Chereads / THE ROOMMATE 2 : SIDE STORIES (21++) / Chapter 34 - 33 ARINA & LEO : IDENTITAS RAHASIA JUDY MARLOW (3)

Chapter 34 - 33 ARINA & LEO : IDENTITAS RAHASIA JUDY MARLOW (3)

Judy Marlow menutup matanya sebentar untuk menenangkan dirinya sebelum ia kembali melanjutkan ceritanya.

"Aku berhenti seminggu kemudian. Mengundurkan diri dengan alasan kesehatan…"

"Tapi sebenarnya adalah..."

"Karena dalam seminggu itu, aku selalu mimpi buruk. Wajah dan adegan saat aku membunuh Sharon Murphy selalu terbayang-bayang di dalam kepalaku. Terus berputar tanpa henti seperti sebuah rol film yang rusak. Mata itu. Tatapan itu. Rasa bersalah yang hebat dan menderaku secara terus –menerus. Dan akhirnya aku tak tahan lagi…."

"Aku lalu mengunjungi makamnya setiap hari. Dan berlutut minta maaf di depan batu nisannya berulang-ulang sambil menangis. Memohon pengampunannya. Tapi percuma…."

"Sharon Murphy tidak akan kembali lagi. Jasadnya sudah terbaring diam di dalam tanah. Dan kedua tanganku adalah algojo yang membunuhnya…"

"My life was fucking messed up that time. Aku tidak lagi punya tujuan hidup dan luntang lantung di jalanan. Aku mempertanyakan semua idealism dan dedikasi yang pernah kuperjuangkan mati-matian dulu. Tapi kini, aku merasa kini semuanya hanyalah sampah belaka…."

Judy terkekeh geli.

"Hingga suatu malam, aku memutuskan untuk mengakhiri hidupku sendiri dengan mencoba terjun ke dalam Sungai Therine saat suhu udara sangat dingin waktu itu. Tapi, ketika aku hampir melompat….."

"Sebuah tangan terulur padaku tepat di waktu aku sedang berada dalam titik terlemahku…."

"Kakek Dom…"

"Itulah saat pertama kali aku bertemu dengannya….."

..................

Wajah pria tua itu terlihat sangat prihatin dan simpatik ketika akhirnya ia membawa Heather ke tempat kediamannya di kota Lovaria. Ada sebuah apartemen tua yang ia miliki di sana dan seringkali disewakan kepada orang lain jika ia kebetulan tidak sedang berkunjung dan menempati ruangan tersebut. Tapi, malam ini….

Sejarah membuat cerita yang berbeda ketika kedua orang ini bertemu. Kakek Dom lalu membuat segelas coklat panas untuk Heather dan menyuruh gadis tersebut untuk menenangkan dirinya sendiri setelah sebelumnya Kakek Dom memergoki wanita muda tersebut akan terjun ke dalam sungai dengan air sedingin es. Uluran tangannya yang hangatlah yang akhirnya membuat Heather urung untuk mengakhiri kehidupannya sendiri.

Di bawah tatapan teduh dan bersahabat Kakek Dom, akhirnya pertahanan Heather runtuh sejadi-jadinya. Airmatanya kembali tumpah tanpa terkontrol lagi ketika ia akhirnya memutuskan untuk menceritakan semua masa lalunya ke hadapan pria tua di depannya ini. Pengakuan Heather seperti sumbat botol yang terlepas keluar dari mulutnya. Begitu cepat tanpa kendali. Seperti air bah. Dan ia tak peduli lagi akan semuanya.

Tapi Kakek Dom hanya terdiam sambil tersenyum lembut. Tanpa menyela sedikit pun, ia mendengarkan semua cerita Heather tanpa memotong satu pun kalimat yang dikeluarkannya. Sampai akhirnya, tangis gadis itu mereda dan nafasnya tersengal-sengal. Sudah begitu lama…

Begitu lama���

Ia ingin menceritakan semua kisahnya kepada seseorang. Semua rahasia besar yang dipendamnya dan dipegangnya rapat-rapat tanpa boleh seorangpun yang tahu. Terlalu lelah. Batinnya merasa letih ketika pergaulannya pun dibatasi dan tak bisa bersosialisasi layaknya orang normal. Ia tak boleh memiliki teman atau kekasih. Hidupnya dipenuhi denyut kecurigaan terhadap orang lain. Setiap pribadi yang ditemuinya hanya punya satu identitas. Lawan atau kawan?

Kalau kawan, silakan berjabat tangan. Tapi kalau lawan, bunuh di tempat. Tanpa sadar, Heather sudah muak dengan kehidupan seperti itu. Jiwanya menjerit minta pelepasan yang tak kunjung didapatnya. Lalu, ketika penugasan terakhirnya membuka matanya, ia menyerah.

Sudah cukup. Ia tak bisa hidup seperti ini lagi.

............…

Sepasang mata pria tua itu tetap memandangnya dengan lembut dan penuh kasih. Sementara kedua mata Heather balik menatapnya dengan kuyu dan pilu. Seperti tatapan seekor binatang buas yang tengah terluka parah dan sekarat. Hanya tinggal menunggu ajal yang menjelang.

"Apa yang bisa kubantu untukmu, Heather?"

Saat itu, ada secerah harapan di sepasang sorot mata yang putus asa tersebut.

..................….

