Chapter 6 - Bab 5

"Bagaimana keadaannya dok?" tanya Kevin kepada dokter yang baru selesai memeriksa Kamila. Sebuah selang infus tertancap di tangan kanannya. Entah disadari atau tidak, Kevin tidak melepas genggaman tangannya dari tangan Kamila. Sesekali ibu jarinya mengelus punggung tangan Kamila.

"Saat ini kondisi tubuh pasien benar-benar memerlukan perawatan. Selain demam tinggi, asam lambungnya naik dan dia juga terlalu stress dan kurang asupan makanan. Tidak hanya itu ada beberapa luka lebam di sekujur tubuhnya," ucap sang dokter.

"Apa?! Luka lebam?" Kevin terkejut mendengarnya. "Iya Pak. Di sekujur tubuhnya penuh luka lebam dan ada luka cukup dalam di belakang kepala." Dokter tersebut memperlihatkan luka di belakang kepala Kamila kepada Kevin. Melihat itu semua Kevin geram. Bisa-bisa ada orang yang menyiksa Kamila seperti itu. Ini tidak bisa dibiarkan.

"Saya benar-benar tidak tahu apa yang telah teman saya alami. Hanya satu yang saya minta tolong rawat dia dengan sebaik mungkin dok," ucap Kevin memohon.

"Bapak tenang saja. Kami akan merawat teman Bapak dengan baik. Setelah mengurus administrasinya teman Bapak akan langsung dipindahkan ke ruangan."

"Baik. Terima kasih dok."

Dokter itu pergi meninggalkan Kevin. Pria itu kembali duduk di samping Kamila yang masih terlelap. Tangannya meraba dahi Kamila yang masih panas meski sudah diberi obat penurun panas. "Apa yang sebenarnya terjadi sama kamu, Mil? Dari mana luka-luka itu berasal," gumam Kevin.

Kevin pergi sebentar mengurus administrasi dan tidak menunggu lama, Kamila di dorong ke sebuah kamar vip untuk melakukan perawatan hingga sembuh. Sementara itu Paula membanting semua barang-barang di Apartemennya. Desi dan Mella bergidik melihatnya.

"Apa? Putus? Ngga semudah itu kita putus, Kevin" ucap Paula sembari melempar barang-barangnya. Lantai apartemennya berantakan oleh pecahan barang. "Udah dong beb, ngga sayang itu barang-barangnya di lemparin kayak gitu," ucap Mella membujuk Paula.

"Gimana bisa gue tenang. Kevin putusin gue gitu aja, elo bilang harus tenang?!" Paula meradang. "Kevin lagi emosi aja beb. Elo tenang dulu, biarin si Kevin dingin dulu otaknya. Gue yakin Kevin cuma gertak elo doank beb." Desi ikut mencoba membuat Paula tenang.

Desi mengelus punggung Paula yang tampak bergetar. Gadis menor itu menghentikan melempar-lempar barangnya. Nafasnya memburu dengan cepat. "Kalian yakin Kevin cuma gertak gue doank? Ngga beneran putusin gue kan?"

"Iya lah. Kita kita yakin selain elo, siapa lagi yang pantas buat dampingin Kevin. Secara elo jauh lebih cantik dan seksi dari wanita-wanita yang selama ini ngejar-ngejar Kevin."

"Iya beb. Elo tenang aja. Kita bakalan bantuin elo buat deket lagi sama Kevin. Di jamin bertekuk lutut deh itu si Kevin. Tenang aja ya."

Desi dan Mella memapah Paula menuju sebuah sofa. Mereka mendudukkan Paula disana. Desi berlari ke arah dapur dan mengambilkan segelas air putih. Paula meminumnya dengan cepat. Desi dan Mella tersenyum lega melihat Paula lebih tenang dari sebelumnya meski tidak sepenuhnya amarahnya mereda. Tapi setidaknya Paula tidak semengerikan tadi.

***

"Eugh," lenguh Kamila membuat Kevin yang tertidur tiba-tiba terbangun. Ia segera menghampiri Kamila yang berusaha membuka matanya. "Mil... Kamila kami denger saya?" tanya Kevin memastikan bahwa Kamila benar-benar siuman.

"Pak Kevin?!"

