Chereads / THE ROOMMATE 2 : SIDE STORIES (21++) / Chapter 25 - 24 ARINA & SANTE : KEKALAHAN KEDUA

Chapter 25 - 24 ARINA & SANTE : KEKALAHAN KEDUA

"GA MAU!!!" tolak Arina dengan suara keras dengan kedua lengannya yang terlipat di depan dada ketika Leo menyuruh beberapa bodyguardnya untuk mengawal Arina selama gadis itu ada di kampus. Leo langsung memijit keningnya dan kemudian mengusap-ngusap kedua wajahnya serba salah.

SIALAN!!!

Gadis ini keras sekali. Ia benar-benar seperti batu karang yang tak tergoyahkan. Sekencang apapun badai yang menimpanya. Tapi sejak mereka berdua resmi berpacaran, bagi Leo, keselamatan gadis itu adala prioritas utamanya. Arina juga dipaksa pindah olehnya untuk mereka bisa tinggal bersama di penthouse, tapi lagi-lagi Arina menolak.

Kebebasan.

Arina tidak mau diikat atau terikat terlalu dalam di sebuah hubungan. Selama ini ia sudah menjalani kehidupannya sendiri secara mandiri dan bebas sehingga ketika Leo memintanya untuk lebih berhati-hati atau penjagaan lebih sebagai satu fasilitas yang diberikan kepadanya, Arina langsung merasa jengah.

Penculikan yang dilakukan terhadapnya waktu itu, murni karena ia lengah dan teledor. Begitu yang Arina pikirkan. Lain kali, ia akan jauh lebih waspada dan awas terhadap keadaan di sekitarnya. Mungkin karena ia sudah mulai terbiasa dengan lingkungan kampus yang adem ayem sehingga kepekaannya menurun drastic. Tapi, Arina terus-menerus mengingatkan dirinya sendiri untuk jauh lebih berhati-hati sekarang.

Hal ini….

Adalah janjinya terhadap Leo. Ada peristiwa aneh-aneh lagi terhadap dirinya, Arina akan langsung menyetujui semua syarat yang diberikan oleh Leo kepadanya. Tapi, untuk masalah tinggal bersama di penthouse…..

Arina belum setuju….

Ia merasa kalau hubungan mereka berdua terlalu mendadak. Dan gadis itu merasa harus beradaptasi lebih banyak dalam hubungan ini. Ia belum terlalu mengenal Leo dan apa yang Leo ketahui tentang dirinya juga tidak banyak. Hanya sebatas kulit luarnya saja. Jadi, perjalanan mereka berdua masih sangat panjang ke depannya.

Pagi itu, Leo akhirnya mengangkat kedua tangannya sebagai tanda menyerah setelah mereka berargumen mulut selama 2 jam penuh. Arina minta agar para pengawal pribadi hanya diperbolehkan untuk mengawasi dirinya kurang lebih 100 meter dari lokasinya sehingga keberadaan mereka sama sekali tidak mencolok. Lalu, untuk masalah tempat tinggal, Arina bersikeras untuk tetap tinggal dengan teman-temannya di markas besar Geng Tengkorak sampai gadis itu menemukan waktu yang tepat untuk menyampaikan salam perpisahan serta memberikan mandat baru kepada calon ketua berikutnya.

"Setuju??" kata Arina dengan nada memaksa. Hasil akhir. Tanpa ada tawar menawar lagi.

"Baiklah…." kata Leo sambil menghela nafas panjang. Mereka berdua masih berada di atas tempat tidur setelah mengulang sesi bercinta mereka yang panas semalaman. Arina tak habis pikir. Leo sepertinya tak pernah mengenal kata puas untuk menikmati tubuhnya tapi di satu sisi, gadis itu pun tak keberatan. Leo berhasil mengusir bayangan Dicky yang selama ini membelenggunya dalam nestapa. Dan ketika setiap malam mereka bercinta, perasaan Arina mulai meluruh perlahan pada pria ini.

