KABOMM!!.
Suara ledakan membuatku menoleh. Di sana aku melihat Wielth di hantam ledakan lagi. Akar-akar berduri yang dia gunakan untuk membuat kubah hancur terbakar dan bagian atas tubuhnya kembali hancur. Sayangnya, serangan kuat itu tidak bisa menghancurkan Magic Stone Wielth.
Shake~ Shake~
Goyangan lembut dan merasakan rangkulan tangan kembali membuatku menoleh. Daaan. Aku mengetahui seorang yang sangat aku kenal sedang menggendongku dengan Princess Carry.
"Aztaroth?"
"Kenapa menyebut namaku dengan nada bertanya?"
"Karena, bukankah Aztaroth sedang melakukan ekspedisi penjelajah Dungeon?"
"Ekspedisi itu sudah selesai"
"Okay, lalu. Kenapa Aztaroth bisa ada disini?"
"Dalam perjalanan kembali salah satu anggota Party kami merasakan Mana besar dan aneh. Memutuskan untuk menyelidikinya membuat aku disini"
"Okay.."
Kemunculan Aztaroth yang tiba-tiba membuat aku terkejut. Selain itu, dia kembali menolongku dari bahaya dan aku berhutang lagi pada dia. Jika hutangku terus bertambah bagaimana caraku melunasinya. Aku kebingungan dan aku merasa aku melupakan sesuatu yang sangat penting. Apa itu?.
"Empat puluh dua hari tidak bertemu dan kamu banyak mengalami perubahan"
"Ah!, Huh!?. Perubahan?"
"Bukankah kamu menjadi lebih kuat?. Dan juga. Kamu memiliki dua ekor sekarang"
Ucapan Aztaroth membuatku melihat kearah dua ekorku. Benar, dua ekor berbulu lebat. Soal evolusi, apa aku harus menceritakannya pada Aztaroth?.
..Aku rasa tidak. Aku rasa ini adalah rahasia yang seharusnya tidak di katakan.
"Yup. Dua ekor indah. Lihat. Menggunakan mereka, aku bisa melakukan ini"
Aku menggerakkan dua ekor untuk membuat bentuk hati dan mengayunkannya dengan pelan ke kanan dan ke kiri di depan Aztaroth.
"Aztaroth menyukainya?"
"Itu cukup menarik"
"Bagus, Aztaroth bisa menyentuh ekor ini nanti"
"Jika kamu tidak keberatan. Dan ya, meski kamu sudah menjadi lebih kuat, aku terkejut kamu masih bodoh"
"Hei!. Kenapa Aztaroth tiba-tiba mengataiku?"
Mengucapkan pertanyaan itu aku memukul pelan Holy Knight Armor berkali-kali karena kesal.
"Falery membebaskan kamu menggunakan Bow Technique dengan tujuan agar kamu bisa melarikan diri, tapi. Kamu malah mendekati monster itu dan menyerangnya"
Ucapan itu membuat aku berhenti memukuli Aztaroth. Aku melihatnya dengan tatapan kesal sambil menyilangkan tangan.
"Permisi tuan!. Saya tidak tahu dua anak panah itu menyuruh saya untuk melarikan diri. Dan, kenapa Aztaroth tidak menyebut nama saya?. Bukan-oh!!"
Merasa kesal kemudian memalingkan wajah membuat aku menyadari keberadaan tujuh orang di depan kami. Mereka diam sambil memberi kami berbagai jenis tatapan tatapandan raut wajah. Tidak percaya, tercengang, terkejut dan marah. Apa yang mereka ekspresikan membuat aku merasa tidak nyaman.
"Aztaroth bisa menurunkan saya sekarang"
"Baiklah"
Aztaroth menurunkan aku ketanah. Sesaat kemudian aku langsung bersembunyi di belakang tubuhnya.
"Apa ini!?. Apa ini!?. APA INI!?"
Suara teriakan penuh amarah yang bagaikan gemuruh guntur membuat tubuhku gemetar. Aku bersembunyi karena menyadari amarah itu tertuju padaku. Mengintip dari balik tubuh Aztaroth. Aku melihat seorang gadis memberiku tatapan tajam di warnai amarah dan kebencian.
