Markas besar Geng Tengkorak
Sante sedang berjalan keluar dari pintu markas besar sambil bersiul-siul kecil ketika tiba-tiba sebuah suara menyapanya dan menepuk punggungnya dari belakang.
"Sante…"
"OMAMAMA!!! DEMI SERIBU KUNTI….ASTAGA, ARINA!!!! SHIT!!" teriak Sante kaget sekaget-kagetnya. Ia langsung melompat sambil memasang posisi bertarung.
"Langkah kakimu benar-benar tak terdengar!!! Benar-benar membuatku kaget saja!!!"
"Darim...Umphhhhhh!!!"
Arina langsung membekap mulut pria tersebut dengan sebelah tangannya. Sementara sebelah tangannya yang lain mengambil sesuatu dari dalam kantong jaketnya.
"Ini…" katanya pendek tanpa memberi kesempatan pada pria tersebut untuk bicara lebih banyak.
Sante langsung menerima 3 kertas kecil yang diberikan oleh Arina kepadanya. Ada satu lingkaran berwarna coklat kemerahan di setiap kertasnya. Warna darah yang telah mengering. Mata Sante melotot saat menerima ketiga kertas tersebut di tangannya. "I…ini…"
"Baptisan Darah….."
"Malam ini adalah malam bulan purnama bukan?"
"Kau, Hayden, Rick…"
"Ketiga kertas itu untuk kalian…"
"Tung…tunggu, Arina!!! Ke..kenapa begitu mendadak??" tanya Sante yang menahan gerak langkah Arina yang sepertinya ingin cepat-cepat pergi dari tempat itu. Ia sudah beberapa minggu tidak bertemu dengan gadis itu dan walaupun sudah ditolak, perasaan sayangnya terhadap gadis itu tetap tulus untuknya. Jadi kenapa?
Kenapa harus pergi secepat ini?
Kenapa sekarang mereka berdua terlihat seperti sepasang orang asing yang tidak pernah saling kenal sebelumnya?
Ada begitu banyak pertanyaan yang mengganjal di dalam hati Sante dan ia membutuhkan banyak jawaban. Dan hanya satu orang yang bisa menjawab semua teka-teki yang tersimpan dalam-dalam di dasar hatinya sekarang. Gadis yang sedang berdiri di hadapannya ini. Arina.
"Maaf, Sante. Aku tahu ada banyak hal yang ingin kautanyakan padaku sekarang…"
"Tapi aku benar-benar tidak punya waktu. Aku harus pergi sekarang…"
Sante berusaha untuk menahannya lebih lama, tapi Arina berkelit dengan lincahnya. Bukan hanya itu tapi setiap gerakannya terlihat semakin ganas dan cepat. Beberapa hari tidak bertemu, tapi anehnya setiap serangan yang dilancarkan Arina malah semakin sulit terdeteksi. Alhasil, Sante kewalahan sampai akhirnya tendangan Arina berhasil mengenai ulu hatinya dengan telak dan Sante langsung jatuh berlutut di atas tanah sambil meringis nyeri.
"A…Ari…na…" desis pria itu di sela-sela rasa sakitnya dan masih berusaha menyusul Arina yang sudah mulai berlari menjauh darinya dengan langkah terseok-seok.
"Kita akan bertemu lagi malam ini, Sante…"
...........
Sehari sebelumnya…
Arina baru saja mendapat kabar kalau ternyata tindakan Leo yang tempo hari menyelamatkan dirinya malah membawa efek samping yang mengerikan bagi teman-temannya di Geng Tengkorak. Sekarang, beberapa geng besar yang merupakan mantan mitra bisnis Santa Crux mulai berafiliasi menjadi sebuah kekuatan besar untuk menumpas habis semua anggota Geng Tengkorak dalam waktu 2 minggu dari sekarang. Leo sudah mengirim beberapa anggota intel ke dalam semua kelompok geng yang bersangkutan untuk tetap memantau situasi dan kondisi yang semakin lama semakin memanas.
Arina mengalami dilema besar. Dengan posisinya sebagai ketua geng, ia wajib untuk dapat tetap tinggal dan maju bersama dengan teman-temannya dalam pertarungan besar mereka berikutnya. Walaupun kalau dihitung di atas kertas, mereka akan kalah jumlah dan senjata. Tapi di satu sisi, perkuliahan tahun keduanya juga akan segera dimulai dan ia pasti akan semakin sibuk ke depannya. Belum lagi ia juga harus menyelesaikan kelas kepribadiannya dalam waktu sesingkat mungkin dan tidak hanya itu, Judy Marlow juga bersedia membantu melatih teknik-teknik dasar bela dirinya sehingga setiap kecepatan pukulan dan serangan yang dihasilkannya akan semakin tajam dan akurat. Belum lagi teknik Langkah Pembunuh khas miliknya yang juga mulai diajarkan oleh tutor privatnya tersebut.