Jadwal kuliah mereka akan dimulai siang ini dan sekarang, mereka berdua harus bersiap-siap.

Arina berusaha untuk bangun dari atas tempat tidur ketika tangan Leo tiba-tiba menyergap pinggangnya dan kembali merebahkannya dengan kasar di atas tempat tidur.

"Ap….. hmphhhhhhhhh…..kit…..hmphhhhh...pir…ter..lam…hmphhhhhhh!!!!!"

Arina gelagapan di sela-sela ciuman panas Leo terhadap mulut dan bibirnya yang sangat mendadak.

ASTAGA!!! ASTAGA!!!! GAWAT!!! MEREKA BERDUA BENAR-BENAR BISA TERLAMBAT KALAU BEGINI CARANYA!!!

Leo lalu melepaskan pagutannya dan memandang puas ke arah bibir Arina yang setengah bengkak akibat ciuman liarnya barusan. "Ini namanya morning kiss, Darling…."

Arina mendengus kesal sambil menyingkirkan tubuh Leo yang menindihnya dan segera menuju ke kamar mandi. Sementara Leo hanya tertawa geli sambil bangun dan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

"Hari ini apa rencanamu?" tanya Leo pada Arina yang sibuk mengunyah sarapannya.

"Hmmm…kuliah? Dan pulang ke markas besar?"

Mulut Leo langsung berhenti mengunyah dan wajahnya berubah jelek. " Begitu??"

Kening Arina berkerut bingung. Ke..kenapa? Apa ia salah ngomong? Kenapa raut wajah Leo aneh sekali?

"Kita berangkat ke kampus bersama…" kata Leo tegas sambil berdiri dan membereskan piringnya.

"Eh… tidak bisa!!! Aku naik motor saja….!!! Aku mau pergi sendiri!!!" protes Arina sambil cepat-cepat menghabiskan makanannya.

"Moses akan membawakan motormu nanti. Jangan kuatir…"

"Hah??? Apaaaa???" teriak Arina kaget.

"Kau berangkat ke kampus denganku hari ini. End of discussion, darl…" kata Leo lagi sambil mengambil handuk dan berjalan langsung ke arah kamar mandi.

"Atau semua perjanjian kita yang tadi pagi dibuat, batal semua!!!"

WHATTTT!!!!

Mata Arina melotot lebar-lebar sementara mulut Leo menyunggingkan senyum kecil. Begitu pintu kamar mandi ditutup, Arina langsung terduduk lemas di atas sofa. Ia tak lagi punya kekuatan untuk membantah.

Ugh!! Menyebalkan…

....

Sesuai permintaan Leo, akhirnya Arina berangkat ke kampus bersama pemuda tersebut dan sepanjang perjalanan, Leo sama sekali tidak melepaskan genggaman tangannya terhadap Arina. Tapi gadis itu memutuskan untuk berhenti di depan lapangan parkir dekat dengan gedung kampusnya sementara fakultas Leo berada di sisi seberangnya. Seberes festival, Roberto masih sering menghubunginya dan Leo hanya untuk mengajak mereka bertiga makan bersama sambil bercerita tentang berbagai hal. Arina sendiri tak keberatan. Toh ia sendiri tak terlalu cocok dengan teman-teman mahasiswanya yang seringkali menganggapnya aneh dengan gaya berpakaiannya.

Lagipula, tujuannya berada di sini adalah untuk menuntaskan perkuliahannya sesuai dengan syarat beasiswa penuh yang diterimanya. Dan, ia masih bisa bercengkrama dengan teman-temannya di Geng Tengkorak jadi bukan masalah besar sama sekali jika ia tidak terlalu banyak bergaul dalam kampus.

Seperti biasanya, siang itu mereka makan siang bersama dan Roberto banyak bercerita tentang beberapa dosen baru yang dianggapnya rese dan menyebalkan. Arina hanya tertawa sambil menimpali cerita Roberto sementara Leo lebih banyak diam dan mendengarkan sambil sesekali ikut berbicara walaupun tak sebanyak Arina.

