kenapa masih berdiri? bukannya kamu sendiri yang bilang ini sudah sangat larut?" ucap Darren, sambil langsung berjalan.
Tanpa sadar, Celine pun mengekor di belakang.
"Jadi apa benar ba-" dengan cepat Celine menghentikan ucapannya. "Eh maksud saya Darren. Kenapa kamu menguntitku sampai sejauh ini?"
"Aku tidak menguntitmu, pertemuan malam ini asli karena kebetulan."
"Lalu apa yang kamu lakukan di sana?"
"Yang seharusnya bertanya seperti itu adalah aku. Apa yang kamu lakukan di sana sampai larut malam begini?"
Celine memancungkan mulutnya. "Tanpa aku katakan juga, pasti kamu sudah tahu kenapa aku ada di sana."
"Bukannya katamu, kamu tidak berniat untuk melanjutkan sekolah?"
"Hemp ... aku berbohong saat itu," jawab Celine cemberut, dia sangat malu karena ketahuan berbohong.
"Jadi setelah selesai kerja, kamu lanjut sekolah?" tanya Darren.
Celine hanya mengangguk.
"Apa tidak lelah?" tanyanya lagi.
"Apa itu sebuah pertanyaan atau pernyataan?" Celine berbalik tanya.
"Eh maaf, tapi jujur saja, aku sangat kagum melihatmu. Kau bekerja di usia yang sangat mudah dan juga sambil kuliah,"
"Ini bukan hal yang baru, banyak juga temanku yang melakukan demikian sepertiku."
Selama perjalanan mereka habiskan dengan berbincang-bincang, membuat waktu yang mereka lalui terasa berjalan dengan sangat cepat. Celine pun telah sampai di depan rumahnya.
"Rumahku di sini. Kamu tahu di mana rumahku, tempat kerjaku, kampusku. Jadi tidak mungkin bagitu untuk kabur, kan?" ucap Celine.
Ada sedikit kekecewaan di raut wajah Darren saat mengetahui waktunya bersama Caline akan berakhir sampai di sini untuk malam ini.
"Hemp ... ternyata rumahmu sangat dekat," ucapnya ingin menunjukkan kekecewaannya.
"Dekat? kita sudah berkendara selama kurang lebih 50 menit dari kampusku sampai ke rumahku. Apakah itu masih dekat?" tanya Celine polos. Gadis itu sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Darren.
"50 menit? benarkah?" tanya Darren, dia sendiri tidak sadar bahwa waktu yang berlalu itu sudah hampir satu jam.
"Itu wajar karena sejak tadi kita berbincang-bincang jadi waktu tidak terasa telah berlalu," ucap Celine. "Terima kasih Darren karena telah bersedia mengantarku. Selamat malam,"
"Selamat malam," jawab Darren.
Saat Celine akan turun, Darren memanggilnya kembali.
"Celine...!"
"Iya?"
"Jangan lupa, sabtu malam ini kita bertemu. Kalau kau mau aku bisa menjemputmu ke rumahmu, di sini!" ucapnya.
"Baik, nanti akan aku text," jawab Celine sebelum turun.
Saat Celine ingin menutup pintu mobil, dan lagi Darren memanggilnya.
"Celine...?"
"Ya, ada apa lagi?"
"Hemmmpppp ... tidak ada. Eh maksudku, semangat terus."
Celine hanya tersenyum manis sebagai balasan dari ucapan Darren.
"Dan ... selamat malam," lanjut pria itu.
"Apakah ada yang lain lagi? biar kujawab sebelum aku masuk," goda Celine, dia merasa sikap Darren sangat aneh tetapi dia juga suka.
Darren tersenyum sambil memainkan sebelah matanya. "Masuklah, aku tidak akan menghalangimu lagi."
Celine pun masuk dengan hati riang.
Sejak pertemuannya dengan Darren membuat Celine yang masih belia mulai memikirkan apa itu tentang jodoh dan suami. Dan bahkan sejak saat itu Celine telah berdoa memohon kepada Sang Kuasa untuk memberikan Darren kepadanya. Gadis belia itu menyadari bahwa dia telah jatuh hati pada pandangan pertama. Rasa nyaman juga getaran di dalam dada yang baru pertama kali dia rasakan memberi arti yang spesial pada dirinya sendiri. Walau jujur, dia akan sangat malu mengakuinya.
Sabtu malam atau lebih sering disebut sebagai malam minggu, yang konon katanya ini merupakan malam yang sangat panjang bagi para kaum anak muda. Sebelumnya, Celine hanya menganggap malam ini itu adalah malam kebebasan, di mana dia bisa bebas untuk tidur lebih lama, dan yang paling penting adalah dia bisa bangun sangat siang. Tidak ada rutinitas wajib yang dia lakukan di pagi hari minggu, karena dia akan melepas 2 aktivitas utamanya sehari-hari yaitu bekerja dan kuliah.
Hemp kenikmatan dunia terasa nyata saat Celine bisa tidur lebih lama.
Tapi hari ini berbeda, hari ini adalah hari yang telah dia nanti-nanti sejak beberapa hari lalu, lebih tepatnya sejak ia bertemu Darren.
Bahkan dia sudah prepare baju, sepatu dan tas yang akan dia gunakan untuk-bisa dibilang- kencan pertamanya.
Apakah benar, nanti malam adalah kencan pertamaku, tanya Celine berulang kali dalam hatinya.