Chereads / THE ROOMMATE 2 : SIDE STORIES (21++) / Chapter 27 - 26 ARINA & LEO : BERTEMU KAKEK BESAR

Chapter 27 - 26 ARINA & LEO : BERTEMU KAKEK BESAR

Arina tidak jadi pulang ke markas besarnya malam itu. Ia mengikuti Leo untuk kembali ke penthousenya dan menginap di sana. Arina terlalu lelah untuk apapun hari itu. Jadi, ia hanya duduk diam di sudut kamar dan meringkuk sendirian sambil terisak-isak. Ia bahkan tak mampu berpikir apa-apa lagi.

Sementara Leo lalu menutup pintu kamarnya dan terdiam sambil mengamati pemandangan kota yang berkelap-kelip di bawah sana. Sebelah tangannya memegang gelas wine yang sesekali diputarnya dan disesapnya perlahan. Saat ini, Arina hanya membutuhkan satu hal.

Waktu.

Dan…. semuanya akan berlalu.

Kemudian…

Gadis itu akan baik-baik saja.

Sebuah bunyi dering telepon menyadarkannya secara mendadak. Lalu, ketika ia melihat siapa nama peneleponnya, Leo langsung mengangkatnya.

"Halo, Ayah…."

....................

Markas besar Geng Tengkorak…

Keadaan Sante tak kalah menyedihkannya. Sejak malam itu, ia terlihat seperti zombie. Sorot matanya hampa. Tubuhnya tak lagi mengeluarkan hawa kehidupan. Bayangan hitam muncul di bagian bawah kedua matanya. Tubuhnya pun mengurus. Ia sama sekali tidak mau makan atau minum. Sampai seseorang tiba-tiba memberikannya sekaleng bir di hadapannya.

Hayden.

Salah satu anggota senior Geng Tengkorak.

"Tampangmu benar-benar terlihat seperti kucing sakit. Nih, minum…."

Sante tidak bereaksi. Ia hanya tetap duduk dan terpaku diam.

"Kenapa? Bukankah beberapa hari yang lalu kau baru saja bertemu Arina?"

Sante tetap diam tanpa menjawab apapun.

Hayden lalu menghela nafas panjang sambil meminum birnya dan duduk di samping pria tersebut.

"Ia menolakmu ya?"

Ada sedikit ekspresi yang terlihat di wajah Sante tapi kemudian, mukanya kembali datar.

Hayden langsung mengangkat sebelah alisnya sambil tertawa kecil. "Benar ya? Hehehehe…"

Sekarang Sante mulai bereaksi saat mendengar tawa mengejek tersebut. "DIAM!!!!"

"Upsss….maaf….." goda Hayden lagi sambil menutup mulutnya rapat-rapat. Berusaha agar tawanya jangan sampai meledak keluar.

Sante benar-benar menggemaskan kalau sedang ngambek seperti ini dan tak banyak yang mengetahuinya. Dibalik penampilannya yang sangar dan bengis, Sante memiliki perasaan yang sensitive dan halus. Seekor macan kumbang dengan hati selembut Hello Kitty.

"Aku tak mengerti, Hayden. Kenapa dia malah memilih bocah ilmuwan itu dibanding diriku…??"

"Padahal aku yang selalu bersama dengan dirinya. Aku juga yang selalu menghiburnya saat Dicky meninggal dulu. Aku selalu menyayanginya. Tapi kenapa? KENAPA????" kata Sante dengan nada putus asa seperti seekor anak kucing yang kesepian.

Hayden lalu membuka kaleng bir yang tadi ditaruhnya dan memberikannya kepada Sante sehingga ia bisa sedikit lebih tenang.

"Nih…. Minum dulu…"

Tanpa banyak bicara, Sante langsung menenggak isi kaleng tersebut sampai habis.

"Pertanyaan yang kau ajukan tadi adalah pertanyaan mudah tapi jawabannya sulit….."

"Kenapa orang bisa jatuh cinta pada orang lain padahal sahabatnya sendiri memendam rasa padanya selama bertahun-tahun tanpa ia sadar…"

"Kenapa ada pasangan memutuskan untuk berpisah padahal mereka dulu pernah saling menyukai sampai jatuh ke dalam jurang asmara yang terdalam….."

"Kenapa ada yang memilih untuk meninggalkan pasangannya setelah memadu kasih sekian tahun dan menikah dengan orang asing yang baru dikenalnya selama beberapa bulan…"

Hayden lalu menengok ke arah Sante. "Menurutmu kenapa, Sante? Apa jawabannya??"

Sante lalu menggelengkan kepalanya keras-keras. Ia sama sekali tak tahu. Hayden tersenyum lalu menjawab.

"Jawabannya…. tidak tahu…."

Sante tercekat.

