(Abi POV)
Langkah Abi terhenti saat melihat kehadiran Amanda dihadapannya. Bayangan kejadian semalam terekam jelas di benak Abi saat Amanda tersenyum dengan manis pada seorang lelaki. Abi merasa dirinya menjadi marah saat melihat senyuman Amanda itu. Dia ingin memarahi wanita itu segera, Abi merasa tidak suka bila Amanda tersenyum pada lelaki lain, aneh mungkin tapi itu perasaan yang Abi rasakan. Abi juga merasa sangat bersalah dengan kelakuannya semalam, dia terlalu marah sampai dengan sengaja menyebut kata "gampangan" pada Amanda, Abi merasa kecewa pada dirinya sendiri. Kemarahannya yang tidak beralasan sudah membuat Amanda merasa terluka. Abi baru saja hendak bersuara, berusaha menyapa Amanda, tapi gadis itu sudah berlalu begitu saja dari hadapannya.
"Lain kali, lain kali aku akan minta maaf" janji Abi pada dirinya sendiri.
__________________
Hari ini berlangsung sangat tenang, semua pekerjaan Amanda berlangsung baik. Latissa mengingatkannya kalau dirinya ada janji makan siang dengan Anton. Mereka rencananya akan membahas kontrak kerjasama mereka selanjutnya sesuai janji Amanda sebelumnya. Beberapa hari yang lalu Anton memang sudah lama mengajak Amanda makan siang bersama, tapi Amanda selalu menolak, dari dulu Amanda memang lebih senang membicarakan hal-hal mengenai pekerjaan di kantornya saja, dia terlalu malas untuk keluar dari kantornya, ditambah menurut Amanda akan lebih aman membicarakan hal penting di dalam kantor, bukan di tempat umum, seperti kafe atau restauran, ditambah dengan pesan Ibu Angella dimasa lalu, menambah keengganan Amanda. Tapi entah mengapa, Amanda mengiyakan ajakan Anton siang ini, dia merasa tidak ada salahnya sekali-kali memenuhi ajakan investor pentingnya untuk makan di luar, lagi pula Amanda beberapa hari ini merasa penat dengan kesibukan kantornya dan proyek-proyek perusahaannya yang sudah diujung deadline. Rasa marah dan kecewanya pada Abi juga belum reda, ide keluar makan siang sepertinya ide bagus, pikir Amanda.
"Bu, yakin Ibu sendirian saja?" tanya Latissa. Dia selalu khawatir melihat bosnya ini keluar hanya berdua dengan Anton. Latissa punya perasaan kurang enak setiap bertemu Anton, dia tahu sekali, investor perusahaannya itu sepertinya menaksir Amanda. Awalnya Latissa juga merasa terpesona setiap melihat sosok Anton, siapa yang tidak, pria itu memang tampan dan memesona, Namun, tatapan mata nakal Anton kerap tertangkap oleh mata Latissa, lama-lama dia sedikit curiga. Latissa hanya takut ada niatan lain dari Anton pada Amanda, apalagi Latissa rasa Amanda masih terlalu naif dalam dunia percintaan, boleh dibilang bos nya itu masih bingung dan lugu dengan masalah cinta.
"Saya enggak apa-apa Tis, lagian ini cuma makan siang biasa, tempatnya juga tidak terlalu jauh dari gedung kantor kita" jawab Amanda, merasa heran dengan kekhawatiran Latissa.
"Kabari saya segera ya Bu kalau ada sesuatu yang ibu butuhkan" ucap Latissa sebelum Amanda pergi. Anton sudah menunggu Amanda di bawah, entah mengapa Latissa punya firasat kurang enak, dia meminta Pak Salim untuk mengikuti Amanda dan menunggu Amanda. Dalam hati Latissa berharap semoga ini hanya perasaannya saja.
"Ibu suka steak kan?" tanya Anton saat mobil mewahnya baru saja meluncur keluar dari kawasan gedung kantor Amanda.
"Saya suka Pak," balas Amanda.
"Syukurlah, saya takut Ibu tidak suka makan daging," balas Anton. Amanda tertawa pelan.
"Bapak tenang saja, saya penyuka semua jenis makanan" jawab Amanda, sedikit bercanda. Sepanjang jalan Anton menanyakan beberapa hal mengenai pekerjaan dan perusahaan Amanda hingga mereka sampai ke restoran mewah yang mereka tuju. Anton dengan sopan membukakan pintu untuk Amanda.
"Hmmm, lumayan gentle," batin Amanda dalam hati. Mereka pun berjalan beriringan.
"Wine disini enak sekali" cerita Anton saat mereka sudah duduk di salah satu meja yang sudah dipesan lebih dulu oleh Anton.
"Mohon maaf Pak, saya tidak minum alkohol," tolak Amanda.
