Jangan pernah lihat seseorang dari sisimu, kau bukan dirinya pun sebaliknya. Ketahui dan sadarilah, jalan hidup seseorang tidak ada yang sama! Indah menurutmu, tidak tentu baginya.
Lihatlah secara luas, pandang dari segala sisi, jika tidak mampu, maka cukup menjadi penonton, jangan ingin jadi sutradara!
Chrisdora~
Flashback On-
"Yas! Aku sudah duga sejak awal kalau aku bakalan di terima di Universitas itu. Yeyei, usaha memang gak akan pernah mengkhianati hasil, semua orang juga tahu kalau aku telah berusaha untuk itu," sorak kegirangan Celine saat dia melihat pengumuman hasil ujian seleksi SBMPTN dari akses web.
"Aku akan mengatakan pada papa juga mama, kalau aku lulus. Mereka pasti senang, karena sejak awal juga mereka mendukungku untuk ke masuk Universitas itu," ucapnya lagi dan ia langsung beranjak dengan sedikit berlari dari tempat tidur untuk menemui sang mama.
Kenapa papa sudah pulang jam segini? Apa papa sakit? batin Celine begitu melihat sosok ayahnya yang duduk di sofa dari jarak jauh.
"Ma, apa yang harus kita lakukan? Mama pasti kecewa sama Papa sekarang? Tapi ini bukan ingin Papa, memang perusahaan sedang bankrupt, dan kita semua di PHK," jelas Sihar, Ayah Celine.
"Apa lagi yang bisa kita lakukan papa selain terima nasib. Bukan kita tidak usaha. Tuhan tahu itu," balas Ririn, ibu Celine.
"Yang papa khawatir adalah tentang kelanjutan sekolah putri kita Celine. Dia sudah lama bermimpi untuk pergi ke ibu kota Negara ini untuk mengejar mimpi ke Universitas dambaan dia sejak dulu. Mama juga tahu seperti apa usahanya agar bisa lulus seleksi. Jika dia lulus, tentu biaya ke sana tidak murah, belum lagi si kakak-panggilan untuk kakak Celine- saat ini sedang perlu-perlunya biaya yang banyak untuk skripsi. Papa takut jika harus mengecewakan mereka, pekerjaan Papa itu adalah sumber biaya hidup kita sehari-hari. Pesangon Papa juga tidak banyak, dan Papa juga ragu, apa Papa akan diterima kerja lagi oleh perusahaan lain, mengingatkan umur Papa yang sudah tidak layak."
"Mama juga berpikir begitu, pasti Celine akan sangat kecewa kalau dia tahu hal ini terjadi. Usahanya akan sia-sia. Mama jadi merinding membayangkan bagaimana nanti Celine kalau sampai putus asa!"
"Ma, apa kita perlu jual rumah ini dan cari kontrakan kecil? Uangnya bisa kita gunakan untuk membuat modal usaha kecil-kecilan, dan sebagian bisa untuk biaya sekolah Celine."
Airmata Ririn terjatuh. Lama sudah mereka menginginkan sebuah rumah hingga pada akhirnya dapat, tetapi sekarang harus kehilangan rumah itu lagi. Suka duka mengontrak, membuat Ririn merinding jika mengingat hal itu. Yang tiba-tiba mereka harus dipaksa pergi karena rumah akan dijual, atau adanya pengontrak baru, dll.
"Ma, kita tidak bisa egois sekarang. Biaya pendidikan Celine itu paling utama, kita juga harus mencari jalan bagaimana kita melangsungkan hidup. Kalau untuk mencari pekerjaan baru itu mustahil! Papa sudah tua."
"Jika memang itu yang terbaik, kenapa tidak!" Ririn akhirnya pasrah.
Celine yang diam-diam menguping tanpa maksud, langsung menggigit bibir bawahnya, agar suara isak tangisan tidak didengar oleh kedua orang tuanya. Dan setelah mendengar itu semua, dengan perlahan dia pergi menuju kamar, mengurung diri sampai jam makan malam.
"Sayang, kenapa kamu tidak memakan makananmu?" tanya Ririn.
"Celine tidak lapar Ma."
