Sementara itu di kamar kost lusi kembali mengingat pertemuannya dengan seseorang yang dia ingin lupakan, luka yang tertoreh kembali terbuka, dua tahun bukan waktu yang mudah baginya. Diremas ujung sprei di sudut kamar tidur, kembali mengingat peristiwa yang tak mungkin terlupakan. Dosa besar yang telah dilakukan waktu itu, membuat lusi terpuruk, dia telah ternoda, perempuan apa yang telah menyerahkan kesuciannya pada laki laki yang bukan suaminya. Lusi menangis ditelungkupkan wajahnya dibawah bantal biar tangisannya tak terdengar keluar. "aaach" dia kembali merasa kotor, tangan lusi menggenggam dipukul pukulkan pada kasur. 'Aku tak akan mau lagi bertemu denganmu, kamu telah tega melakukan semuanya, tapi bukankah aku juga salah, aku dak bisa menjaga diriku sendiri, dengan mudah menyerahkan diri padanya. Semua yang hilang tak akan kembali, aku harus tetap melangkah dengan tegar.'
jam 1.30 menunjukkan waktu dini hari, lusi beranjak menuju ke kamar mandi mengambil air wudhu lebih baik dia shalat malam untuk ketenangan batinnya, dia akan mengadu pada SANG PENGUASA. Dia bersujud bersimpuh untuk memohon ampunanNYA. akhirnya lusi tertidur dengan memakai mukhena, dia lelah harus pura pura kuat.
Lusi terbangun tubuhnya menggigil kedinginan karena ketiduran di atas sajadah dan dibawah masih belum melepas mukhena, sudah waktunya menunaikan shalat Subuh jam 4.10, kembali dia mengambil air wudhu.
Sepertinya musim dingin, selesai shalat dia menarik selimut dan tidur di atas kasur empuknya, dia akan menikmati hari libur. Lusi lupa kalo ada janji dengan seseorang.
Tok tok tok
"Hei lus bangun, dicari kak ardan, " teriak Fani anak satu kost, sebelumnya yang sudah menyilahkan Ardan untuk menunggu.
"Ya, tunggu sebentar, " Lusi ikutan berteriak dari dalam kamar.
"Cepetan lus, kak ardan mau balik tuh," kembali fani teriak, namun tidak ada jawaban dari dalam. Ardan tersenyum melihat Fani dengan mimik lucu, dia memang selalu menggoda Lusi tiap kali ardan datang.
Lusi medumel kesel dengan Fani, diam napa sih. sepuluh menit kemudian Lusi keluar kamar dengan wajah yang masih sedikit sembab meski ada kacamata nangkring di matanya sudah jelas untuk nutupi bengkaknya.
"kenapa, nangis ? " ardan menatap pupil mata Lusi " dak bisa tidur, " elaknya.
" kelihatan habis nangis, kenapa ? dak mau cerita dak pa pa " Ardan sedikit mendesak." aku baik baik saja kak, hanya dak bisa tidur semalam, " Ardanlah yang menemani lusi melalui harinya, menghiburnya jika sedih, Ardan selalu ada untuk Lusi. Bagi lusi, ardan seperti seorang kakak, yang melindunginya. Namun beda dengan Ardan, dia menyayangi lusi dan berharap lusi mengerti ada perasaan yang butuh balasan.
Ardan meneruskan S2 di Universitas yang sama dengan biaya mandiri, karna saat masih mahasiswa dia sudah sering menjadi asdos salah satu Dosen.
Ardan tinggal menyusun tesis Magister nya, dan dia sudah mengajukan lamaran menjadi dosen di Universitasnya. Ardan juga mencoba usaha dengan membuka Cafe yang di louncing 2 tahun lalu, dengan konsep gaya anak muda.
"Mau nemenin kakak dak, ke Cafe jl Banjarsari, daripada kamu suntuk di kost, habis wisuda mestinya seneng dong, malah wajah ditekuk, tenang aja kau akan selalu di hatiku, " goda ardan biar lusi dak sedih. " preet, apaan sih," lusi mencubit pinggang ardan.
