Chereads / THE ROOMMATE 2 : SIDE STORIES (21++) / Chapter 40 - 39 ARINA & LEO : FROM NOW ON, I’M YOUR MOTHER…

Chapter 40 - 39 ARINA & LEO : FROM NOW ON, I’M YOUR MOTHER…

Rose Mansion, pagi hari, 3 hari kemudian…

"................."

Sante terpaku diam. Teman-temannya juga. Semuanya. Kurang lebih ada sekitar 5000 orang yang berkumpul di depan gerbang masuk yang sangat lebar dengan ukiran bunga mawar tersebut. Sementara tepat di hadapan mereka, terbentang sebuah bangunan megah maha luas.

Dengan tangan gemetar hebat, Sante memeriksa pesan masuk di ponselnya. Dari Arina tadi pagi. Sebuah pesan singkat.

"Aku di sini…" dan sebuah tanda GPS yang menandakan lokasi dimana ia berada.

Dan, di sinilah mereka. Di sebuah dunia asing nan antah berantah.

Sante mulai tertawa geli. Sangat keras. Semua mata langsung memelototi Sante yang sedang tertawa terpingkal-pingkal dengan hebatnya. Ini memang salah satu kebiasaan pria itu kalau sedang gugup. Mereka sudah hafal benar karakternya yang satu ini.

Tapi tawa Sante tiba-tiba berhenti ketika ponselnya mendadak berdering. Sebuah nama muncul di depan layar ponsel tersebut. Arina.

Gugup, Sante menjawab teleponnya.

"KAU SEDANG APA, BODOHHHH!!!!!! KENAPA TIDAK MASUK!!! AKU SUDAH MENUNGGUMU DARI TADI!!!" teriak Arina keras – keras tanpa babibu lagi. Posisi gadis itu sendiri sedang berada di ruang kontrol CCTV dan ia bisa melihat keadaan Sante dengan sangat jelas pagi ini.

Sante langsung menjauhkan ponsel tersebut dari telinganya. Ughh…

Berusaha untuk meredakan dengingan di dalam gendang telinganya akibat teriakan Arina barusan.

Bujubuneng….makan apa gadis itu pagi-pagi sampai suaranya bisa sekeras mercon seperti itu padanya??!!

"Arina, aku…"

Belum habis Sante bicara, mendadak gerbang masuk itu langsung terbuka lebar di depan mata semua orang.

"..................…."

.....................….

Rose Mansion, lapangan rumput, dekat Rose Garden.

Arina lalu menyambut teman-temannya di lapangan rumput luas yang terletak tak jauh dari Rose Garden. Sambil duduk santai di atas hamparan permadani hijau alami tersebut, Arina mulai membahas beberapa kondisi terbaru mengenai geng mereka serta dimana lokasi baru untuk markas mereka berikutnya akan ditetapkan. Ada beberapa alternative tempat yang sudah Leo dan Judy sarankan untuk Arina. Dan sekarang, Arina meneruskan usulan tersebut kepada Sante dan kawan-kawannya. Untuk masalah survey lokasi, mereka hanya tinggal menyepakati hari dan jamnya dimana mereka bisa menyeleksi masing-masing tempat dengan teliti dan sesuai dengan kebutuhan semua anggota.

Tak lupa, Arina juga secara resmi menyatakan mundur selamanya dari Geng Tengkorak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada Sante sepenuhnya. Tapi, karena sekarang Geng Tengkorak sudah diakuisisi oleh Klan Levy, maka semua jaringan distribusi serta bisnis yang dulu dimiliki oleh Geng Tengkorak akan dikuasai sepenuhnya oleh klan tersebut. Tapi sebagai gantinya, Klan Levy akan bertindak sebagai pelindung bayangan mereka dan Geng Tengkorak diberikan misi khusus untuk menguasai semua jalur informasi bawah tanah yang tadinya dimiliki oleh para geng lawan mereka.

Untuk melancarkan misi tersebut, para anggota Geng Tengkorak dibiayai untuk mendirikan beberapa bidang usaha yang bisa membantu mereka melancarkan misi tersebut dan sekaligus menguasai setiap lini jalur lalu lintas komunikasi yang terjadi di dunia bawah tanah dan menyampaikannya secara langsung kepada divisi intelijen Klan Levy yang kemudian akan mengecek, menyaring dan menyelidiki kebenaran setiap berita yang sampai di telinga mereka. Untuk masalah hubungan kerjasama ini, Rogard menerangkan semuanya dengan sangat detil dan akurat. Sesuai dengan kompetensinya sebagai tangan kanan sang pewaris Klan Levy, Leonard Levy.

