"Apa ibu sudah yakin dengan apa yang akan ibu lakukan?" tanya Pak Anwar. Amanda mengangguk dengan mantap. Dia sedikit terganggu dengan keraguan yang terlihat di sorot mata ketua tim pengacaranya itu.
"Apa Bapak takut?" tanya Amanda. Pak Anwar menggelengkan kepalanya. Dia tahu tim pengacara yang biasa mengurus keluarga Vita, bukan pengacara sembarangan. Jelas memberikan tuntutan kepada keluarga itu juga bukan pekerjaan yang main-main, pikir Pak Anwar.
"Untuk hal itu kita butuh pikiran dan bukti yang cukup. Karena lawan kita bukan orang sembarangan, saya harap, sambil mengumpulkan bukti, Ibu pikir dengan kepala jernih, ini bukan hanya akan berpengaruh untuk ibu secara pribadi, tapi juga untuk perusahaan ibu. Bukan tidak mungkin keluarga itu bisa mengganggu perusahaan ibu Amanda. Saya akan pelajari dulu kasus ini, kabari saya bila ada yang ingin ibu sampaikan lagi" jelas Pak Anwar. Pamit undur diri. Amanda setuju dengan penjelasan pengacara itu. Dia juga tidak mau jadi terlihat konyol bila maju ke medan perang tanpa bukti yang cukup.
Setelah tim pengacaranya pulang, ponsel Amanda berbunyi, ternyata dari Latissa.
"Bu, rekaman CCTV nya sudah ada," ucap Latissa dengan suara bahagia.
"Bagus, segera pulang ya" jawab Amanda.
"Baik Bu" balas Latissa. Sekitar 30 menit menunggu, akhirnya Latissa sudah berada di ruangan Amanda lagi, kerja perempuan ini memang hebat sekali, batin Amanda.
"Bagaimana bisa dapat?" tanya Amanda penasaran. Latissa tersenyum misterius.
"Apapun saya lakukan demi untuk menolong ibu" jawab Latissa dengan wajah serius. Amanda tersenyum senang. Benar-benar sekretaris andalan, batin Amanda. Dia sudah memikirkan sesuatu untuk Latissa kelak.
"Ayo sini, saya ingin lihat angle CCTV nya, semoga terlihat dengan jelas" ucap Amanda. Latissa menyerahkan USB yang berisi rekaman CCTV itu. Amanda dan dirinya sama-sama menonton di laptop kerja Amanda.
Rekaman itu berdurasi sekitar 30 menit. Amanda melihat dengan jelas kalau Vita sudah ada di restauran itu sebelum Amanda dan Anton datang, karena dia datang dari arah meja di sisi yang tidak terlihat dari meja mereka. Mungkin saja Anton tidak menyadari kalau Vita akan datang di tempat ini. Pantas saja wajahnya saat itu terlihat sangat terkejut saat Vita tiba-tiba datang dan langsung menjambak Amanda. Detik berikutnya Amanda dengan jelas melihat kejadiannya. Beruntung meja mereka berada di area yang bisa terekam jelas oleh CCTV restauran. Amanda juga akhirnya bisa melihat orang yang mengambil kejadian itu dengan ponselnya, bisa jadi orang itu adalah orang yang menyebarkan rekaman ini, pikir Amanda.
"Kerja bagus, Tissa" puji Amanda.
"Terimakasih Bu" balas Latissa, tersenyum puas, setidaknya ini yang bisa dia lakukan untuk membalas kebodohan dirinya karena tidak menyelidiki latar belakang Anton dulu.
"Saya pulang dulu, file ini akan saya kirim pada Pak Anwar," ucap Amanda setelah selesai menyalin file video dari USB Latissa.
"Biar file ini saya yang kirim ke Pak Anwar Bu, Ibu langsung pulang saja. Saya akan urus semuanya" balas Latissa.
"Oke, terima kasih ya" ucap Amanda.
Amanda pamit pulang, seperti biasa, dia memilih untuk berjalan kaki dengan pelan menuju apartemennya. Amanda butuh udara segar untuk berpikir, hari ini terasa sangat melelahkan. Dalam dua puluh menit, Amanda sudah melihat gedung apartemennya, dia mengalihkan perhatian menuju ponselnya, ingin mengetahui apakah pengacaranya sudah melihat file yang harusnya sudah Latissa kirimkan. Tiba-tiba ada seseorang menghalangi langkah Amanda.
"Amanda, apa bisa kita bicara sebentar" Anton sudah berada disana, berdiri tepat dihadapannya.