Judy lalu melanjutkan sambil menyesap cangkir tehnya yang dibawakan oleh salah satu pelayan ke dalam ruangan tempat mereka berada. Arina masih terpaku diam dengan tatapan takjub saat mendengar cerita Judy di hadapannya.

"Klan Levy adalah rumah baruku. Kakek Dom membawaku di bawah naungan sayapnya untuk aku bisa berlindung dan bernaung dengan aman tanpa bahaya di dalam perlindungan klan. Malam itu, Kakek Dom membawaku pulang ke sini dan menyuruh para anggota intelnya untuk merancang "kematian palsuku" yang seolah-olah aku bunuh diri dan tenggelam di dalam sungai. Mayat palsuku diidentifikasi sebagai diriku dengan menggunakan DNA-ku dan sejak hari itu, pencarian resmi atas diriku sepenuhnya dihapus oleh pihak markas besar dan kerajaan. Aku adalah satu-satunya saksi dan bukti hidup atas kejahatan mereka. Dengan menghilangnya diriku, semua rahasia kotor mereka tersimpan aman selama-lamanya."

"Di hari berikutnya, aku menjalani serangkaian operasi plastic untuk mengubah struktur wajahku dan Kakek Dom lalu memberiku identitas dan nama baru untukku. Judy Marlow. Seorang tutor privat kelas kepribadian untuk anak-anak bangsawan. Dan aku sangat…sangat bersyukur untuk hal ini…"

"Kini, aku punya masa depan baru. Pekerjaan dan kehidupan baru. Aku juga bisa berinteraksi layaknya orang normal pada umumnya tanpa takut dikejar-kejar lagi. Untuk masalah ini, aku benar-benar berhutang nyawa pada beliau dan mungkin selama aku hidup, aku tidak akan pernah bisa membalas kebaikannya padaku.…."

"Tapi ada satu hal yang selamanya tak bisa kudapatkan di atas muka bumi ini…"

"Anak…."

"Dari dalam rahimku sendiri…"

"Di hari pertama kami disumpah sebagai anggota elite, tuba falopiku dipotong. Aku disteril paksa hari itu juga. Tujuannya adalah supaya kami sama sekali tidak memiliki emosi di saat kami harus menuntaskan semua misi rahasia kami…"

Sebuah senyum pahit muncul di bibirnya.

"Tidak apa-apa. Aku menganggapnya sebagai balasan dari Semesta karena aku sudah berdosa menghilangkan 2 nyawa yang tak bersalah dengan tanganku sendiri. Keadaanku adalah kutukan seumur hidup yang tak bisa diubah dan aku sudah menerimanya…"

Judy lalu menatap Arina dengan tatapan yang sangat serius.

"Arina, dengarkan aku. Keadaanmu sekarang, sama sepertiku waktu dulu. Kita sama-sama wanita pejuang. Kita berjuang keras untuk apa yang kita mau dan yakini. Dan, aku yakin, ketika Leo membawamu masuk ke dalam rumah ini untuk pertama kalinya, ada satu hal yang dilihatnya di dalam dirimu. Satu hal yang tidak bisa ia temukan di dalam perempuan lainnya.."

"Aku sudah menyelidiki latar belakang keluargamu. Klan Morgan adalah salah satu klan bangsawan besar yang terbantai habis saat itu. Sama dengan klan-klan bangsawan lainnya. Fakta kalau kau masih selamat dan bisa bernafas sampai hari ini, hanya berarti satu hal…"

"Semesta masih punya rencana besar untukmu di masa depan…."

"Jangan sia-siakan hal itu…"

Arina tercekat. Kata-kata wanita di hadapannya ini benar-benar menempelengnya secara telak tanpa ia bisa membantah sama sekali.

"Sekarang… hasil akhirnya terletak di dalam tanganmu, Arina…"

"Menjadi pendamping utama pewaris Klan Levy bukanlah perkara main-main. Dengan kata lain, kau akan memegang kekuasaan penuh banyak negara di kawasan 3 Dunia dengan nasib jutaan orang yang dipertaruhkan setiap harinya dan Leo membutuhkan seorang wanita yang kuat untuk berbagi beban ini dengannya. Dengan tanggung jawab sebesar ini, apakah kau sudah siap?"

"Kelas kepribadian yang sedang kau jalani sekarang hanyalah setitik area dari puncak gunung es yang sebenarnya. Di depannya, masih banyak tantangan dan halangan yang harus kau hadapi dan jalani. Hari ini adalah penentuan keputusan akhir yang harus kau ambil…."

"Terus maju atau mundur sekarang…."

Arina kembali terdiam. Ia menutup matanya, berpikir, dan menarik nafas panjang perlahan. Berbagai emosi yang rumit menyeruak di dalam dadanya. Tapi ia sudah melangkah sejauh ini. Jika ia berhenti sekarang, semuanya akan sia-sia. Dan perasaannya pada Leo…

Arina harus mengakui kalau ternyata ia pun sudah jatuh cinta dengan pemuda bermata sayu tersebut. Apapun yang akan terjadi di depannya, ia sudah bertekad untuk menghadapinya bersama-sama dengan Leo. Sambil bergandengan tangan.

Arina membuka matanya. Sebuah semangat baru menyala di kedua sorot matanya yang menatap tajam kea rah tutor privatnya tersebut. Judy tersenyum lebar saat melihat ekspresi muka Arina saat itu. Wajah seorang pejuang tangguh yang sebenarnya.

"Baiklah, ayo kita lanjutkan pelajaran membosankan ini sampai selesai!!"

.