Sante mengangguk-angguk.

Dan setelah berunding cukup lama, Sante, Arina dan seluruh anggota Geng Tengkorak akhirnya mencapai kata sepakat. Dan setelah memutuskan kapan waktu yang tepat untuk melakukan survey lokasi baru untuk markas besar mereka, mereka pun berpisah.

Arina mengucapkan salam perpisahannya dan mengantar kepergian mereka semua di depan gerbang bersama dengan Rogard. Setelah rombongan motor tersebut menjauh, Rogard lalu berkata pada Arina.

"Nona, Kakek Dom dan tuan muda Leo sedang menunggu kehadiran Anda di sayap utara mansion…"

...................

Sayap utara Rose Mansion…

Pria tua tersebut mengamati 4 buah peti mati berwarna putih yang tengah berada di hadapannya. Beberapa rangkaian bunga mawar putih besar model klasik nampak menghiasi ruangan bergaya Eropa tersebut. Di setiap peti mati, bagian atasnya terbuka. Menampilkan dua wanita, seorang pria dewasa serta seorang bayi laki-laki mungil yang sedang terbaring tenang di dalamnya. Wajah mereka tersenyum. Seakan-akan seperti sedang tertidur pulas yang entah kapan akan terbangun.

Wajah Kakek Dom gelap karena duka. Dalam semalam, kerutan-kerutan di wajahnya bertambah sehingga ia terlihat jauh lebih tua di usianya yang menginjak paruh baya. Reaksi Leo tak jauh berbeda. Walaupun ia terlihat lebih tenang dan ekspresi wajahnya datar, tapi batinnya bergejolak hebat dengan duka dan amarah yang menggelegak.

Klan Levy sangatlah besar dengan jumlah anggotanya yang mencapai jutaan orang dan tersebar luas di 3 Dunia. Tapi bagi anggota-anggota klan di lingkaran pertama, seperti Leo, Rogard, Kakek Dom, dan para staf di divisi intelijen klan, hubungan mereka semua sangatlah dekat. Seperti sebuah keluarga besar karena rasa persaudaraan yang begitu erat karena mereka seringkali menempuh bahaya bersama-sama. Beberapa anggota mata-mata elite bahkan bertumbuh besar bersama Leo sewaktu ia remaja dulu, sehingga hubungannya dengan mereka terasa sangat personal. Termasuk si kembar yang kini sudah berubah menjadi jasad tanpa nyawa. Josh dan Sharen Levy.

Terutama Josh Levy. Leo sendiri dulu bahkan mendampinginya menjadi best man di altar saat ia menikah dengan cinta pertamanya, Caroline. Kakek Dom bahkan menjadi ayah baptis bagi kedua anak kembar Josh saat Caroline melahirkan dulu. Sky dan Jade. Sharen Levy bahkan seringkali bermanja-manja padanya seperti anak perempuannya sendiri. Sementara Rogard adalah orang pertama yang menjadi pelatih bela diri bagi si kembar sebelum pada akhirnya mereka berdua dinyatakan lulus sebagai tim mata-mata elite Klan Levy.

Kini, ketiganya sudah meninggalkan dunia ini. Sharen, Josh, dan Caroline. Penyesalan terbesar Kakek Dom adalah Caroline. Caroline sudah dalam masa hampir melahirkan ketika ia tiba-tiba mendengar kabar kematian suaminya, Josh pada keesokkan harinya. Batinnya terguncang hebat dan air ketubannya langsung pecah. Tim medis langsung bergerak cepat untuk melarikan Caroline ke rumah sakit dan membantunya bersalin saat itu juga. Tapi, mungkin karena rasa frustasinya, Caroline mengalami pendarahan hebat yang akhirnya menyebabkan ia meninggal saat itu juga. Bayinya, yang berhasil dikeluarkan melalui operasi Caesar, juga bernasib sama. Entah apakah karena memang jiwanya masih tersambung dengan ibunya sehingga tanpa sadar, ia memilih untuk ikut berpulang. Dalam satu malam, empat nyawa menghilang.

