Chapter 4 - Bab 3

Kantor konsultan A&D Arch.

"Semua berkasnya udah kamu kirim ke bagian Marketing?" tanya Kevin kepada Kamila saat ia memberikan berkas yang harus ditanda tanganj oleh bosnya itu.

"Sudah semua Pak. Minggu depan para kontraktor akan segera memulai perbangunannya. Nanti Bapak juga diundang untuk acara peletakan batu pertama," jawab Kamila lugas.

"Oke bagus. Tolong ingatkan lagi pesan saya..."

"Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Sudah saya sampaikan berulang kali."

"Good."

Kevin menutup berkas yang selesai ia tandatangani dan kembali menyerahkannya kepada Kamila. "Baik. Kamu boleh kembali ke tempat mu."

Kamila masih berdiri di hadapan Kevin. Pria itu menghentikan kegiatannya dan menatap Kamila. "Kenapa lagi?" tanya Kevin menatap intens gadis dihadapannya. Kevin paling hafal semua tentang gadis itu. Jika ia  tengah panik atau memikirkan sesuatu, ia pasti akan melinting rok spannya.

"Malah bengong."

"Emm... Pak jadwal hari sabtu ini..."

"Oke aku akan datang," ucap Kevin membuat Kamila tersenyum senang. "Baik Pak Kevin. Saya akan mengingatkan lagi jadwal untuk besok. Besok pagi ada pertemuan dengan GM Media Bangunan untuk menindaklanjuti kontrak kerja yang sebelumnya telah disepakati. Pertemuan besok bertempat di ruang VIP restoran Manglayang pukul 9 pagi."

"Oke."

"Makasih Pak," ucap Kamila gembira. Tanpa sadar Kevin ikut tersenyum melihatnya. "Eum..."

"Kenapa lagi, Kamila?"

"Bapak yakin datang kan?" Kevin menatapnya lekat. "Kenapa memangnya? Kamu takut aku ingkar?" Kamila menggigit bibir bawahnya. "Eum itu...itu..." kamila ragu apakah akan melaporkan ucapan Paula atau tidak. "Ngga Pak. Saya yakin sabtu besok bapak akan datang. Saya permisi." Kamila keluar dari ruangan Kevin.

Keesokan harinya. Kamila sudah tiba lebih dulu di Restoran Manglayang untuk mempersiapkan pertemuan hari itu. Semalam ia nyaris tidak bisa tidur karena takut Kevin tidak bisa datang kea cara tersebut.

Hampir setiap jam ia mengirim pesan untuk mempertanyakan kejelasan kedatangannya hari ini. Kevin sampai marah karena Kamila terus bertanya seolah ia tidak mempercayainya. Feelingnya saat bangun pagi pun tidak enak tapi Kamila masih berusaha percaya kalau Kevin akan datang.

Bahkan Kevin masih membalas pesannya setibanya Kamila di restoran. Tapi hingga masuk jam makan siang Kevin tidak muncul juga. Kamila berhasil menahan pihak investor sampai jam makan siang dengan berbagai macam alasan. Tapi ia tidak bisa menahan mereka untuk pergi dari sana.

"Pak saya mohon tolong tunggu sebentar lagi. Saya lagi berusaha menghubungi Pak Kevin. Saya mohon Pak," ucap Kamila seraya memohon dengan sangat.

"Saya sudah menunggu disini selama dua jam dan tidak ada itikad baik dari Kevin untuk pertemuan ini. Kalian membuang-buang waktu berharga saya. Saya kecewa karena terlalu menaruh harapan tinggi pada perusahaan kalian."

"Pak saya mohon..."

Pihak GM Media Bangunan itu langsung pergi meninggalkan Restoran karena terlanjur kecewa dengan sikap Kevin. Kamila menggerutu kesal. Bisa bisanya Kevin ingkar janji hari ini tanpa ada pemberitahuan terlebih dulu kepadanya.

Tidak hanya itu ponselnya juga masih sulit dihubungi sampai sekarang. "Argh!! Elo pergi kemana sih, Vin. Sial," umpat Kamila. Kamila terpaksa pergi dari restoran setelah menunggu lama dan Kevin masih belum juga kelihatan batang hidungnya. Ia memilih untuk pulang ke rumah kontrakannya.

***

Kamila sempat mampir ke sebuah warung masakan Padang. Perutnya sangat lapar. Ia memesan sebungkus nasi padang dengan ikan bumbu kuning kesukaannya. Perutnya keroncongan dan membuat langkahnya lunglai.

Kamila lupa kalau seharian ini ia belum makan apapun saking antusiasnya dengan pertemuan ini, tapi sayang hanya kekecewaan yang ia dapatkan. "Heh babu!" Hardik seseorang saat Kamila akan membuka pintu rumahnya.

Kamila membalikkan badan dan melihat Paula dan genknya ada disekitar rumahnya. Sorot mata Paula sangat tajam. Sudah jelas wanita ganjen tersebut tengah menyimpan amarah yang begitu besar kepadanya. "Kenapa kalian..."

Plaaaakkkk.

