Rose Mansion, ruang makan…
Arina memandang sepasang orangtua yang sedang menyantap sarapan mereka dengan tatapan kikuk. Ia masih merasa sangat canggung dan sama sekali belum terbiasa dengan kehadirannya sendiri di rumah ini. Sementara Leo duduk di sampingnya seperti biasa. Pagi itu, Arina berpakaian cukup "normal" karena baju yang dipakainya kemarin sedang dicuci dan ia terlihat seperti seorang mahasiswi biasa dengan model baju Sabrina cream puff berwarna pink pastel serta rok midi yang dikenakannya. Berbeda tapi begitu casual dan segar.
Mood Kakek Dom juga terlihat bagus hari itu. Wajah jenakanya tampak ceria sambil sesekali mengobrol dan tertawa kecil dengan seorang wanita di sebelahnya. Wanita itu sendiri, tidak banyak bicara dan hanya ikut menimpali sesekali.
Arina lalu mengamati wanita tersebut dengan lebih teliti. Garis wajahnya cukup simetris untuk seorang wanita. Tulang pipinya cukup menonjol dengan ekspresinya yang terlihat ramah dan menyenangkan. Lalu, kedua bola matanya yang berwarna coklat berseri-seri setiap saat wanita tua itu tersenyum saat mendengarkan celotehan Kakek Dom di sampingnya. Sikapnya selama di meja makan juga sangat anggun dan berwibawa. Wanita tersebut sekilas mengingatkan Arina pada Marry Poppins yang berasal dari cerita klasik Inggris untuk anak-anak. Arina terpesona.
"Jangan tertipu dengan wajahnya…"
Leo tiba-tiba berbisik di telinganya. Kening gadis itu langsung berkerut. "Kenapa?"
"Kau akan memulai kelas kepribadianmu hari ini bukan?"
Arina mengangguk lagi.
Leo menyuap potongan sandwich terakhirnya dan tersenyum jahil padanya.
"Kau akan tahu sendiri nanti…"
Tanpa menunggu Arina, pemuda tersebut lalu bangkit berdiri dan undur diri dari ruangan tersebut setelah menyelesaikan sarapannya. Setelah langkah kaki Leo sudah menjauh, wanita yang berada di samping Kakek Dom lalu tersenyum manis kepadanya.
"Selamat pagi. Kau pasti Arina bukan?"
Arina kembali mengangguk
"Namaku Judy Marlow. Senang bertemu denganmu…."
...........
Arina sedang berjalan menuju ke arah kamar tidurnya ketika tiba-tiba seseorang menarik tangannya dengan kasar ke arah samping. Refleks, Arina balas menarik dan langsung melayangkan sebuah pukulan ke arah si penyerang secepat kilat.
TAP!!!
Tangannya tertahan di atas udara oleh sebuah tangan lainnya dan pinggangnya langsung direngkuh lembut sekaligus oleh penyerang misterius tersebut. Tubuhnya yang mungil ditarik masuk ke samping dalam sekali gerakan dalam sebuah pelukan hangat.
"SI..A…mmmmmmpphhhh…."
Mulut Arina yang sudah siap-siap mengumpat langsung terkunci oleh sebuah benda lunak yang menyumpal bibir mungilnya. Dan, tidak berhenti sampai di sana. Ciuman itu melumat bibirnya bagaikan sebuah permen marshmallow. Membuat hasratnya menggelegak naik sampai ke ubun-ubun dalam hitungan detik. Arina membalas. Lalu, keduanya terus berciuman sampai Arina mendorong paksa dada "penyerang misteriusnya" tersebut karena ia butuh menarik nafas.
"Leo…" desah Arina dengan bibir setengah bengkak. Kepalanya terasa sedikit pening karena ciuman dadakan tersebut. Ia juga lalu merebahkan dirinya ke dada bidang pemuda tersebut.
"Aku merindukanmu…" bisik Leo parau dengan nafas sedikit tersengal-sengal. Kedua lengannya erat membungkus tubuh mungil Arina dalam dekapannya.
"Jadi bagaimana?" tanya pemuda tersebut sambil terus mendekap Arina dan berbisik lembut di telinga gadis tersebut.
"Aku akan memulai kelas kepribadianku besok…." Kata Arina lagi.
Leo mengecup puncak kepala gadis itu dan kemudian bersiap pergi. "Good luck for your training, Darl. Aku sudah berjanji pada ayah untuk tidak sering mengganggumu selama kau mengikuti kelas ini…"
"Tunggu! Kau kenal dengan wanita itu??"
"Judy Marlow? Pelatihmu itu? Ya, aku kenal..."