"Maaf Pak, saya rasa sudah tidak ada yang perlu kita bicarakan, saya sudah putuskan kerja sama kita tidak bisa dilanjutkan lagi." jelas Amanda, dia sedikit terkejut, tapi bukan Amanda namanya kalau tidak bisa bertingkah tenang.
"Tolong, dengarkan dulu penjelasan saya" pinta Anton. Amanda menggelengkan kepalanya.
"Saya sudah putuskan pertunangan saya dengan Vita, perempuan itu memang selalu buat saya malu, dia berbeda dengan kamu, Manda," keluh Anton, seperti mencoba merayu Amanda lagi. Hal itu membuat Amanda tertawa, dasar laki-laki tidak tahu diri, batin Amanda.
"Maaf sekali Pak, saya dan Bapak hanya sebatas rekan bisnis, saya sama sekali tidak tertarik dengan hubungan dan kehidupan pribadi Bapak. Bagi saya bisnis dan kehidupan pribadi tidak bisa dicampur aduk, permisi" balas Amanda, tapi langkahnya lagi-lagi terhenti karena Anton mencekal tangannya, mencegah Amanda pergi.
"Saya benar-benar tertarik dengan kamu, apa tidak ada kesempatan untuk saya?" tanya Anton lagi. Amanda mencoba melepaskan cekalan tangan Anton, tapi semakin Amanda bergerak, tangan Anton terasa semakin kuat.
"Tolong lepaskan Pak, ini sakit" balas Amanda, mulai marah.
"Tidak akan saya lepaskan kalau kamu tidak mau dengar penjelasan saya" balas Anton dengan keras kepala. Amanda menatap dengan kesal.
Amanda baru akan membuka mulut untuk memarahi Anton, ketika tiba-tiba ada sebuah tangan lagi yang menarik tangan Anton untuk melepaskan cekalannya. Tangan itu juga langsung menarik tangan Amanda, membuat gadis itu sedikit limbung dan linglung, badannya tidak stabil, tapi tangan kokoh itu menggapai pinggangnya dan membantunya berdiri tegak. Amanda melirik ke arah si pemilik tangan. Abi sudah ada disana, menatap Anton dengan tatapan yang dingin dan jelas terlihat tidak suka.
"Kenapa anda begitu keras kepala, Manda jelas-jelas bilang tidak suka" ucap Abi dengan wajah datar.
"Apa kamu enggak apa-apa?" lanjut Abi lagi. Melihat dengan wajah penuh kehangatan kepada Amanda. Gadis itu bertambah linglung. Abi memanggilnya dengan panggilan Manda, dan yang lebih gila lagi dia bahkan sudah ber-aku kamu pada Amanda. Apa hari ini matahari terbit di Utara, batin Amanda, heran melihat tingkah Abi. Amanda hanya bisa menggelengkan kepalanya.
"Saya harap jangan lagi dekati Manda," balas Abi lagi. Anton disisi lain juga kebingungan, siapa laki-laki ini, apa dia kekasih Amanda, kalimatnya menyiratkan kalau mereka sangat dekat, pikir Anton.
"Siapa kamu?" tanya Anton kesal.
"Bukan urusan anda" balas Amanda cepat. Lalu menarik tangan Abi masuk ke dalam apartemen, dia tidak mau kedua lelaki ini beradu mulut apalagi sampai berantem di tempat umum, akan jadi hal yang memalukan lagi, pikir Amanda dalam hati. Amanda tetap memegang pergelangan tangan Abi sampai mereka berada di depan lift apartemen mereka. Amanda melepaskan tangan Abi, tapi lelaki itu dengan cepat menangkap tangan Amanda. Gadis itu balas menatap Abi.
"Terimakasih, tapi sungguh lain kali tidak perlu seeprti itu" ucap Amanda pelan, menunduk dengan hormat lalu berusaha melepaskan tangannya. Abi menajamkan sorot matanya, tangannya tetap kokoh memegang tangan Amanda, membuat gadis itu menjadi lebih kesal lagi. Baru saja Anton berlaku seperti itu, sekarang gantian Abi yang seperti itu.
"Apa ada lagi yang Dokter ingin Dokter sampaikan" tanya Amanda, menatap Abi dengan kesal. Tangannya juga mulai terasa sakit.
"Banyak, banyak hal yang ingin saya sampaikan" jawab Abi, tatapannya sedikit melembut, membuat jantung Amanda berdebar tidak karuan.
________
Up baru
jangan lupa dukungannya ya