Sante dan Arina sedang bersiap-siap di tempat persembunyian mereka. Malam itu angin berhembus kencang. Bulan tertutup awan mendung sehingga membuat suasana tambah mencekam.
"Perasaanku tak enak…." bisik Sante pada Arina yang sedang sama-sama mengintai di sampingnya. Ia sudah mendapat gambaran utuh seputar pertempuran terakhir yang akan mereka lakukan. Bagaimana strategi mereka untuk memenangkan perang ini. Dan kelanjutannya, setelahnya.
"Nenekku bilang kalau bulan tertutup awan, biasanya akan ada kejadian buruk yang terjadi.."
kata Sante dengan wajah kuatir. Kalau ia sudah seperti ini, Hayden dan teman-temannya pasti sudah menggodanya habis-habisan. Tapi bagi Arina, sikap Sante seperti ini sangat menyebalkan. Sedikit banyak ia agak menyesali keputusannya untuk menjadikan Sante seorang ketua geng.
"SANTE!!! LIHAT AKU!!" bentak Arina galak.
"Apa malam ini aku terlihat seperti nenekmu??" kata Arina lagi dengan nada sewot.
"Tidak, kau terlalu muda untuk menjadi nenekku…"kata Sante lagi dengan polosnya.
Astagaaaa, Santeeeeeeeee…..
Arina sedang bersiap-siap untuk mencekik pria itu ketika tiba-tiba telinganya menangkap suara yang mencurigakan dari arah kejauhan. Suara gerungan motor. Tidak hanya satu. Banyak.
Ratusan. Atau mungkin ribuan.
"Mereka datang…." bisik Arina sambil bangkit berdiri. Pandangan matanya menyipit waspada.
"Bersiap, Sante…"
........................…
Sante dan beberapa puluh anggota sudah bersiap dan menghadang pasukan musuh dalam radius beberapa ratus meter di depan pintu gerbang. Bunyi gemuruh mesin kendaraan semakin lama semakin dekat. Debu beterbangan di tengah deru pasukan motor besar yang berjumlah hampir dua ribu orang tersebut dengan bentuk formasi setengah lingkaran sempurna. Mengepung mereka semua dengan ketat. Tanpa ada satupun celah.
Melihat kondisi ini, Hayden yang berdiri di belakang Sante langsung berbisik dengan cemas.
"Habis ini, kita harus bagaimana, Sante?"
Jumlah pengendara motor yang mengerumuni mereka semakin banyak. Sekarang malah sudah bertambah dua kali lipatnya. Muka Rick dan teman-temannya sudah semakin jelek. Bau asap knalpot dan bunyi gerung mesin motor mengisi keheningan malam tersebut. Menyiratkan hawa bahaya di setiap detiknya.
"Kalian semua bersiap…"
Sante mengambil ancang-ancang untuk melangkah mundur dengan sangat hati-hati. Ini adalah siasat pertama Arina. Memancing semua musuh untuk masuk ke dalam area markas besar mereka sebanyak-banyaknya.
"LARIIIIIIIII...…."
Secepat kilat tubuh Sante dan teman-temannya langsung berbalik arah dan lari sekencang mungkin menuju ke arah markas besar mereka di belakang.
"BRENGSEKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK!!!!!" teriak salah satu pemimpin rombongan dengan kesal dan tanpa pikir panjang lagi, ia segera melarikan mogenya untuk menyusul Sante dan semua temannya yang sedang berlari kencang menuju kea rah markas mereka.
"KEJAR MEREKAAAAAAAAAAA…..!!!!!"
Serentak, lautan motor tersebut bergerak maju ke satu arah. Sekencang-kencangnya.
Nafas Sante terengah-engah. Ia sudah lama sekali tidak melakukan lari sprint seperti ini.
"Hosh….hosh…hosh….hosh….hosh...."
"Se…dikit lagi…."
Gerbang sudah berada di depan matanya. Sante mempercepat langkahnya. Hampir sampai….
BRUAKKKKKK!!!!!