Aku ingat gadis ini. Dia adalah gadis yang memberiku tatapan menakutkan saat aku melambaikan tangan pada Aztaroth di festival pengantar ekspedisi penjelajah Dungeon.
Jarak kami yang dekat membuat aku bisa melihat gadis itu lebih jelas. Dia bisa di bilang cantik meski sekarang memasang raut wajah marah. Gadis itu memiliki rambut perak dengan gaya Bob Cut sebahu. Sepasang mata berpupil biru masih menatapku dengan tajam. Dan dia memiliki sepasang telinga runcing yang agak panjang. Telinga itu memberi tahuku dia adalah seorang Half-Elf.
Menggerakkan mata. Aku melihat si gadis mengenakan baju pelindung khusus untuk para Magician untuk menyembunyikan tubuhnya yang sederhana nan indah. Dia sedikit lebih pendek dari kami. Mungkin dia memiliki tinggi sekitar seratus enam puluh centimeter?.
Si gadis adalah Magician yang cantik. Namun kenapa?.Kenapa gadis Magician ini marah padaku?.
"Kau!. Menjauh tiga langkah dari tuan Aztaroth!. Sekarang!"
Perintah menakutkan yang dia ucapkan membuat tubuhku bergerak sendiri. Berada tiga langkah di samping kanan Aztaroth, aku gemetar ketakutan. Aura hitam dan dingin yang dia pancarkan membuatku merasa aku berada dalam bahaya besar. Aku merasa dia akan membunuhku jika aku membantah perintahnya.
Kenapa wanita ini marah padaku?. Kenapa dia ingin membunuhku?. Apa yang terjadi?.
Tidak tahu harus berbuat apa. Aku melihat Aztaroth untuk meminta pertolongan. Menyadari tatapanku, Aztaroth melangakah kedepanku.
"NonaAnna tenanglah"
Anna?.. sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Nama itu juga membuat aku merasa familiar dengan gadis itu. Anehnya aku tidak ingat kapan dan dimana kami pernah bertemu.
"Tuan Aztaroth siapa wanita tua ini?"
Tanya gadis itu menatap Aztaroth dengan mata sedikit berkaca. Mendapat pertanyaan itu Aztaroh tidak langsung menjawab. Dia melangkah kesampingku, merangkul bahu kananku dari kiri kemudian mendorongku kedepan sebelum mengucapkan.
"Gadis ini bernama Eclaite. Dia sangat berharga untukku"
Kalimat itu membuat aku menoleh dan melihat Aztaroth. Aku bertanya-tanya. Apa maksudnya..
"Berharga?"
"Ya berharga. Karena itu aku harap Nona Anna mau berteman baik dengan Eclaite"
Memberi jawaban. Aztaroth kembali melihat Anna. Meniru dia aku melihat Anna yang diam dengan mata terbuka lebar. Sesaat kemudian Anna sadar dan tersenyum manis.
"Tentu saja. Tentu kami akan menjadi teman yang baik. Bukan begitu Vixen?. Perkenalkan, nama saya Anna"
Anna mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan senyum manis. Dia tersenyum manis. Namun mata yang dia gunakan untuk menatapku sangatlah gelap dan dingin. Melihat itu dan merasa ketakutan aku menoleh kearah Aztaroth.
"Akan tidak sopan jika kamu menghiraukan perkenalan Nona Anna"
Aku masih ragu untuk berjabat tangan setelah mendengar kalimat itu. Namun, pada akhirnya aku menyambut tangan Anna.
"Eclaite, naman saya Eclaite. Senang berkenalan dengan anda"
Setelah aku mengucapkan itu pandangan mata Anna menjadi hangat. Aura menakutkan yang dia pancarkan juga menghilang. Dia berubah, dan apa yang ada di depanku sekarang adalah gadis cantik yang ramah.
"Jadi Eclaite. Boleh saya tahu hubunganmu dengan tuan Aztaroth?"
"Hubungan?"
"Ya hubungan. Katakan semuanya pada saya!"