" Baiklah, tapi ditraktir lo, aku lagi dak punya duit, "
"dasar, kamu aja yang pelit, " Ardan tertawa melihat lusi cemberut.
"Aku ganti baju dulu kalo gitu, kak ardan tunggu sebentar di sini, " lusi beranjak mau kamar, " memang boleh nunggu di kamar, sekalian bantuin kamu ganti baju, " Ardan tambah tergelak, dengan reaksi lusi yang melotot ke arahnya," dasar mesum, " lusi berlari ke kamar dak lagi menanggapi godaan ardan.
Ardan membawa lusi ke tempat yang dituju, cafenya, tempat yang dak jauh dari kampus, dengan konsep semi outdoor. Kebetulan malam minggu pengunjung sudah ramai hampir memenuhi kursi yang ada, makanya ardan sudah reservasi dulu takut penuh pengunjunh. Di cafe ini pengunjung akan dimanjakan dengan pemandangan sawah yang berada di bagian belakang. Kafe ini menyediakan live music setiap malam minggu.
"Gimana suka dak suasana cafe nya, "
"Enak buat nongkrong sih, susananya mendukung," ucap Lusi, "
"mau pesen apa Lus, disini disediakan menu makan tradisional, maupun modern ada," ardan memanggil pelayan cafe untuk memesan, pelayan yang sudah mengenal siapa ardan langsung menunduk hormat dengan memberikan buku menu, ardan memandang pelayannya memberi kode agar bersikap biasa biar. Lusi memesan mie kuah dengan bola bola bakso dan orange juice tanpa es, musim dingin gini dia pingin makan yang hangat. Sedang ardan memesan makanan yang sama dan air mineral. pelayan meninggalkan mereka.
"Assalamualaikum, " Yoyok muncul bersama Nana, " waalaikumsalam," lusi dan ardan menyahut bersamaan, Yoyok memperkenalkan Nana pada mereka, " Nih dan cewek aku, " Nana tersenyum manis. " mana gebetan lo," canda yoyok diikuti gelak tawanya mengejek temennya yang dia tahu masih jomblo, " lagi nunggu jawaban seseorang, " Ardan menatap ke arah lusi, " apa kabat lus, tambah cantik aja kau, makanya ardan nempel terus, " Yoyok semakin jadi menggoda ardan, mantan temen kostnya. " Ngaco aja kamu, " ardan menutupi wajah merahnya karna godaan temennya. " alhamdulillah baik, kak Yok, sehat, " jawab lusi kaku menanggapi godaan Yoyok. Tak lama muncul Hanafi menggandeng perempuan yang hampir seumuran, "assalamualikum, semua, aku telat nih, " sapa hanafi, " kenalin nih istriku, Zahra," Zahra menyalami Lusi dan Nana tapi kemudian menangkupkan kedua tangannya pada Ardan dan Yoyok, " Kapan kau nikah dak ngundang kita, " Ardan menonjok pundak Hanafi, " Barang langka gaes, takut keduluan orang, limited edition," ucap Hanafi sambil tertawa, "murid abi di pondok, ada yang bening ya buat pangerannya aja, " Hanafi dengan Pede nya, " Kau berubah banyak, fi" Kata Yoyok, mengingat Hanafi paling pendiam diantara mereka berempat. Berarti ada satu orang yang belum datang, " Kemana si Janggan kok belum nongol, kemaren dia berangkat sama Jihan istrinya, " ucap Yoyok, kemudian langsung menutup mulutnya dengan melihat ke arah Lusi.
'Kenapa kak Ardan dak ngomong sih kalo ada pertemuan keempat sahabatnya, tahu gitu aku dak akan mau diajaknya,' lusi berkata dalam hati.
Dari jauh muncul sosok yang tadi dibicarakan, Yoyok melambai ke arahnya memberi tanda keberadaan mereka. Ardan sengaja melihat kearah lusi, dia pingin tahu, bagaimana reaksi gadis ini jika bertemu lagi dengan mantannya.