Chapter 3 - Bab 2

Hai hai...

Aku kembali melanjutkan kisahnya Kevin & Kamila.

Semoga kalian suka ya ^^.

Jangan lupa vote dan komen yang banyak buat dukung Kevin & Kamila...

***

Kevin sejak tadi tidak konsen menikmati makan malamnya. Ia memperhatikan Kamila yang duduk tidak jauh dari mejanya. Ekspresi Kamila yang kegirangan menikmati makanan membuatnya tertegun. Entah sejak kapan ia sangat senang melihat Kamila tersenyum dan tertawa lebar seperti itu. Gadis itu berubah cantik berkali-kali lipat.

Kevin tidak menyadari tatapan tajam Paula ke arah Kamila. Sedari tadi Kevin mengabaikannya dan terus menperhatikan Kamila. Tak hanya itu Kevin juga sesekali ikut tersenyum karena memperhatikan Kamila yang begitu asyik mengobrol dengan Rasyena.

"Beib...kamu dengerin aku ngomong ngga sih?" ucap Paula mengalihkan pandangan Kevin dari Kamila. "hah? Apa?"

"Tuh kan. Kamu ngga dengerin aku ngomong. Sebel deh," gerutu Paula.

Kevin meraih gelas miliknya yang berisi air putih. "Memangnya kamu ngomong apa tadi?" tanya Kevin. "Itu di PVJ ada salon baru. Aku mau nyalon kesana. Temenin ya," ucap Paula manja. Ia memeluk lengan Kevin dan sedikit menggesek dada 'palsu'nya, sengaja menggoda Kevin.

Kevin menarik tangannya karena risih. "Kapan?" tanya Kevin dingin.

"Hm... Sabtu ini. Habis itu aku mau shopping ya," ucapnya lagi.

"Aku tanya Kamila dulu soal jadwal. Aku ngga bisa pergi kalau ada jadwal kerja."

Paula menggembungkan kedua pipinya. "Kok kamu tanya si Kamila mulu sih?! Mau ngedate aja tanya dia. Memangnya dia siapanya kamu? Dia itu cuma pesuruh kamu, tau?!"

Desi dan Mella mengiyakan ucapan Paula. "Tahu nih Kevin. Dikit-dikit Kamila, dikit dikit Kamila. Masa mau temenin pacar nyalon sama shopping aja harus seijin Kamila." Desi membela Paula. Gadis itu mengangguk setuju.

"Karena semua jadwal aku dia yang urus. Kalo memang ada jadwal longgar aku pasti temenin kamu. Kalo ngga ada yang kosong, ya maaf."

"Ngga mau. Aku mau kamu temenin aku nyalon dan shopping, beib."

"Aku ngga janji. Kamu tahu kerjaan aku bukan cuma temenin kamu kesana kesini. Ada yang lebih penting dari itu," ucap Kevin jengah.

Selalu seperti itu.

Paula selalu memaksakan keinginannya dan Kevin sudah sangat malas dengan semua tingkah laku Paula. Ia tengah berusaha mencari jalan untuk bisa berpisah dengan wanita manja itu yang hanya menguras isi kantongnya saja.

"Jadi, kamu lebih pentingin kerjaan kamu dari pada aku?!" Paula mulai memainkan aktingnya, pura-pura sedih agar Kevin iba dan mengalah kepadanya. Kevin menghela nafas berat. Paula berhasil menemukan kelemahannya.

"Terserah!" jawab Kevin kesal. Paula bersorak girang. Ia memeluk dan mencium pipi kekasihnya itu. Kini tinggal meminta Kamila untuk mengosongkan jadwal Kevin sabtu ini.

***

"Kenyang banget," ucap Kamila happy karena perutnya kenyang makan makanan gratis.

"Anjir perut gue berasa mau meledak." Syena pun merasakan hal yang sama. Keduanya tertawa. "Makan gratis itu memang yang ter-daebak." Kamila mengacungkan kedua jempolnya.

"Iya donk. I love makanan gratis."

"Elo masih punya utang sama gue."

"Hutang? Hutang apa? Udah lunas kok?"

"Apaan lunas? Makan disini Kevin yang traktir kita, bukan elo. Elo masih ngutang traktir makan sama gue."

"Ish... Sama aja kali. Kan yang penting ditraktir. Gimana sih elo?"

"Eits... Beda ya. Gue ngga mau rugi. Hari ini elo ke tolong sama Kevin. Yang jelas elo masih ngutang traktiran ke gue."

"Anjrit !! dasar emak-emak ngga mau rugi."

"Bodo!! Yang penting gue kenyang." Kamila tertawa. Syena mendengus kesal. Kamila yang kekenyangan tiba-tiba berlari menuju toilet. Ada sesuatu yang harus segera ia tuntaskan. "Dasar perut gratisan. Baru beres makan langsung dibuang lagi, ck. Gimana badan elo bohay kalo kerjaannya abis makan boker," gumam Syena sambil menggelengkan kepalanya.

Sementara itu, Kamila tersenyum senang karena berhasil menuntaskan sesuatu yang membuat perutnya melilit. "Ya ampun ini perut. Ngga bisa kenyang dikit bawaannya pengen 'dibuang' mulu." Kamila menggerutu.

Ia mencuci tangannya dengan air dan sabun. Tidak lupa memoles wajahnya dengan bedak tipis. Saat akan keluar dari toilet, ia di hadang oleh Paula dan kedua temannya. "Minggir," ucap Kamila karena Paula dan kawan-kawannya menghadang pintu keluar.