Dengan teknik-teknik baru tersebut, Arina bisa semakin gesit, lincah, dan efektif saat harus bertarung dengan lawan di pertarungan terbuka. Wanita itu juga banyak bercerita kepadanya seputar perkembangan Leo sewaktu pemuda tersebut masih kecil dan berkembang remaja ketika dilatih olehnya.
"Leo adalah salah satu bocah paling keras kepala yang pernah kulatih dulu…."
"Untungnya, ia memiliki bakat bawaan yang bagus dan otaknya cerdas, sehingga ia mampu mencerna setiap pelajaran dan latihan fisik yang diberi olehku…"
"Kakek Dom, biarpun ia sangat lembut dan pengasih, tetap memiliki standar yang ketat terhadap penerusnya. Ia harus memenuhi semua kualifikasi sebagai ahli waris klan dan juga diwajibkan untuk bisa menjaga dirinya sendiri dari semua bahaya. Kemampuan akademik serta kompetensi soft skillnya harus seimbang karena ia akan bertemu dan berbaur dengan semua lapisan masyarakat. Di depan mata semua orang, Leo diwajibkan untuk dapat memunculkan seorang sosok pemimpin yang ideal dan sempurna. Tugasku adalah menyiapkan dirinya sampai ke level tersebut…"
Arina menghela nafas panjang dengan berat hati. Begitukah?
Betapa berat beban dan tanggung jawab yang harus dipikul oleh seorang Leo Levy di masa depan. Pantas ia jarang pulang dan lebih suka berdiam di penthousenya.
Tapi, dengan adanya Arina, Leo membuat perkecualian dan entah bagaimana, pemuda tersebut terlihat lebih ramah kepada orang-orang rumah. Namun, setelah divisi intel menemukan konspirasi antar geng tersebut dan menyampaikannya pada Leo, pemuda tersebut langsung berinisiatif membuat sebuah pertemuan dadakan.
Dalam waktu singkat, Kakek Dom, Judy, Leo dan Arina lalu berkumpul di ruang keluarga untuk membahas seputar strategi serta langkah-langkah yang akan disiapkan untuk mengatasi serbuan afiliasi semua kelompok geng tersebut. Karena biar bagaimanapun, Geng Tengkorak adalah warisan Dicky untuknya. Sesuatu yang harus dijaganya sampai akhir sebelum kemudian ia akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan pada orang lain yang bisa ia percaya.
Pada akhirnya, Arina lalu membuat sebuah keputusan. Ia akan melakukan Baptisan Darah dan mundur sebagai ketua Geng Tengkorak setelah pertempuran terakhir ini selesai. Ia memilih untuk meneruskan kuliahnya dan membiasakan diri dengan semua pelajaran yang akan diterimanya dari Judy. Ia sudah memilih Leo sebagai masa depannya. Walaupun kadang hatinya masih terasa jerih saat ia terkenang pada sosok cinta pertamanya tersebut, tapi tetap saja Dicky takkan pernah kembali lagi kepadanya.
"Kau yakin, Arina?" tanya Kakek Dom dengan wajah cemas.
"Ya, Ayah…"
............…..
Malam bulan purnama….
Malam ini hanyalah sekian malam dari malam-malam sebelumnya. Dengan bulan purnama besar yang tampak mendominasi dengan cahayanya di langit kelam nun jauh di sana. Malam ini kembali menjelma menjadi salah satu malam sakral di komunitas Geng Tengkorak.
Malam Baptisan Darah.
Sesuatu yang sudah menjadi tradisi lama dan kembali terulang pada malam ini.
Tiga tantangan sudah diberikan. Panggung berapi juga sudah disiapkan dalam skala area yang lebih lebar untuk bisa menampung 4 orang petarung. Sementara semua anggota sudah berkumpul dan mengelilingi area pertarungan secara rapat. Ada lebih dari tiga ribu orang anggota yang berkumpul malam itu untuk menyaksikan peristiwa bersejarah tersebut.
Arina juga sudah hadir.
Termasuk para penantang yang sudah dipilih olehnya. Hayden, Sante, Rick.