"Saya tidak terlalu mengerti. Aztaroth sudah mengurus saya sejak saya sampai di Rishtonbell. Dia juga sudah menyelamatkan saya beberapa kali. Saya banyak berhutang budi pada dia. Kami adalah seorang teman?. Tidak. Tunggu sebentar. Saya mengenal baik Aztaroth dan saat jatuh dari tangga kami bertukar ci-"
"Eclaite cukup. Kamu tidak perlu memberitahu hal itu pada Nona Anna"
Ucap Aztaroth dengan lembut sambil menutup mulutku. Sesaat kemudian aku merasa kepalaku menjadi sedikit sakit. Tubuhku menjadi lemas. Aku merasa akan terjatuh namun Aztaroth memegangku. Bersandar di tubuhnya aku merasa kehangatan menyelimuti tubuhku.
"Ci?. Apa itu ci? Apa yang kalian tukar?. Hei Vixen cepat katakan pada saya apa yang akan kau katakan!"
Anna kembali bertanya padaku dengan teriakan marah. Dia kembali menatapku dengan pandangan dingin dan kebencian. Aura menakutkan kembali muncul di sekitarnya. Dengan tubuh gemetar aku bertanya. Kenapa sifat Anna dapat berubah-ubah dengan cepat seperti itu?.
"Jangan mengatakan apapun Eclaite"
"Tuan Aztaroth jangan menghalangi saya!"
"Aku tidak menghalangi Nona Anna"
"Kalau begitu, bisakah tuan Aztaroth menghilangkan Holy Aura dan berhenti berbicara pada Vixen ini?"
Anna kembali menatap Aztaroth dengam mata sedikit berkaca.
"Maaf aku tidak bisa melakukannya saat nona Anna bertidak berlebihan seperti ini"
"Tuan Aztaroth, ken-"
"Baiklah kalian berdua. Aku rasa itu sudah cukup!. Jangan jahili nona itu lagi"
Ucap anak kecil yang menyela ucapan Anna. Tanpa aku sadari dia sudah berada di antara kami.
"Hatori memberi tahuku jika group kedua dan ketiga mengalami kesusahan untuk mengalahkan monster aneh itu. Jadi. Kalian berdua, majulah kegaris depan. Bantu mereka"
"Tapi Leader, saya masih memiliki urusan penting disini"
"Tidak ada tapi, Anna. Pergilah ke garis depan. Bantu mereka. Kau juga ikut maju Aztaroth, aku akan merawat nona ini"
"Baiklah"
"Bagus sekarang cepat berangkat"
CLAP! CLAP!
Dengan tepukan tangan, aura berbahaya milik Anna menghilang. Disaat yang sama, Aztaroth membantuku untuk berdiri sendiri.
"Eclaite tunggu disini jangan pergi kemana mana mengerti"
"..Tentu"
Jawabku dengan nada kebingungan.
"Bagus. Nona Anna mereka sudah menunggu bantuan kita"
"Saya mengerti"
Megucapkan itu Anna mulai melangkah untuk mengikuti Aztaroth, kemudian saat dia baru mengambli tiga langkah, Anna tiba tiba menoleh kebelakang, sekali lagi dia melihatku dengan tatapan tajam.
"Kau!. Kita akan berbincang sangat lama nanti, jangan pernah berfikir untuk kabur"
Aku mengangguk dengan cepat setelah mendengar Anna. Dia melihatku untuk beberapa saat kemudian kembali melangkah mengejar Aztaroth. Aku senang Anna ingin berbicara denganku lagi. Aku akan menantikannya.
"Kau tidak apa apa nona?"
Tanya bocah laki laki yang mungkin berusia sekitar dua belas atau tiga belas tahun. Dia memiliki rambut pendek berwarna coklat. Mata berpupil hujau miliknya menatapku dengan diwarnai rasa penasaran. Melihat lebih teliti, aku sadar dia memiliki sepasang telinga runcing yang sedikit lebih panjang dari Dwarf. Apa dia seorang Halfling atau Chibito?.
Bocah laki-laki ini membuatku penasaran. Siapa sebenarnya dia?. Kenapa Aztaroth dan Anna menuruti perintahnya?. Apa dia seorang Nobel?. Namun, dia terlihat seperti bocah laki-laki biasa. Aku benar-benar tidak mengerti.