"ARGGHHHH…"
Tubuhnya tiba-tiba terjatuh dan terpelanting ke depan akibat sandungan kakinya sendiri.
"SANTE!!!!" teriak Hayden kaget saat menyaksikan kejadian tersebut. Ia sendiri dan teman-teman lainnya sudah sangat dekat dengan gerbang markas.
Sante mencoba berdiri. Sulit sekali…
Ia jatuh sekali lagi.
Pergelangan kakinya terkilir..
Sementara telinganya menangkap deru mesin kendaraan motor yang semakin lama semakin mendekat ke arahnya. Mau tidak mau, Sante terpaksa memaksakan diri. Harus….
Ia harus sampai di sana….
Sambil tertatih-tatih, ia kembali melangkah. Walaupun rasa nyeri yang luar biasa hebat mendera kakinya. Keringatnya mengucur deras. Nafasnya hampir putus ketika mendadak ia merasakan seseorang mengalungkan lengannya. Dan seorang lagi di sebelahnya.
Vijay dan Solomon. Anggota junior dari Geng Tengkorak. Seulas senyum tampak di wajah mereka.
"Nobody leaves behind, Sante. That's what you told us before…"
Sante tersenyum. Family stays and sticks together whatever it costs….
Dengan dipapah oleh kedua orang tersebut, langkah Sante semakin cepat. Dan akhirnya ia berhasil memasuki markas. Sementara pasukan musuh terus mengejar di belakang mereka dengan membabi buta. Berduyun-duyun masuk ke dalam area markas mereka dengan cepat seperti air bah. Arina mengamati semua adegan tersebut dari atas atap markas dengan sorot mata sedingin es. Sesuai perkiraannya.
Gadis itu terus menunggu sampai area markas mereka hampir terisi penuh oleh para moge tersebut. Dengan kapasitas area yang sangat luas dan mampu menampung hampir 15.000 motor, Arina hanya harus sedikit bersabar untuk memanen hasil yang ia harapkan. Ia sudah membanjiri area tersebut dengan minyak tanah sebelumnya sambil menyebar beberapa dinamit secara acak. Sementara, para anggota Geng Tengkorak yang bertugas untuk memancing lawan sudah berhasil bersembunyi di bungker yang sengaja dibuat untuk kamuflase.
Lalu, setelah beberapa saat, ketika jumlah lautan moge itu sudah hampir berkurang, tanpa diduga, gerbang markas langsung ditutup dengan cepat dari arah luar. Melihat gerbang tertutup secara otomatis, para pengendara motor itu terkejut kaget. Tapi, belum habis rasa kaget mereka, Arina lalu melakukan satu tindakan lagi.
Dengan santainya, ia lalu menjatuhkan obor berapi yang dari tadi digenggamnya ke atas tanah.
DHUARRR!!!!!
DHUARRR!!! DHUARRR!!!
Api langsung berkobar disertai dengan ledakan-ledakan hebat berikutnya dari dinamit yang sudah disebarnya tadi. Seulas senyum dingin muncul di wajahnya yang cantik. Seiring dengan suara jeritan dan pekik kesakitan yang melolong tajam di tengah kobaran api yang tengah membara. Malam kembali memerah hari itu. Neraka di atas bumi. Dengan kabut asap yang membumbung tebal ke atas langit. Seperti sebuah persembahan untuk Dewi Kali.
Arina. Sang Dewi Kematian. Darah dan api.
................
Titan bisa melihat lautan api yang membakar pasukannya dari arah kejauhan dengan teropongnya. Matanya menyipit tajam sebelum kemudian ia memberikan perintah keduanya.
"Lanjutkan dengan Plan B…."
Seorang pria yang dari tadi berdiri di hadapannya langsung mengangguk hormat dan mulai memberi komando kepada pasukan cadangan yang memang sudah disiapkan.
.................