"Heh babu!" ucap Desi membuat Paula dan Mella tertawa mendengarnya.

"Apa? Babu?! Jangan asal jeplak lo kalo ngomong." Kamila tidak terima dengan ucapan Desi yang menganggapnya babu. "Lah kenapa ngambek. Elo kan emang babunya Kevin. Itu artinya babunya kita juga."

"Ngga usah mimpi elo elo pada. Awas. Minggir gue mau keluar."

"Gue belom selesai ngomong, Babu." Kamila berusaha menerobos tubuh mereka tapi malah jatuh tersungkur. Tas yang menempel di tubuhnya terbuka dan barang-barangnya berhamburan. Paula mengambil wadah bedak padat milik Kamila.

Sebuah brand merk lokal yang berhaga murah meriah dan itu menjadi bahan lelucon bagi Paula dan kawan-kawannya. "Ya ampun pantesan buluk mukanya. Bedaknya aja merk ga terkenal begini." Mela mencemooh wadah bedak yang di pegang Paula.

"Balikin bedak gue." Kamila berusaha meraih bedaknya dari tangan Paula. Paula mendorong tubuh Kamila ke tembok. Ia meringis nyeri karena punggungnya terbentur cukup keras. "Heh denger ya. Kosongin jadwal Kevin sabtu ini karena gue mau me time sama pacar gue."

"Apa? Ngga bisa. Kevin ada pertemuan..."

"GUE NGGA PEDULI!! Mau Kevin ada rapat kek, ada kerjaan lain kek gue ngga mau tahu. Tugas elo sebagai babunya Kevin cuma batalin jadwal Kevin sabtu ini buat temenin gue."

"Gue ngga bisa. Ada calon investor yang mau ketemu Kevin dan gue udah susah payah nyelipin pertemuan itu di jadwalnya Kevin." Kamila geram karena Paula bertingkah seenak saja. Paula mendelik sebal.

"Heh?! Elo ngga ngerti bahasa manusia ya." Desi meneloyor kepala Kamila beberapa kali. "Kalo Paula bilang batalin ya batalin."

"Ngga mau. Enak aja..." Plaaakkk..

Kamila memegangi pipi kanannya yang terasa perih. Paula mengibaskan tangannya yang baru saja melayang dengan ringan menampar pipinya. "Ya ampun Paula. Sayang banget tangan elo nyentuh muka buluk si Babu. Duh elo harus bener-bener cuci tangan deh. Jangan sampe buluknya di nempel di elo," seru Mella.

"Gue ngga mau tahu. Pokoknya Kevin ngga boleh ada jadwal sabtu ini. Ini peringatan pertama dari gue karena elo ngga nurut sama omongan gue. Berani bantah, lihat aja elo bakal menyesal seumur hidup," ancam Paula sambil mengeringkan tangannya dengan tisue lalu melempar bekas tisu ke arahnya.

Paula dan kawan-kawannya pergi meninggalkan Kamila. Air mata gadis itu kembali menetes. Entah sudah berapa kali Kamila sering disakiti oleh mantan atau pacar-pacar Kevin. Salah satunya Paula. Temannya dan Syena saat SMA.

Kamila membasuh mukanya agar tidak terlihat habis menangis. "Aw..." ringis Kamila.

Ia melihat ada darah yang keluar dari kulit wajahnya. Sepertinya saat menampar wajahnya, salah satu kuku palsu Paula menggores kulit wajahnya.

Kamila mengorek isi tasnya dan menemukan sebuah plester. Ia memakai plester itu untuk menutupi bekas goresan tersebut dan segera kembali bergabung dengan Syena. "Kemana dulu sih? Lama amat. Gue jamuran tahu nunggu elo balik."

"Namanya juga boker. Ya lama lah. Antri."

"Ish... jorok banget."

Syena tidak sengaja melihat ada plester di pipi kanan Kamila. "Pipi lo kenapa?" tanya Syena khawatir. Ia memegangi wajah Kamila dan mengamati ada perubahan warna di pipi sebelah kanan.

"Siapa yang berani tampar elo?" ucap Syena geram.

"Siapa yang tampar sih? Orang tadi gue kepeleset di kamar mandi. Pipi gue ke gores ujung wastafel." Kamila sengaja berbohong. Ia tidak mau membuat suasana semakin rumit.

"Jangan bohong sama gue, Mila. Gue yakin elo ngga jatoh kepeleset. Ini bekas tamparan. Jangan bilang tadi di toilet elo ketemu si cucunguk dan kacungnya. Iya kan."

"Eh... udah udah. Biarin aja. Jangan bikin ribut lagi, please. Gue gpp kok. Cuma luka dikit doank."

"Luka dikit maksud loe? Hei... Elo bisa laporin mereka ke polisi dan dituntut tahu."

"Mana ada yang percaya. Yang ada mereka lapor gue balik. Udah ah gue ngga mau ribut. Pusing."

"Ck... Mereka makin demen lihat elo pasrah aja mereka gituin. Kesel gue lihatnya."

"Balik yuk ah."

Kamila melenggang pergi keluar diikuti Syena yang memberikan tatapan tajamnya ke arah Paula dan teman-temannya. Gadis angkuh itu hanya menyunggingkan senyumnya dan itu membuat Syena kesal.