"Menurutku, jatuh cinta adalah salah satu misteri Semesta yang paling besar di dunia ini. Emosi dan perasaan manusia adalah hal abstrak yang tidak bisa ditebak akhirnya. Sama seperti garis kehidupan semua orang. Kita tak bisa memilih mau lahir di mana atau terlahir dari keluarga apa dan kemudian bagaimana atau kapan kita meninggal nanti…."

"Semua itu adalah rahasia alam semesta yang takkan pernah kita tahu jawabannya…"

"Yang kita tahu hanya waktu ini. Sekarang. Masa kini…."

"Aku tahu kalau hatimu pasti hancur lebur sekarang setelah ditolak oleh gadis yang kausukai sejak 6 tahun yang lalu…"

Mata Sante langsung melotot lebar-lebar. "Me…memang sejelas itu yaa??"

Hayden terkekeh geli. "Semua orang juga tahu. Hanya saja kami cukup pintar untuk pura-pura bodoh di depan kalian…"

Sante lalu menggaruk kepalanya yang plontos pelan-pelan. Astaga…selama ini… ternyata…

"Ayo, pergi! Hari ini Lopez akan mengadakan pesta bir di barnya. Kau mau ikut??"

Sante mengangguk tegas dan segera melangkah pergi bersama Hayden.

..................…..

Mata Arina berkedip cepat beberapa kali ketika mobil Leo memasuki sebuah rumah yang maha besar dan luas di depannya. Reaksinya seperti anak kecil yang baru saja melihat dunia baru ketika kakinya melangkah turun pelan dari dalam mobil saat ia melihat kompleks mansion yang luar biasa megah tersebut. Seumur-umur, ia selalu melihat rumah-rumah besar seperti itu di dalam kalender atau buku-buku cerita yang sering dibacanya waktu kecil. Sekarang, ia menatap mansion luas tersebut dengan mata kepalanya sendiri.

"I…INI APAAAA??"

..................…

Dua jam sebelumnya…..

Arina sedang mengeringkan tubuhnya dengan handuk kering ketika Leo tiba-tiba merangkulnya dari belakang dan memberikan beberapa kecupan kecil di pundak dan lehernya. Membuat gadis itu mendesah ringan. Antara geli dan nikmat. Kedua pipi Arina langsung merona merah.

"Kenapa?" tanya gadis itu pendek sambil membalikkan tubuhnya ke belakang dan balas memeluk tubuh jangkung Leo erat dengan kedua tangannya.

"Aku sudah menyiapkan sarapan untuk kita berdua. Kutunggu di meja makan ya?" bisik Leo mesra di telinga Arina dengan lembut.

Arina hanya tersipu malu dan menggangguk pelan.

Sambil menikmati sarapan, Leo bertanya, "Jadi…apakah kau ada kelas hari ini?"

Arina menggeleng. Beberapa tugas wajibnya sudah ia bereskan sejak beberapa hari sebelumnya sehingga ia tidak perlu mengikuti mata kuliah minor dengan dosen pembimbingnya.

"Bagus…" kata Leo sambil meletakkan sendok dan garpunya dengan rapi di atas piringnya.

"Kenapa?"

"Ayahku mau bertemu denganmu hari ini….."

UHUK!!!!! UHUK!!!!

Arina langsung tersedak dan terbatuk-batuk keras. Leo langsung memberinya segelas air minum yang langsung ditenggak habis oleh gadis tersebut. Setelah makanan tadi tertelan sempurna, Arina bertanya, "Apa tidak terlalu cepat, Leo?"

Leo tersenyum kecil. "Tidak, aku yakin pada pilihanku..."

"Lagipula, ayahku juga tidak galak. Jadi kau tidak perlu takut padanya ok?"

Leo tersenyum jahil pada Arina. Sekarang….

Arina benar-benar mati kutu.

...............��.......

Rose Mansion

Di dalam ruang tamu mewah seluas rumah kecil itu, ada enam pasang mata yang saling menatap dengan sangat intens. Arina berkali-kali menggigit bibir bawahnya dengan sangat gugup sementara Leo yang duduk di sampingnya menggenggam tangannya erat-erat. Kedua matanya yang sayu hanya menatap datar kepada seorang pria tua bertubuh kecil dengan wajah jenaka yang menatap pasangan di hadapannya dengan tatapan bingung.

Waktu sudah berlalu sekitar 20 menit sejak kaki mereka melangkah masuk ke dalam bangunan mewah ini. Mereka bertiga juga sudah duduk manis di dalam ruang tamu tersebut selama 15 menit. Dalam diam dan hening. Tak tahu mau bicara apa dan siapa yang memulai duluan.

Sampai akhirnya, pria tua di depan mereka lalu berdehem pelan dan bertanya.

"Jadi, Leo. Ini siapa??"