"Ia dulu salah satu mentor privateku sewaktu aku menginjak level menengah atas dan ia mengajarkan banyak hal seputar tata krama kelas atas kepadaku secara ketat. Judy Marlow adalah salah satu tutor terbaik dalam bidang ini dan ia banyak mengajar anak-anak bangsawan lain di negara –negara Dunia Pertama. Namanya sangat terkenal di kalangan kami dan ia dikenal sangat disiplin. Lalu, jika ia menyukai dirimu…biasanya ia suka memberikan tips-tips tertentu yang hanya dibagikan secara rahasia kepada siswa –siswa favoritnya saja…"
Kerutan di kening Arina bertambah dalam. Ia sama sekali tak mengerti satu pun kalimat yang diucapkan oleh Leo kepadanya.
"Tata krama? Bangsawan? Kelas atas?"
Leo terkekeh geli saat melihat raut wajah Arina yang kebingungan. Menurutnya, hal itu membuat pacarnya ini terlihat lebih manis dan menggemaskan.
"Kau akan tahu sendiri nanti…ok?"
.........….
Keesokkan harinya….
Arina sudah bersiap-siap di ruang keluarga dengan gugup ketika Miss Judy memasuki ruangan tersebut dengan langkah kakinya yang teratur. Tubuhnya tegak sempurna dengan kepala sedikit terangkat ke atas.
"Kau sudah siap?" katanya pada gadis tersebut yang dijawab dengan sebuah anggukan kepala.
CPRET!!!
Sebuah pukulan rotan langsung mendarat keras di lengan Arina. Wajah Arina langsung meringis sakit sambil memegangi bekas pukulannya. "Awww…"
"Aturan pertama… menjawab dengan suara keras dan sopan ketika ditanya oleh seseorang…"
"Ulang!!!"
"Apakah kau sudah siap?"
"Su..sudah…AWW!!"
Pukulan kedua kembali mendarat di salah satu lengannya.
"Langsung jawab! Jangan terbata-bata. Dalam sekali tarikan nafas. Mengerti!!"
"Sudah, Bu!"
CPRET!!!
"Intonasi suaramu terlalu keras! Ulang!"
"Sudah, Bu!"
CPRET!!!
"Ketika menjawab, tubuhmu tidak boleh membungkuk. Tegakkan kepalamu! Ya, seperti itu!"
CPRET!!!
"AWWW…"
"Badanmu membungkuk lagi!! Tegak!!"
CPRET!!!
"Kedua kakimu harus sejajar!!"
"Ya! Begitu…"
CPRET!!!
"Kepalamu tidak boleh tertunduk begitu!!"
"Sekali lagi, tegak!!"
......
BRUKKKKK!!!!
Arina menjatuhkan dirinya sendiri dengan lemas di atas tempat tidur. SIALAN!!!!
Selama 4 jam penuh ia disiksa setengah mati oleh si Judy itu. Sekarang seluruh tubuhnya memar terkena pukulan tongkat rotannya. Ini baru hari pertama. Dan parahnya…ia sama sekali tidak bisa membalasnya.
"DASAR KEPARAT!!!!" Umpat Arina kesal di dalam hatinya. Tak lama, ia pun langsung tertidur pulas.
......…
"Bagaimana hasilnya?" tanya Kakek Dom penasaran ketika Judy memasuki ruang patio tersebut. Yang ditanya hanya menghela nafas panjang dengan berat hati.
"Sebenarnya kau pungut dari mana anak itu?"
"Bukan aku, tapi Leo yang membawanya ke sini…."
"Kau yakin kalau gadis itu keturunan 7 Bangsawan Atas?"
"Begitulah yang dikatakan Leo. Kenapa?"
"Ayo kita taruhan…." kata Judy dengan senyum mengejek sambil duduk dan menyilangkan kakinya dengan gaya yang anggun. Kakek Dom lalu mengangkat sebelah alisnya.
"Aku bertaruh kalau gadis itu akan menyerah sebelum genap seminggu saat dilatih olehku…"
"Separah itukah dia?"
"Ya…" kata Judy sambil menyesap gelas winenya.
"Tubuhnya benar-benar kaku. Belum lagi sifatnya yang keras. Mungkin karena ia terbiasa hidup bebas di jalanan…."
"Gadis seperti itu hanya bisa menghasilkan 2 kemungkinan. Arang atau berlian…."
"Nah, yang mana?"
"Seminggu. Kupikir waktu yang cukup untuk bisa mengetahui hal tersebut.."
Kakek Dom tidak bicara apa-apa lagi. Ia hanya bersandar di sofa dengan wajah bersemangat.
"Begitukah?? Baik, aku bertaruh kalau gadis itu bisa melewati semua kelas kepribadianmu dalam waktu 3 bulan…"
Sebuah seringai muncul di wajah Judy Marlow.
"Baiklah, kita lihat saja nanti…"
.