"Oh, oke, kalau begitu" balas Anton, dia tersenyum.
"Ah, mengenai kontrak kerja sama sebelumnya, beberapa hari yang lalu saya dan staff perencanaan serta legal hukum kami sudah rapat Pak, kami setuju..",
"Bu Amanda, saya rasa pembicaraan bisnisnya nanti saja setelah kita makan siang, bagaimana?" potong Anton, kembali memamerkan senyuman manisnya. Amanda terdiam, berkas-berkas dihadapannya baru akan dia buka.
"Oh, baik Pak. Ah, iya, maaf ya Pak" ucap Amanda, segera menyimpan berkas-berkas itu.
Anton menaikkan tangannya untuk memanggil pelayan. Gayanya elegan sekali, Amanda menikmati semuanya. Pelayan datang, mereka masing-masing memesan steak. Amanda lagi-lagi merasa sedikit terpesona dengan cara Anton memesan steaknya, mungkin karena dia jarang pergi hanya berdua dengan seorang lelaki dan makan di restoran mewah seperti ini.
"Jadi, Ibu sudah lima tahun memimpin perusahaan ini?" tanya Anton, sedikit berbasa-basi.
"Ini tahun ke enam saya" balas Amanda. Anton mengangguk.
"Apa Ibu sudah berkeluarga? Saya jarang melihat Ibu bersama pasangan, hanya saat launching produk beberapa bulan lalu, saya lihat ibu bersama seorang lelaki, itu pacar ibu Amanda?" selidik Anton.
"Oh, itu dokter yang menangani saya, kita tidak pacaran Pak, kebetulan dokter saya senang dengan band pengisi acara launching itu, jadi saya undang" jelas Amanda lagi, dia mengingat kembali hari patah hati itu.
"Hmm, baguslah.." ucap Anton pelan.
"Gimana Pak?" tanya Amanda, dia tidak mendengar dengan jelas.
"Anton, jangan Bapak. Cukup Anton saja, saya boleh panggil Ibu dengan Amanda saja?" tanya Anton tiba-tiba, matanya menatap lekat Amanda, ada sorot mata yang Amanda tidak dapat jelaskan, yang pasti sorot mata itu tidak pernah Amanda dapatkan dari Abi. Tangan Anton menangkap jemari Amanda sehingga membuat gadis itu tersentak karena terkejut. Amanda mencoba melepaskan genggaman Anton, tapi tidak berhasil, justru genggamannya bertambah kuat.
"Dari awal bertemu dengan Amanda, saya sudah tertarik, tapi ternyata Ibu sulit sekali ya tidak seperti gadis lain" ucap Anton lagi, pria itu mencondongkan tubuhnya sambil menarik jemari Amanda, dia seperti ingin mencium punggung tangan Amanda. Gerakannya cepat sekali, membuat Amanda hampir tidak sadar, tapi dia dengan cepat berusaha menahan tarikan tangan Anton.
"Maaf Pak, kita disini untuk..", kalimat Amanda terhenti. Sebuah rasa nyeri Amanda rasakan di kepalanya. Amanda mengernyitkan keningnya. Seorang wanita cantik dengan wajah marah menarik rambut panjang Amanda dengan keras, Amanda yakin ada beberapa helai rambutnya yang rontok akibat ulah wanita itu.
"Dasar cewek murahan!!" maki wanita itu, dia langsung melayangkan tamparannya ke pipi Amanda sambil tetap menarik rambut Amanda.
Plak! Amanda tidak sempat menghindar, dia merasakan panas, perih dan nyeri yang sangat di pipi kirinya. Amanda segera melawan, gadis itu memukul dan menarik serta mencakar lengan wanita yang masih menarik rambutnya, sangat keras, Amanda yakin itu menyakitkan sehingga cengkraman wanita itu pun terlepas. Amanda buru-buru mendorong wanita itu agar menjauhi dirinya. Wanita cantik yang tidak Amanda kenal itu sedikit terhuyung, lengannya juga terasa sangat nyeri tapi dia berhasil menstabilkan posisinya, mengambil air minum di atas meja sembarangan dan melemparkan kepada Amanda, membuat gadis itu basah. Dibelakangnya Anton sudah meneriaki nama wanita itu dan meminta untuk berhenti.
"Perempuan murahan, berani-beraninya kamu mukul tangan saya" maki wanita itu lagi, dia tidak mengindahkan kalimat Anton, bahkan tangannya sudah kembali mengangkat ke atas untuk kembali menampar Amanda. Tidak mau ditampar lagi, Amanda langsung menangkis dan menangkap tangan kanan wanita itu, disaat bersamaan, Anton juga menarik tubuh wanita itu. Tidak menunggu waktu lama, Amanda membalas tamparan dengan cukup keras, karena seluruh restoran bisa mendengar pekikan keras wanita itu. Wanita itu mencoba membalas, tapi Anton menahan dirinya. Dia meronta-ronta minta dilepaskan.