Arina mengamati kobaran api serta pasukan lawan yang terbakar hidup-hidup di hadapannya dengan tatapan datar. Tak ada rasa belas kasihan sama sekali pada dirinya terhadap orang-orang yang sedang melolong perih akibat kulit dan daging mereka yang sedang terbakar hebat sekarang. Nasihat Dicky selalu diingatnya baik-baik. Jika ia kawan, lindungi. Jika ia lawan, bunuh dan tumpas sampai habis. Itulah yang ia lakukan sekarang.
Pembantaian kedua yang sedang dilakukannya sekarang setelah sebelumnya ia membasmi geng Santa Crux.
Tapi kemenangannya tidak berlangsung lama. Telinga tiba-tiba menangkap sebuah bunyi asing yang terasa sangat akrab untuknya dari arah belakang markas. Suara gerungan motor lagi. Semakin lama semakin keras.
Dan banyak.
SHITTT!!!!
Arina langsung menyumpah dalam hatinya.
Mereka masih ada lagi????
Arina langsung menyalakan walkie-talkie yang sedang dipegangnya.
"Leo, sekarang giliranmu….."
..................….
Beberapa ratus meter di atas langit malam….
5 buah helicopter militer tengah bersiaga penuh di dalam kegelapan. Menanti sebuah sinyal. Aba-aba. Komando. Perintah dari seorang pemuda bermata sayu yang sedang duduk bersama mereka di dalam salah satu helicopter. Bunyi angin menderu kencang di sekitar mereka sementara badan helicopter sedikit bergoyang-goyang karena besarnya tekanan udara yang ada.
"Semuanya bergerak sekarang…" perintah Leo tegas kepada anak buahnya melalui walkie talkie yang sedang digenggamnya.
Lalu, ia memberi perintah tambahan kepada satu orang lagi.
"Judy Marlow, lindungi Arina dengan nyawamu. Bagaimanapun caranya…"
Serentak, kelima helicopter militer tersebut langsung terbang beriringan ke 1 lokasi.
.....................….
Markas besar Geng Tengkorak
Para pengendara moge sudah sampai di area belakang markas dan mulai turun dari motor mereka. Tempat itu sudah berubah seutuhnya menjadi neraka jahanam. Suhu udara terasa sangat panas sementara api masih berkobar dengan hebatnya di bawah sana. Lalu, beberapa puluh orang mulai melemparkan kait berantainya ke atas atap serta mulai memanjat. Satu persatu dengan jumlah yang semakin lama semakin banyak. Mengepung dirinya yang tengah berdiri sendirian di atas atap. Sekarang…..
Arina benar-benar terjepit.
Tapi, belum selesai sampai di sana, tiba-tiba sebuah bayangan hitam muncul entah dari mana dan mulai menghajar para bajingan tersebut satu persatu dengan sangat efisien.
Satu pukulan satu korban. Tubuh mereka pun berjatuhan dari atas atap. Semakin banyak orang yang berdiri, semakin banyak orang yang jatuh dan langsung ikut terbakar saat mereka sampai di atas tanah.
SHITTTTT!!!!
Arina mengumpat, tapi ia juga turut melancarkan serangannya tanpa henti kepada semua penyerangnya. Banyak dari mereka membawa senjata tajam tapi dengan kerjasama yang kompak dan rapi dari Arina dan pelindung misteriusnya tersebut, mereka sama sekali tidak terluka. Setelah beberapa saat, Arina bisa mendengar bunyi angin menderu kencang dari atas kepalanya.
Mereka sudah tiba!
Pasukan musuh yang menyergap mereka semakin banyak tapi mendadak, pelindung misteriusnya tersebut lalu merenggut Arina dan menghancurkan lantai atap yang sedang mereka injak sekarang. Arina yang sama sekali tidak menyangka akan hal tersebut, langsung melotot kaget.
BRUAKKKK!!!!
"AP….APAAN INI…..!!!" protes Arina sementara tubuh mereka melayang jatuh ditarik gravitasi ke dalam bangunan markas.
"Ini rencana Leo…. Maaf, tidak melibatkan dirimu sebelumnya…"
"Miss Judy??" tanya Arina balik dengan nada tak percaya.