"..Saya baik, tidak masalah"
"Benarkah?. Aku sedikit ragu dengan perkataan nona. Kamu tampak senang meski sudah jelas kamu memiliki banyak sekali luka"
Kalimat itu membuat aku melihat keadaan tubuhku. Seperti yang Chibito ini ucapkan. Aku memang memiliki banyak luka gores dan sobek yang di sebabkan oleh akar berduri. Aku terluka dan aku menghiraukannya. Dengan adanya Skill - Regeneration luka seperti ini akan sembuh dalam beberapa puluh menit. Aku tidak perlu merasa kuatir.
"Ambil ini dan minumlah"
Ucap Chibito menyodorkan sebuah Potion kuning yang ambil dari dalam tas kecil di pinggangnya padaku. Melihat itu. Aku berjongkok.
"Saya baik-baik saja, sungguh. Ini luka fisik jadi saya tidak memerlukan Exier Potion itu"
Aku mengucapkan itu sambil melihat mata Chibito. Exier Potion yang dapat menghilangkan Abnormal Status Effect itu terlalu berharga untuk aku gunakan. Aku mencoba menolak pemberian Chibito ini.
"Ini bukan untuk luka fisik kamu. Ini untuk menyembuhkan Status Charm yang di berikan Anna tadi"
"Huh!?"
"Anna menggunakan Spell - Charm untuk menggali informasi hubungan kamu dengan Aztaroth. Apa kamu tidak menyadarinya"
"Saya tidak yakin nona Anna yang cantik, manis dan baik hati akan melakukan hal jahat seperti itu pada saya"
"Lihat. Ini yang apa aku katakan. Haa.. nona tahu, Anna menyuruhku untuk memberikan hadiah ini pada kamu. Dia akan merasa senang jika kamu meminumnya. Jadi ambillah, buat Anna merasa senang"
"Jika nona Anna yang manis menginginkan itu, saya harus segera meminumnya".
Dengan senang hati. Aku mengambil Exier Potion dari tangan Chibito dan meminumnya. Sesaat kemudian kepalaku menjadi sakit, dan..
"Menakutkan, gadis itu benar-benar menakutkan"
Ucapku dengan tubuh gemetar dan wajah pucat. Charm!?. Yang benar saja. Bagaimana bisa gadis itu menggunakan Charm pada orang yang baru saja di temui. Anna sangat menakutkan.
"Aku senang mendengarnya, ambil ini juga"
Agak sedikit kebingungan aku menerima satu botol Med Potion yang di berikan Chibito.
"Sampai nanti nona"
"Ah ya. Sampai nanti dan terimakasih"
Chibito tidak berbicara untuk membalasku. Dia hanya melambaikan tangan sambil terus berjalan.
Aku duduk di tanah meminum Med Potion. Beberapa saat kemudian aku menoleh ke medan pertarungan di mana Aztaroth berada. Di sana aku melihat pertarungan yang sangat menakjubkan.
Satu ayunan pedang Aztaroth memotong puluhan akar berduri raksasa. Menoleh kearah lain, aku bisa melihat beberapa Adventure yang tidak aku kenal juga menggunakan Spell dan Technique Level tinggi. Mereka dengan mudah menembakkan bola api sebesar rumah, melancarkan tebasan yang dapat membuat celah sepanjang sepuluh meter ditanah, melancarkan satu pukulan yang dapat menghancurkan akar berduri raksasa, menciptakan gunung es raksasa, menembakkan panah cahaya yang lebih besar dari yang dibuat Ruciel dan lain sebagainya.
Terakhir aku melihat Anna membuat sebuah Magic Circle besar dari belakang. Magic Circle itu memunculkan pedang cahaya raksasa di atas tubuh Weilth.
Aku terkejut saat mengetahui pedang cahaya raksasa itu adalah buatan Anna. Wajahku menjadi pucat saat membayangkan dia menggunakan Spell itu padaku.
"Aku harus berhati hati agar tidak membuat dia marah"
Aku tidak boleh bermain api.
Menerima serangan serangan itu membuat Weilth kuwalahan. Dia hampir tidak bisa memberi serangan balasan. Aku yakin Weilth tidak akan bertahan lama didepan semua kemampuan hebat itu, takdirnya sudah di tentukan.
Kemudian. Saat melihat pertarungan menajubkan itu, aku teringat hal yang sangaaaat penting.