Ketiganya menaruh hormat dan respek yang sangat dalam terhadap wanita mungil yang berada di hadapan mereka ini. Jadi, ketika Arina mengajukan tantangan Baptisan Darah kepada mereka bertiga tadi pagi, secara mental mereka tak siap. Hati mereka goyah karena tahu beratnya tanggung jawab serta charisma yang harus dimiliki sebagai seorang ketua komunitas raksasa ini. Dulu, Arina pernah melakukannya. Saat ini menumpas habis rival terbesar mereka, Santa Crux. Dan taka da seorangpun yang berani menyangsikan kekuatannya lagi setelah itu.
"Arina, haruskah seperti ini?" tanya Sante lirih sementara riak-riak api berkobar dalam bentuk lingkaran di sekeliling mereka. Melawan wanita pujaannya sendiri, Sante mana tega? Ia merasa jauh lebih baik untuk mengalah.
"Aku hanya menjalankan tradisi, Sante…"
"Serang aku …" perintah Arina tegas dengan sorot mata tajam sambil memandang ke arah 3 orang pria bertubuh besar di hadapannya.
Hayden, Sante, dan Rick lalu saling berpandangan sesaat dan tanpa menunda lagi, mereka bertiga langsung menyerang Arina secara bersamaan.
"HYAAAAAAA!!!!!!!"
............…..
6 jam sebelumnya…..
"Kau yakin, Arina?" tanya Hayden Reyes, salah satu orang kepercayaan sang gadis bermata besar itu dengan nada ragu. Sementara Rick hanya duduk diam mendengarkan.
Arina memutar kedua bola matanya dengan sebal. Sudah dua kali ia mendengar pertanyaan yang sama selama 2 hari berturut-turut. Secara diam-diam, Arina menemui Hayden dan Rick tanpa sepengetahuan Sante.
"Ketika kita dulu mengalahkan Santa Crux, tidak banyak pihak yang melawan balik karena Santa Crux sendiri memang memiliki banyak musuh di sekitarnya. Tapi beda cerita ketika Bruno Club ditumpas habis…."
Arina lalu menceritakan semua kronologis penculikannya yang didalangi langsung oleh kakak kandung Robin Crux yang menyimpan dendam sangat besar padanya dan bantuan terduga dari Leo yang ternyata memiliki keterkaitan langsung dengan Klan Levy. Dalam ceritanya, Arina sengaja untuk tidak menyebutkan identitas asli Leo untuk menjaga suasana agar tetap kondusif.
"Klan Levy???"
"Maksudmu salah satu klan paling berkuasa tersebut???" tanya Rick sekaget-kagetnya saat mendengar Arina menyebut nama klan itu. Arina mengangguk tegas.
"Bruno Club memiliki jaringan koneksi bisnis dan kerjasama yang sangat luas dengan para geng lainnya untuk menjalankan jaringan usaha illegal mereka. Dengan tewasnya Bruno, ladang uang mereka pun hilang. Dan sekarang, kita harus bersiap menghadapi ancaman baru…"
"Perang besar…"
"Dengan setidaknya 5 – 6 geng besar dari pesisir utara dan barat…"
"Mereka sedang bersiap-siap untuk menyerang kita dalam waktu 2 minggu ini…"
"Berapa orang yang akan turun ke arena perang, Arina?" tanya Rick lagi dengan wajah yang sangat serius.
"Kurang lebih sekitar lima belas atau tiga puluh ribu orang, Rick…"
DANG!!! Rick langsung menggebrak meja di depannya dengan kesal. FUCK!!!
Jika dikumpulkan, total anggota Geng Tengkorak, hanya sekitar lima ribu orang. Dalam perang kali ini, mereka sudah pasti kalah jumlah! Sementara Hayden hanya terdiam saja tapi raut wajahnya menunjukkan kalau ia sendiri sedang berpikir keras untuk menyelesaikan masalah ini.
"Tidak mungkin, Arina…"
"Kau tahu sendiri kalau total jumlah anggota kita bahkan tak ada setengahnya dari jumlah para penyerang kita…"
"Karena itu aku membuat sebuah rencana.." kata Arina lagi dengan senyum licik.
Rick dan Hayden langsung menatap wajah ketua mereka dengan bersemangat. Rencana? Strategi?
"Dalam Baptisan Darah malam ini, kalian harus ikut bersandiwara denganku…"
"Maksudnya??" tanya kedua pria tersebut dengan bingung.
"Kalahkan aku dan biarkan Sante jadi pemenangnya…"
"Kau mau mundur sebagai ketua????!!!" kata Rick kaget.
DAMN!!! She's the best fighter among us!!
Kekuatiran langsung nampak di wajah Rick dan Hayden. I…ni gawat!!!
"Aku bermaksud menjadikan Sante sebagai ketua baru dengan satu maksud, Hayden…"
"Membawa kalian semua masuk ke dalam sayap baru bernama Klan Levy…"
.