Judy dengan sigap mengubah arah jatuh mereka sehingga posisi tubuhnya tepat berada di bawah tubuh mungil Arina sebagai tameng.
BRUKKKKK!!!!
Arina meringis sakit tapi Judy langsung menyeretnya ke pintu bungker dan membawa masuk mereka berdua secepat mungkin. Sante dan teman-temannya terlongo kaget saat melihat kedatangan mereka berdua.
"Ka…kalian kenapa di sini?"
Tapi belum sempat Arina menjelaskan, terdengar dentuman yang keras dari atas.
DHUARRRR!!!!
Ditambah bunyi rentetan peluru tanpa henti serta pekikan kesakitan dari para penyerang mereka barusan.
"Sudah dimulai…" kata Judy sambil membuka syal yang difungsikan sebagai maskernya barusan.
"Sebentar… maksudmu? Leo sekarang??"
"Ya, ia sedang menembaki semua musuh kalian dari atas helicopter dengan senapan mesin."
"Setelah malam ini, tidak ada satu pun anggota geng lawan kalian yang akan tersisa. Besok, sejarah baru Geng Tengkorak sebagai penguasa tunggal 4 pesisir utama akan dimulai…"
Suara rentetan senjata dan hujan peluru terus terdengar. Darah kembali membasahi bumi dan genangannya bahkan sampai menetes-netes dari langit-langit bungker mereka.
"Bertahanlah sebentar lagi…." kata Judy.
Arina, Sante dan teman-temannya terus berjuang mengatasi rasa pengap dan sesak akibat kurangnya oksigen. Bau asap dan panas yang menyengat di dalam bungker tersebut sangat menyiksa mereka. Tapi mereka harus bertahan. Sedikit lagi.
Setelah 10 menit, suara rentetan senjata itu pun berhenti.
Judy lalu membuka pintu bungker dan satu persatu, mereka mulai keluar sambil menghirup udara segar.
Pertempuran yang mereka lakukan tidaklah lama. Mungkin hanya sekitar 2 – 3 jam. Tapi pemandangan yang tersaji di hadapan mereka, benar-benar membuat bulu roma bergidik ngeri. Tumpukan mayat manusia yang terbakar serta hancur akibat tembakan bertubi-tubi terhampar di hadapan mereka. Membuat mual siapapun yang melihatnya. Bau darah, mesiu, asap bercampur menjadi satu. Bangunan markas mereka hancur total. Sebagian tubuh masih terbakar, sementara sisanya sudah gosong.
Sante hanya bisa terpaku diam saat menyaksikan itu semua. Di tempat ini, ada semua kenangannya bersama Dicky dan ayah angkat mereka. Di tempat ini, mereka memulai langkah awal sebagai salah satu geng terbesar di pesisir barat. Di tempat ini, mereka memulai acara inisiasi pertama. Tapi sekarang semuanya sudah musnah. Tak ada lagi yang tersisa.
Hanya ada bara api dan kehancuran puing-puing belaka.
Sante masih terbengong tanpa daya ketika sebuah tangan menepuk pundaknya. Arina. Gadis itu sedang menangis. Air mata mengalir pelan di kedua pipinya. Perasaan yang ia rasakan, pasti Arina juga sedang merasakannya sekarang.
Perasaan rindu. Nostalgia. Memori yang sudah tak mungkin kembali lagi.
"Kita harus pergi sekarang…." kata Arina singkat dan diiringi oleh anggukan kepala Sante.
Malam itu…
Mereka semua melangkah pergi dengan berat hati. Mengubur masa lalu untuk menyambut kisah baru di esok hari.
...............…..
Beberapa jam setelahnya….
Titan melihat semua puing-puing dan hamparan mayat di hadapannya dengan mata menyipit tajam. Tak lama, seuntai senyum hadir di bibir tipisnya. Senyum iblis.
"Helikopter. Hujan peluru. Dominic dan Leo. Arina Morgan…."
"Kalian benar-benar melebihi ekspetasiku kali ini…"
"Kelak, pada waktunya nanti, aku akan buat kalian membayar semua hutang darah ini…"
.