"Vita, cukup!" bentak Anton.
"Saya minta penjelasan, siapa kamu seenaknya tampar saya?!" tanya Amanda dengan marah. Wanita itu membalas dengan tatapan lebih marah lagi, seakan-akan Amanda telah mengambil hal yang paling berharga dalam hidupnya.
"Kamu perempuan murahan, mau coba goda tunangan saya kan" ucap wanita yang sebelumnya dipanggil dengan nama Vita oleh Anton. Dia bergerak kesana-kemari untuk melepaskan pegangannya dari Anton. Bila tidak ada Anton, rasanya dia dan Amanda sudah bergumul saling tampar atau mungkin saling meninju.
"Diam Vita!! Cukup, kamu buat malu aja" bentak Anton, mulai tidak sabar. Wanita itu kali ini mengalihkan pandangannya kepada Anton.
"Jadi ini kerjaan kamu dibelakang aku? Main gila sama perempuan lain??!" teriaknya.
Amanda merasakan kepalanya berdenyut hebat, wajahnya memanas karena malu, semua mata sekarang tertuju pada mereka bertiga, Amanda yakin ada beberapa yang mungkin sudah merekam kejadian memalukan ini. Dia tertawa sinis.
"Saya dan Pak Anton hanya membicarakan masalah bisnis, Anda jangan khawatir, saya tidak tertarik dengan tunangan Anda," ucap Amanda, dia mengambil tasnya yang masih berada disamping kursi.
"Dan buat Anda Pak Anton, saya rasa perusahaan kami tidak bisa bekerja sama dengan lelaki yang sering berlaku genit seperti Anda, detik ini juga saya batalkan kerja sama kita" lanjut Amanda lagi, menatap Anton dengan rasa marah dan jijik. Dia melangkah keluar, berusaha melewati banyak pasang mata yang menatapnya dengan pandangan berbagai, entah apa yang mereka pikirkan terhadap Amanda, yang pasti Amanda merasa terhina sekali. Ini bahkan lebih buruk dari penghinaan Abi tempo hari. Amanda berjalan cepat sambil berusaha menghubungi Latissa, hanya Latissa yang ada di pikirannya.
"Halo" sapa Amanda dengan suara bergetar karena menahan emosi.
"Bu?" panggil Latissa, merasakan ada yang aneh dengan nada suara bosnya.
"Minta Pak Salim untuk jeput saya" pinta Amanda.
"Pak Salim ada di luar Bu, saya sudah minta untuk menunggu Ibu, apa ada masalah Bu?" tanya Latissa lagi, Amanda belum pergi lama mengapa cepat sekali kembali, ada masalah apa, itu yang ada di pikiran Latissa.
"Minta Pak Salim untuk jeput saya di lobi segera" balas Amanda, dia lalu mematikan sambungan teleponnya. Dia bergegas menuju lobi.
Pak Salim memang supir yang baik, setelah menerima telepon dari sekretaris Amanda, lelaki paruh baya itu langsung meluncurkan mobilnya segera menuju lobi. Nona nya sudah ada disana, penampilannya berantakan sekali, rambut nya kusut, sedikit basah, ada noda air disana. Pak Salim juga melihat pipi Amanda yang memerah, detik itu juga Pak Salim paham kemungkinan apa yang terjadi di dalam. Pria itu tidak bertanya, dia membukakan pintu untuk Amanda dengan sopan. Sebuah tangan menahan pintu itu saat Pak Salim akan menutupnya.
"Bu Manda, tolong, saya bisa jelaskan" pinta Anton, entah bagaimana caranya, lelaki itu ada disana.
"Saya tidak butuh, seperti yang saya bilang kontrak kita batal, saya tidak butuh" balas Amanda lagi, tatapannya berubah menjadi jijik, dia ingat saat tangannya dipegang oleh jemari Anton bahkan hampir dicium, membayangkannya saja Amanda jadi bertambah jijik dan marah.
"Mohon maaf Pak, saya mohon Bapak melepaskan pintunya" ucap Pak Salim dengan tegas sambil menunjuk ke tangan Anton yang masih ada di pintu mobil. Anton melepaskan tangannya. Pak Salim segera menutup pintu mobil dan kembali masuk ke dalam. Satu detik kemudian mobil itu sudah meluncur pergi. Pak Salim mengecek keadaan nonanya, Amanda tidak menangis, dia hanya merebahkan tubuhnya dengan tatapan kosong. Hari ini benar-benar hari sial dan memalukan dalam hidupnya.
---------
jangan lupa untuk follow IG saya di rizkaadityahami
ditunggu dukungan ss nya
Happy reading