Tiba-tiba sebuah notifikasi pesan masuk ke dalam ponsel Arina. Dengan segera, Arina melihat ke layar ponselnya dan ada sebuah nama yang sangat familiar di sana. Senyum lebar langsung merekah di wajahnya.

"Siapa?" tanya Leo curiga.

"Sante…" balas Arina singkat sambil membalas pesan Sante secepat mungkin. Ia sama sekali tidak memperhatikan raut wajah Leo yang sudah semendung awan badai.

Arina lupa. Seberes insiden penculikan tersebut, ia sama sekali tidak memberi kabar pada pemuda tersebut. Wajarlah kalau Sante kelabakan mencari-cari dirinya selama 3 hari belakangan ini.

"Kenapa?" tanya Leo lagi. Tapi kedua tangannya sudah mengepal erat. Kencang sekali.

"Ia akan menjemputku sore ini seberes kuliah…"

KRAKK!!

Sekarang….. piring kaca di depan Leo langsung terbelah dua. Roberto sendiri langsung bergidik ngeri saat melihat wajah Leo yang sudah menggelap marah.

"Eh…kenapa? Kau tidak apa-apa?" tanya Arina kuatir saat melihat piring kaca Leo tiba-tiba terbelah tanpa sebab. Ia takut pacarnya itu kenapa-kenapa.

"Tidak apa-apa…aku jalan duluan ya.." pamit Leo singkat sambil meninggalkan lokasi tersebut.

Dahi Arina berkerut bingung sementara Roberto sibuk mengelap keringat dingin yang dari tadi bercucuran di keningnya.

.....

Wajah Sante tersenyum lebar ketika Arina langsung membalas pesannya secara cepat. Ia dan para anggota gengnya sempat dilanda kecemasan akut ketika tidak bisa menemukan Arina di mana-mana selama 3 hari ini. Tapi syukurlah, kecemasannya itu tidak terjadi. Arina selamat dan sehat walafiat. Hanya itu saja….. tapi ia sudah merasa sangat-sangat bersyukur.

"Sudah terima balasannya??"

Sebuah suara dingin tiba-tiba menegurnya dari arah samping. Sante langsung tersentak kaget. Lebih shock lagi ketika yang menyapanya barusan adalah si bocah berwajah simpatik bermata sayu yang ditemuinya tempo hari.

Da…darimana orang itu tahu kalau ia di sini??

Saat itu Sante sedang berada di dekat kampus Arina setelah acara bincang pagi bersama dengan gengnya.

"Ka..kau…!!!" teriak Sante kaget.

"Kau menyukainya bukan?" tembak Leo langsung tanpa basa-basi pada pria plontos bertubuh gempal di hadapannya. Hari itu untungnya suasana sekitar tidak terlalu ramai, kalau tidak, kehadiran mereka berdua pasti sudah menimbulkan gossip baru di lingkungan kampus.

Sante gelagapan. Ia memang punya rencana untuk "menembak" Arina sore ini. Saat menjemput gadis itu ketika pulang kuliah nanti.

"Biar kuberi saran ya…"

"Lupakan saja. Arina itu milikku dan akan selamanya begitu…"

"Mau bagaimanapun caranya, kau tidak akan bisa menang melawanku…"

Muka Sante menggelap begitu Leo selesai mengucapkan kata-kata itu. Tinjunya langsung terkepal dan melayang ke arah wajah Leo seketika itu juga.

"MAKSUD LO APA, BANGSAT!!!!"

Leo mundur selangkah ke belakang sehingga tinju Sante tidak bisa mengenainya.

"Arina belum bilang??"

"Kita berdua berpacaran sekarang…"

Mulut Leo lalu menyunggingkan senyum licik.

"Pertempuran ini sudah kumenangkan bahkan sebelum kau mulai bertarung…"

.