"Ruciel!"
Itu benar. Aku mengingat Ruciel. Aku melupakan dia karena pertemuanku dengan Aztaroth.
Aku.. Aku benar-benar tidak berguna.
Aku langsung berdiri. Menoleh ke kanan dan ke kiri, aku mencoba mencari sosok Ruciel. Dan aku tidak menemukan dia. Anak panah cahaya yang aku kenal juga tidak lagi ditembakkan. Mengetahui hal itu membuatku panik.
Menggerakkan kaki aku berlari dengan cepat mendekati garis depan. Menarik nafas dalam aku mencoba mencari aroma Ruciel di tempat ini. Melompat ke atas akar berduri tinggi aku kembali melihat sekeliling. Aku mencari untuk beberapa lama dan akhirnya aku menemukan dia. Melangkah mendekat, aku melihat Ruciel sedang menggeledah salah satu mayat Adventure pria tanpa kepala.
"My heroine didn't do a bad thing's right?"
Berharap dugaanku salah.Aku mendekati Ruciel kemudian mengucapkan pertanyaan padanya.
"Apa yang sedang Ruciel lakukan?"
Mendengar pertanyaanku Ruciel menoleh kearahku. Aku melihat raut wajah sedih kemudian melihat raut wajah kaget.
"Kau masih hidup!?"
Tanya Ruciel yang berjalan mendekatiku dengan cepat.
"Ya, saya masih hidup"
Balasku saat Ruciel menyentuh pipiku. Mendengar jawaban itu, Ruciel tersenyum dengan mata berkaca.
"Aku pikir kau pergi selamanya karena ledakan besar itu"
"Seseorang menyelamatkan saya sebelum pedang cahaya itu meledak"
"Baguslah kalau begitu"
Ucap Ruciel yang melepas genggaman tangannya.
"Kenapa Ruciel ada disini?"
"..Para Adventure Rank B mengambil alih pertarungan. Mereka menyuruh para Adventure lain yang terluka dan tidak sanggup lagi bertarung untuk segera mundur. Aku terpaksa pergi karena kehabisan Mana, ak-tidak. Itu semua tidak berarti sekarang"
Menoleh, Ruciel kembali melihat mayat tanpa kepala. Ruciel mendekati mayat itu dan memasukkannya ke dalam Magic Bag.
"Apa yang sebenarnya Ruciel lakukan?"
"Aku sedang mengumpulkan tubuh dan Adventure Card teman temanku di Party Shapire"
Jelas Ruciel dengan suara diwarnai kesedihan. Menggigit bibir, dia memalingkan wajah dan melangkah mendekati mayat Adventure pria lain yang tergeletak tidak jauh dari mayat sebelumnya. Melihat itu aku juga melangkah mengikuti Ruciel.
"Mereka tidak pantas berakhir seperti ini. Semua ini salahku, aku tidak bisa menghentikan mereka"
"..Ruciel sudah berusaha dengan keras. Jika mereka tidak mendengar peringatan Ruciel untuk berhenti dan tetap melangkah maju. Saya rasa, apa yang harus Ruciel lakukan sekarang adalah menghormati keputusan mereka. Mereka tidak mati sia sia, karena. Bukankah mereka pergi untuk meraih keinginan mereka?"
"....."
Diam tanpa membalas ucapanku, Ruciel mengambli Adventure Card dari mayat itu kemudian memasukkan mayat itu kedalam Magic Bag miliknya.
Ruciel kemudian berdiri. Berbalik, dia menatap mataku. Dengan mata berkaca dan senyuman sedih dia mengungkapkan.
"Terimaksih"
Melihat sosok Ruciel yang seperti itu mambuat hatiku terasa di remas. Aku ingin menghilangkan kesedihan di hatinya, namun aku tidak bisa berbuat apa apa. Aku hanya bisa melangkah mendekat dan memeluknya.
Ruciel menangis. Untuk beberapa lama kami berpelukan sampai akhirnya tangisan Ruciel berhenti.
"..Mau kembali berkumpul dengan para Adventure?"
Ruciel mengangguk sebagai jawaban. Bergandengan tangan, aku memandu Ruciel ketempat dimana Aztaroth menyuruhku untuk menunggu.