Paula kembali melayangkan sebuah tamparan di wajah Kamila. Belum sempat Kamila bicara, Paula kembali menampar pipi yang satunya. Paula mendorong tubuh Kamila ke tembok. Kamila meringis karena rasa nyeri yang membentur punggungnya cukup kuat.

"Aaaw sakit. Lepas!"

Paula mencengkram wajah Kamila dengan kuat. Kamila mencoba melepaskan cengkraman tersebut tapi kedua tangannya dipegangi oleh Desi dan Mella. "Lepasin gue!"

"Heh babu. Elo berani nantangin gue ya, hah!"

"Apaan sih maksud lo?" Paula menarik rambutnya kuat kuat membuat ringisan Kamila semakin kencang. Air matanya membasahi wajahnya. "Jangan pura pura bego. Elo pasti tahu maksud gue."

"Gue ngga tahu apa apa."

"Halah! Jangan belaga bodoh ya lo. Elo pikir gue ancaman gue waktu itu main main ya."

"Main main apanya? Gue beneran ga paham."

Paula dan genknya tertawa. "Oh elo lupa ya. Kasih tahu lagi Beb. Siapa tahu dia inget," cibir Mella.

"Oke. Gue ingetin lagi kalo elo emang lupa. Gue kan udah bilang untuk kosongin jadwal Kevin sabtu ini karena gue mau me time sama Kevin. Ternyata elo sengaja ya bikin kencan gue batal, iya kan!"

"Apa?! Kevin ngga jadi dateng ke pertemuan itu, Paula. Bukannya dia sama elo?"

"Ngga usah ngeles lo. Ngapain gue jauh jauh dateng ke tempat kumuh ini kalo Kevin dateng?! Gue kesini mau buat perhitungan sama lo karena bikin Kevin batalin janjinya sama gue. Ngerti!!"

"Gue ngga bohong. Kevin ngga sama gue."

Paula tidak semudah itu mempercayai ucapan Kamila. Ia dan teman-temannya melakukan hal yang membuat Kamila jera jika menentang ucapan mereka. Setelah puas mereka pun pergi meninggalkan Kamila yang menangis kencang.

"Ini hukuman buat elo yang udah berani melawan gue. Berani ngelawan lagi, gue ngga jamin elo masih hidup!" Ancam Paula sebelum pergi meninggalkannya.

Kamila berjalan tertatih menuju kontrakannya. Seluruh tubuhnya terasa sakit akibat ulah Paula dan teman-temannya. Kevin yang berulah tapi dia yang menerima hukumannya. Kamila masuk ke dalam rumah dan masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat. Nasi padang yang ia beli sebelum pulang sudah hancur berantakan diinjak Desi dan Mella. Nafsu makan Kamila lenyap begitu saja. Ia memilih mengistirahatkan badannya diranjang.

***

Sementara itu di tempat lain, Kevin terlihat sangat gelisah. Sedari tadi ia mondar mandir di depan sebuah ruangan di sebuah rumah sakit. Wendah sang mama dilarikan ke rumah sakit karena serangan jantung.

Kevin yang mendapat telpon dari Ruben ayahnya langsung memutar balik mobilnya menuju Rumah Sakit dimana Wendah dilarikan. Sudah lebih dari enam jam dan belum ada kabar lebih lanjut mengenai kondisi Wendah.

"Lebih baik kamu duduk dan tenangkan dirimu," ucap Ruben yang melihat putranya gelisah.

"Bagaimana Kevin bisa tenang, Pah. Sampai saat ini kita belum dapat kabar lagi mengenai Mama." Kevin menyandarkan tubuhnya di tembok rumah sakit dan meremas rambutnya.

"Yang bisa kita lakukan saat ini adalah menunggu dan berdoa kepada Tuhan. Hanya itu yang bisa membantu tim dokter menyembuhkan mama mu." Kevin mengangguk. "Oh iya bukannya kamu ada pertemuan penting hari ini?"

Kevin teringat dengan janjinya untuk bertemu investor baru. "Papa dengar dari Kamila kalau hari ini kamu ada pertemuan dengan klient. Kalau kamu disini, bagaimana dengan pertemuannya?"

Kevin menatap arloji mahalnya. Sudah sangat telat untuk datang tapi ia tidak bisa meninggalkan Mamanya sendirian. Ia masih kepikiran kondisi mamanya. "Pah Kevin mau telpon Kamila dulu ya. Dia pasti nyariin Kevin seharin ini."

"Oke. Jelaskan yang sebenarnya sama Mila kalau kamu tiba-tiba membatalkan pertemuan karena mama mu masuk rumah sakit."

"Iya Pa. Kabari Kevin kalau sudah ada kabar dari Mama."

Kevin melangkahkan kakinya menjauh dari ruang IGD. Ia merogoh ponselnya yang seharian tidak ia sentuh. Ada ratusan panggilan masuk dan juga pesan, salah satunya dari Kamila. Kevin menghubungi nomor Kamila.

'Nomor yang Anda tuju tidak aktif'

"Hapenya ngga aktif lagi. Ck... Dia marah banget sampai sampai matiin handphonenya," gumam Kevin merasa bersalah. "Maafin aku, Mil."

Hanya itu yang bisa Kevin ucapkan untuk Kamila.