"Selamat pagi" sapa Ananda. Lelaki tua itu tersenyum dingin. Amanda berdiri dengan tenang. Air mukanya dia usahakan juga tetap terlihat tenang dan tidak takut.
"Selamat pagi Pak! Wah, ada angin apa Bapak berkunjung kesini? Rasanya rapat pemegang saham masih lama" sindir Amanda, menjulurkan tangannya untuk menyalami Pak Ananda.
"Saya hanya ingin melihat tempat saya menanam saham, apa tidak boleh?" balas Ananda dengan sengit. Amanda tersenyum manis, dalam hati dia mengumpat lelaki tua didepannya. Kalau saja waktu itu perusahaan Amanda tidak sedang dalam keadaan kritis, sudah pasti Amanda menolak untuk menjual beberapa sahamnya pada Ananda.
"Lagipula kamu tahu kan alasan sebenarnya saya kesini, bagaimana perkembangan produk baru kita?" tanya Ananda lagi dengan muka mengejek.
"Kita sedang cari investor baru Pak..".
"Haha, bukannya sebelumnya kamu sesumbar pada semua pemegang saham kalau sudah menemukan investor yang setuju menanamkan modal besar, kenapa cari investor baru lagi?" potong Ananda, menatap Amanda lagi. Lelaki tua itu tersenyum culas, pertanyaan itu sebenarnya sudah ada jawabannya.
Amanda tertawa kecil, dia tahu kemana arah pembicaraan ini, Ananda hanya menanyakan pertanyaan retoris pada dirinya. Amanda yakin lelaki licik ini sudah tahu alasan mereka harus mencari investor baru.
"Investor sebelumnya sudah tidak bisa menjadi investor lagi" jelas Amanda, tetap tenang.
"Saya kecewa sekali, jadi untuk apa kamu menggoda investor itu kalau ternyata batal. Lebih baik dari awal tidak usah memalukan diri sendiri, memang sulit kalau dari kecil tidak punya orang tua, tidak ada yang mengajarkan sopan santun, sampai sekarang saya heran kenapa Angella mau pungut kamu" balas Ananda dengan wajah mengejek.
Amanda tidak menjawab, dia diam meredam emosinya sebisa mungkin. Jantungnya berdetak lebih cepat karena marah, napasnya terdengar berat. Kedua tangan Amanda mengepal hingga semuanya terlihat memucat. Latissa yang berdiri tepat di belakang Pak Ananda bisa melihat jelas perubahan emosi Amanda saat ini. Lagi-lagi lelaki itu menghina Amanda. Ini bukan yang pertama kali Ananda menghina kenyataan kalau Amanda hanya seorang anak yatim piatu. Bukan masalah yatim piatu nya yang membuat Amanda berang, tapi lelaki tua ini jelas-jelas menyebutkan tidak tahu sopan santun. Melihat Amanda yang sangat marah, lelaki tua itu semakin senang, dia justru berharap perempuan muda yang sebenarnya adalah anak angkat adik kandungnya, Angella, itu tidak mampu menahan amarahnya karena hinaannya. Kalau bisa Ananda justru berharap gadis ini memukul, meninju atau melakukan suatu kekerasan padanya, dengan seperti itu dia bisa punya banyak alasan untuk membujuk anggota dewan pemegang saham untuk menurunkan Amanda dari jabatannya sekarang, hanya tinggal menunggu sedikit lagi maka semuanya bisa dia miliki.
Latissa menatap bosnya itu, antara prihatin dan cemas. Cobaan Amanda seakan-akan datang bertubi-tubi. Gadis itu bahkan belum selesai menata hatinya karena cinta pertamanya ditolak, kini dia terpaksa berurusan dengan video tampar-tamparan dengan tunangan Anton, belum lagi masalah kantor yang jadi menumpuk karena mereka kehilangan investor, kalau Amanda lepas emosi karena ucapan adik Bu Angella ini, Latissa bisa mengerti. Tapi, Amanda bukan gadis seperti itu. Dia sudah mengalami banyak hinaan selama 31 tahun dia hidup didunia ini. Penghinaan Ananda barusan, tidak ada artinya bagi Amanda. Itu hanya satu dari berjuta hinaan yang pernah dia terima karena masih banyak hal lain yang lebih menyakitkan dari hanya mengatakan kalau dia hanya seorang anak yatim piatu yang tidak tahu sopan santun.
"Ya, saya memang hanya seorang yatim piatu" balas Amanda, suaranya bergetar, tapi dia tetap menjaga emosinya agar tidak meledak.
"Tapi saya bukan orang yang mau menjual diri untuk bisa mendapatkan investor untuk perusahaan saya. Saya juga tidak pernah melakukan hal-hal memalukan, hanya untuk merebut sesuatu yang bukan milik saya" sindir Amanda.
Keluarga Bu Angella pernah dengan kejamnya memperkarakan Amanda saat harta Bu Angella semua diwariskan padanya. Mereka menuduh Amanda yang mengancam Angella untuk mengubah surat wasiatnya. Sialnya, pengacara Ibu Angella justru ikut bekerja sama dengan Ananda dan keluarganya untuk membuktikan kebenaran tuduhan mereka. Amanda hanya gadis miskin yang tidak berdaya waktu itu. Dia hanya bisa mengalah. Hanya perusahaan ini yang bisa Amanda miliki, karena sebelum meninggal, Bu Angella sudah mengganti kepemilikan perusahaan ini menjadi milik Amanda, keluarga Bu Angella juga tidak masalah, karena waktu itu perusahaan ini yang paling sering merugi bila dibanding dengan perusahaan lain milik Angella. Ananda kembali mengganggu kehidupan Amanda tiga tahun yang lalu. Saat itu perusahaan Amanda yang baru saja membuka cabang, mengalami krisis karena produk mereka sempat gagal di pasaran. Untuk menutupi semua kerugian, Amanda terpaksa mengambil tawaran bantuan dari Ananda dengan perjanjian, Amanda harus memberikan saham perusahaannya sebanyak 10%, jumlah yang cukup untuk membuat lelaki jahat itu selalu mengganggu posisi Amanda sebagai pimpinan.
"Bapak tunggu saja nanti, saat semuanya sudah jelas, saya pasti akan menuntut Bapak untuk menarik semua hinaan dan tuduhan jahat Bapak kepada saya" ucap Amanda, berapi-api. Mulai detik ini, Amanda tidak akan lagi mengalah seperti dulu, dia akan melawan balik, bukan hanya Ananda, tapi semuanya yang menghina dirinya, hanya tinggal menunggu waktu, Amanda akan membuat perhitungan.
_______________