"Makan apa? Kenapa bisa gak lapar? Bukannya seharian ini kamu gak makan apa-apa karena selalu mengunci pintu di kamar?" tanya Ririn. "Oh iya, apa kamu sudah lihat pengumumannya, bagaimana kamu lulus?"
"Apa Mama mengharap kalau Celine lulus?"
"Ten-tentu saja, itu impianmu. Mama dan Papa pasti akan membantumu untuk mendapatkannya."
Celine tersenyum getir. "Celine gak lulus Ma."
"Bagaimana mungkin? Putri Papa ini sudah berusaha keras," Sihar menimpali.
Celine hanya tersenyum kecut, dan meninggalkan meja makan itu dengan cepat, sebelum derai air mata keluar dengan seenaknya.
Sulit untuk diterima, tetapi dia tidak bisa egois. Selain dirinya, orang tuanya juga harus memikirkan nasib kedua saudara yang saat ini duduk di bangku SMA juga SMP juga kakak yang sudah berada di ujung akhir pendidikannya.
Celine pun tidak bermaksud untuk memberitakan tentang kelulusan yang masuk ke Universitas Negeri impiannya. Dia telah memutuskan bahwa harus menutup kebenaran itu dari kedua orang tua serta adik dan kakaknya.
Ini yang terbaik untuk semuanya, batinnya.
Huff!
Flashback Off-
☘️☘️☘️
"Apa ada alasan spesifik, kenapa kamu gak suka sekolah?" tanya Darren.
"Tidak ada alasan lainnya, hanya saja ... yah, aku tidak suka sekolah! Apa itu harus memiliki alasan?"
"Sayang sekali. Kalau kamu sekolah, pasti nanti kamu akan mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih bagus."
"Benarkah? Apakah ada jaminan tentang itu?"
"..." Darren diam, ia sendiri pun tidak yakin akan hal itu. Tapi setidaknya menurut dari apa yang terlihat, saat ini seluruh perusahaan akan selalu mempertimbangkan pendidikan seseorang, baru akan melihat kemampuan.
"Kenapa diam?" tanya Celine. "Kamu juga tidak yakin dengan hal itu, kan?"
"Emp ... tidak ada jaminan sih, tapi ... lihatlah, sekarang ini perusahaan-perusahaan akan mencantumkan pendidikan untuk merekrut karyawan mereka."
"Emp ... Pak Darren, apakah Anda memiliki pertanyaan tentang masalah produk perusahaan kalian?"
"Saya rasa tidak, nanti kami akan mencoba menyusun strategi untuk mengakali produk kami, agar jalan di pasaran."
Kenapa dia malah kembali membahas masalah kerja? apa dia tersinggung? Oh, batin Darren.
"Apa rencana yang Anda ambil agar kira-kira produk ini jalan?" tanya Celine menyelidik.
"Hemp ... untuk sekarang mungkin belum ditentukan, mungkin soon. Tunggu kami meetingkan terlebih dulu."
"Saran saya, kenapa tidak kalian buat event saat hari libur besar, atau buat discount khusus sabtu-minggu, misalnya. Juga bisa tuh kasih hadiah produk yang sejenis, terus di banded biar kelihatan. Nanti kalau ada yang seperti itu, kami bisa bantu buat banner, juga mungkin bisa kemungkinan display di lorong depan pintu masuk," papar Celine.
"Bisa dipertimbangkan. Nanti akan saya bicarakan sama teman saya."
"Ok, karena saya juga harus kembali ke store, kalau tidak ada hal lain yang ingin Bapak tanyakan lagi, baiknya kita selesaikan saja meeting kita hari ini."
"Benar juga. Ha ha ha... Tolong maafkan saya."
Celine hanya tersenyum. "Baiklah Pak, sampai ketemu di janji meeting selanjutnya."
Setelah mengatakan hal itu Celine pun berlalu.
"Sayang sekali, padahal aku lihat dia memiliki banyak potensi, kalau hanya memiliki pendidikan sebatas SMA saja, bagaimana jenjang kariernya nanti?" gumam Darren, ia pun langsung pergi juga.
'Kenapa...?' Sebuah tanda tanya yang tidak selalu harus mendapatkan sebuah jawaban berbentuk kata, batin Celine dan mantap pergi.