Tibalah ardan di sebuah perkampungan nelayan dengan rumah yang berdempetan, tidak beraturan tipe dan bangunannya, masuk di gang kecil yang jalannya hanya cukup satu mobil. Berhenti di sebuah rumah kecil bercat putih tingkat karna tanahnya yang kurang luas. Ardan menurunkan koper lusi, dan menenteng tas pinggangnya. Udara disini cukup panas, padahal sore.
"Masuk, kak, " ajak lusi.
Ardan masuk mengukuti lusi dari belakang, memandang sekeliling " jangan kaget, rumahnya kecil, dak kayak di rumah kak ardan, " lusi tersenyum menyilahkan tamunya. " Kayak pernah ke rumah aja, sok tahu, " tapi memang betul sih dalam hati ardan membenarkan.
Rumah kecil yang rapi, dengan sofa yang mungil, dak bamyak barang di ruangan karna memang minimlis, gaya lusi banget, paling dia yang nata ruangannya.
Dilihatnya sebuah foto keluarga dipajang di atas dinding, foto seorang ibu berhijab dengan dua orang anak perempuan sepertiya itu lusi dan anak laki laki, disampingnya ada seorang wanita tua yang bisa disebut nenek melihat usianya.
"Andai aku bisa menjadi bagian dari keluarga ini " ucap ardan lirih, lusi pura pura tidak mendengarnya.
" assalamualaikum, "sapa lusi untuk orang yang di dalam rumah, " waalaikumsalam," suara ibu menyahut dari dalam, " bu, ada temen lusi yang nganter, kak ardan " lusi mengenalkan ardan pada ibunya.
ibu lusi menyilahkan tamunya untuk duduk begitu juga lusi, " Duduklah kak, aku ke dalam dulu," ardan mengangguk dan duduk di sofa.
" Nak Ardan dari mana asalnya, " ibu mulai mengidentifikasi data. " saya dari Semarang bu, tapi ayah saya asli Bojonegoro, jadi hampir tiap tahun ke Jawa Timur, ngunjungi keluarga ayah, " keberanian darimana dia cerita silsilah keluarga, " oh, " ibu hanya ber oh aja. ada maksud apa juga cerita banyak, sial batin ardan dak bisa nutupi kegugupannya.
" Nak ardan punya hubungan khusus sama lusi, " ardan kaget, nah lo mau jawab apa, tapi dia memaklumi seorang ibu yang anaknya tinggal jauh dari keluarga kemudian pulang diantar laki laki yang hampir sebaya usianya, dia memang hanya selisih 1 tahun lebih tua sama lusi. Ardan 24 tahun.
" Saya berteman sama lusi bu, " Jawab Ardan, ' kalo anak ibu mau sih dak papa sekalian nglamar, yang ada aku ditendang sama lusi,' batin janggan.
"oh" kata oh lagi yang keluar dari jawaban ibu. Sepertinya ibu memang dak pintar ngomong, apalagi sang tamu lagi panas dingin takut dicap anak kurang sopan sama wanita yang ingin dijadikan mertua kalo anaknya merestui.
"Tapi kalo ibu berkenan, saya ingin berta'aruf sama anak perempuan ibu," Ucap Ardan dengan lancar, dan disadari membuat badannya panas dingin, gimana kalo lusi menjauhinya karena kelancangannya, bisa jadi masalah baru buatnya, ini mulut kenapa lancang banget dak bisa diajak kompromi coba, "
"Berta'aruf itu artinya nak ardan menginginkan anak ibu jadi calon istrimu, ibu terserah sama lusi, asal sepengetahuan orang tua nak ardan," kata ibu, " kami dari keluarga yang dibawah keluarga nak ardan, meski ibu belum pernah melihat orang tuamu, ibu bisa menebak, kamu dari keluarga yang berada, ibu takut anak ibu dak diterima dalam keluargamu, apa sudah nak ardan pikirkan, " penjelasan panjang dari seorang ibu yang takut anaknya kecewa nantinya jika benar mereka bersama.