"Iya saya Kevin. Alhamdulillah kamu sudah siuman. Sebentar ya saya panggil dokter dulu," ucap Kevin seraya berlari keluar memanggil perawat dan dokter untuk memeriksa kondisi Kamila. Saking excitingnya Kevin lupa jika ada ada sebuah tombol darurat di samping tempat tidur yang bisa ia pakai untuk memanggil perawat atau pun dokter.

Tidak lama Kevin pun kembali bersama seorang dokter jaga. Dokter itu memeriksa kondisi Kamila yang masih lemah. Kevin juga terlihat bernafas lega karena kondisi Kamila perlahan-lahan mulai membaik. "Kamu mau minum?" tanya Kevin. Mila mengangguk lemah.

Dengan sigap segelas air putih hangat sudah berpindah kedalam perut Kamila. "Makasih," ucap Kamila. Kevin tersenyum sembari mengangguk. "Ya sudah kamu istirahat ya biar cepet sehat dan bisa kembali beraktifitas lagi."

Tubuh Kamila menegang saat telapak tangan Kevin yang besar mengelus kepalanya. Tanpa sadar wajahnya merah merona. Kamila meremas selimut yang ia pakai dan menggigit bibir bawahnya. "Vin."

"Hm."

"Kamu ngga mau tanya sesuatu sama aku?" cicit Kamila. Ia tidak berani menatap Kevin yanv terang-terangan tengah menatapnya. Suasana menjadi hening dan canggung, tak lama terdengar helaan nafas Kevin.

"Ada banyak pertanyaan di otak aku sampai-sampai rasanya akan meledak. Lebih baik kamu beristirahat biar cepat sembuh dan bersiap menjawab semua pertanyaan aku."

"Maaf," cicit Kamila lagi.

"No problem. Sudah kamu istirahat ya. Setelah itu kamu makan." Kamila menganggukkkan kepalanya. Ia pun kembali terlelap, menikmati semua luka yang ada ditubuhnya.

***

Keesokan harinya Kamila meminta untuk pulang dan beristirahat dirumah. Kevin pun mengantarnya pulang ke rumah. "Kamu yakin mau istirahat dirumah aja? Badan kamu masih lemes gini terus pucat juga," ucap Kevin sambil meraba wajah Kamila. Dia tak tahu jika tindakannya membuat jantung Kamila berdetak kencang dan suhu badannya semakin meningkat.

"I iya gpp Vin. Aku ngga suka bau rumah sakit. Jadi keinget sama Ibu. Lebih baik aku istirahat dirumah aja," ucap Kamila sambil menyingkirkan tangan Kevin dari dahinya. "Ibu? Oh sorry."

"It's oke. Ya udah aku turun ya. Makasih udah antar aku pulang."

"Cepet sembuh ya." Kamilla tersenyum. Ia pun turun dari mobil Kevin dan melambaikan tangannya. Kevin melihat gadis itu masuk ke dalam rumah. Ia terdiam sejenak sebelum akhirnya keluar dari mobil dan menyusul Kamila masuk ke dalam rumah. "Kamu.... Kok"

"Kenapa?!"

"Kamu ngga pulang, Vin?"

"Aku mau pastiin dulu kamu makan dan minum obat yang bener. Aku jamin habis ini kamu pasti langsung tidur dan ngga akan minat untuk makan," ucap Kevin membuat Kamila melongo. Bulu mata lentiknya mengerjap beberapa kali.

Tanpa ba bi bu Kevin segera menuju dapur dan membuka kulkas yang kosong. "Bener kan apa kata aku. Gimana kamu mau makan dan minum obat kalau kulkas kamu kosong kayak gini?!" dumel Kevin.

"Aku ngga sempet belanja."

"Kamu tunggu disini." Kevin pergi dari rumah Kamila. Kamila mengangkat bahunya dan memilih untuk masuk ke dalam kamar.

Kevin tiba di sebuah supermarket yang tidak jauh dari rumah Kamila. Ia mengambil troli dan mulai mengambil satu persatu bahan-bahan makanan untuk stok di rumah Kamil. Ia membeli ayam, daging, ikan serta berbagai macam seafood.

Ia juga membeli dua botol susu dan buah buahan. Tidak lupa ia juga membeli bumbu-bumbu kering untuk memasak. Setelah dirasa semua yang diinginkan masuk ke dalam troli, Kevin segera membayarnya dan kembali ke rumah Kamila.