Arina segera memasuki ruangan dengan langkah-langkah panjang dengan nafas tersengal. Tapi ketika ia sampai, ia tercekat. Matanya menatap nanar pada 4 peti mati yang berada di tengah ruangan. Saat melihat ekspresi Kakek Dom, Leo, Rogard dan Judy yang sedang berada di sebelahnya, ia tak perlu bertanya lagi.

Diatas kertas, mereka menang besar. Tapi pada kenyataannya, mereka juga kalah. Perang, biar bagaimanapun tidak pernah memberikan sebuah kemenangan mutlak. Selalu ada harga yang harus dibayar mahal untuk sesuatu yang diraih dengan darah. Dan, keempat peti mati tersebut adalah harga yang harus mereka bayar untuk peperangan kali ini.

Kematian….

Dari orang-orang terkasih yang pernah mengisi kehidupan mereka.

Dulu, Arina pernah kehilangan Dicky. Rasa sakit akibat duka terasa seperti merobek setengah nyawanya. Ia berasa lumpuh mendadak. Kehidupan tak lagi berarti untuknya.

Kini, rasa duka yang sama dirasakan oleh Kakek Dom dan Leo yang sedang terdiam di tempatnya masing-masing dengan bahu berguncang pelan akibat duka. Keadaan Rogard sama saja. Kedua matanya sudah memerah basah.

Judy lalu menghampiri dan memeluk Kakek Dom di dalam pelukannya. Arina berjalan mendekati Leo dan memeluk tubuh jangkung pemuda tersebut. Ia membiarkan airmata Leo yang hangat membasahi tengkuknya dan tubuh pemuda itu berguncang hebat dalam isakan tangisnya.

Ia sudah pernah melewati semua itu. Judy juga. Sekarang, giliran mereka berdua untuk meminjamkan bahu dan tangan untuk mengobati luka hati dari kedua pria ini. Air mata kesedihan adalah lagu terbaik untuk mengeluarkan semua emosi yang tertahan yang mengalir di jiwamu.

Menangislah….

Berteriak kalau kau perlu….

Aku ada di sini….

Memelukmu….

Menghiburmu…

Memberimu semangat…

Dan mengingatkanmu sambil bergandeng tangan…

Bahwa ketika matahari kembali terbit esok hari, kehidupan harus tetap berjalan ….

Walau sesakit apapun deritamu hari ini….

...............…

Dua pasang langkah kecil memasuki ruangan dengan tegar. Dari kedua pasang mata berwarna kecoklatan yang terlihat sembab. Semua orang tahu kalau sepasang anak kembar ini baru saja menangis hebat akibat kematian orang tua mereka. Tapi mereka lalu duduk di sebuah kursi panjang sambil bergandengan tangan dan menunggu dimulainya proses kremasi jasad kedua orangtua, bibi dan adik kecil mereka. Sekarang, mereka adalah anak yatim piatu.

Melihat kehadiran sepasang anak kembar tersebut. Arina tercengang. Ia melepaskan pelukannya sejenak dari tubuh Leo dan bertanya, "Siapa kedua anak ini?"

"Mereka anak kembar pertama dari Josh dan Caroline. Bayi kecil yang ada di dalam peti mati tersebut adalah adik mereka yang meninggal di saat yang bersamaan dengan ibunya…"

Arina lalu mendekati kedua kakak beradik tersebut dengan tatapan lembut dan berlutut di depan mereka.

"Hai…"

"Hai juga, Tante…"

"Boleh Tante tahu siapa nama kalian?"

"Jade. Aku lahir duluan 3 menit darinya…"

"Sky…." jawab gadis kecil di hadapan Arina dengan wajah muram.

Sebuah rasa belas kasih yang luar biasa menyelinap masuk ke dalam hati Arina. Memberikannya rasa hangat yang aneh saat ia menatap dua pasang mata polos berwarna kecoklatan ini.

"Jade.."

"Sky…."

"Mulai dari hari ini, aku akan menjadi wali kalian. Panggil aku Mama Arina…ok?"

Sepasang senyum manis lalu merekah di wajah sepasang malaikat kecil berbaju hitam tersebut.

.