" Tidak bu, insyaallah orang tuaku bisa menerima lusi, mereka dak masalah, " Arda menjelaskan, karna yang mempermasalahkan niatanku justru anak ibu, kata ardan dalam hati.
Lusi keluar dari ruang tengah yang diberi penyekat dari gorden, Ardan sangat yakin lusi mendengar semua perkataannya dengan ibu. " Sini lus," ibu meminta lusi untuk duduk ikut mendengarkan permintaan ardan di luar rencana mereka, yang jelas tanpa ijinnya.
" aku ingin kamu menjadikan ku bagian dalam keluarga ini, agar bisa menjagamu, melindingimu, aku nyampekan maksudku ke ibu, kalo ingin berta'aruf sama kamu, " ardan menyampekan niat baiknya berta'aruf.
Lusi memang tadi mendengar semua pembicaraan ibu dan ardan, dia dak pernah menduga kalo ardan menyukainya. " Kenapa kak ardan dak pernah ngomong aku ?" lusi memandang ardan penuh tanya, " Aku ingin menjadi seseorang yang penting dalam hidupmu," ardan menatap lusi penuh harap.
" sepertinya kalian butuh waktu berdua, ibu ke belakang dulu, " Ibu cukup mengerti anaknya.
"Sebenarnya perasaaku sudah lama tapi kakak hanya diam melihat kalian saling menyukai, bagiku cukup melihatmu bahagia" Ardan hanya memendam semua rasa yang ada di hatinya, jauh sebelum lusi berhubungan sama Janggan, salah siapa coba kenapa dipendam sendiri.
Lusi mencari jawaban pada sepasang mata yang mandangnya dengan penuh kasih sayang, " maafkan aku kak, aku dak mau hanya karna kakak kasihan padaku," ucap lirih lusi, " maukah kamu memberi ruang untuk kakak, sedikit di relung hatimu, " darimana ardan tiba tiba jadi puitis, begini, memang kalo cinta sudah bicara semua terasa manis untuk dikatakan.
" Aku masih ingin mewujudkan keinginanku kak, membuat orang tuaku senang, aku ingin mencari kerja dulu, dan masih belum berfikir berkeluarga, " lusi memberi penjelasan pada ardan dengan hati hati takut menyakiti seseorang yang sudah begitu baik, yang selalu ada untuknya. Apa aku akan menerima kak ardan, tapi aku belum mencintainya, aku menyayanginya sebagai kakak, kenapa perjalanan cintanya begitu rumit.
"Kak ardan mau menunggumu, sampai kamu siap, " kata ardan.
"Betul nih, sanggup nunggu, paling sekarang bilang gitu, coba nanti kalo ketemu sama cewek cantik dengan body yang aduhai, terus mendekati kak ardan, akan beda sikapnya, ayo taruhan, " Lusi tertawa menggoda ardan untuk menghilangkan kecanggungan di antara mereka. " kok kamu gitu, aku terima tantanganmu, berapa tahun kakak mesti menunggumu, ayo sebutin, " Ardan bersungut tersinggung dengan omongan lusi. " Kalo 5 tahun, " jawab lusi asal sambil cikikikan , " kamu kok bercanda sih, orang kakak serius, " Ardan mendekati lusi hingga jarak yang amat dekat, " Jangan dekat lagi, belum mahrom, " goda lusi semakin membuat ardan dongkol, " awas kamu ya, godain kakak terus" mereka saling tertawa, "terus gimana diterima dak, kasihan sama kakak, dah lama tersiksa karna dak berani ngomong ke kamu, " lusi tambah tertawa tergelak dengar pengakuan ardan dengan wajah lucunya.
" Baiklah kak, ajari aku menyayangimu, aku butuh waktu," lusi tersenyum jahil, " Gimana kalo taruhannya 3 tahun, habisnya kakak lucu, pake bilang ta'aruf segala ke ibu, serius banget, aku jadi geli, " lusi menahan tawanya takut ardan tersinggung, " Baiklah setuju, 3 tahun lagi kakak akan datang melamarmu, " ardan lega sudah mengunggapkan perasaan yang selama ini dipendam.