3 hari kemudian….
Leo, Arina, dan Roberto kembali berkumpul di dalam kelas untuk mematangkan konsep dan ide proyek kerjasama mereka. Setelah berdiskusi cukup alot, akhirnya mereka bertiga sepakat untuk menjual produk pakan ikan yang saat ini sedang dikembangkan oleh Leo. Leo sedang membuat sebuah pakan ikan yang bisa meningkatkan imunitas setiap ekor ikan yang memakan hasil penemuannya tersebut dan pakan ini bisa meningkatkan ketahanan tubuh ikan tersebut dari serangan bakteri Flavobacterium yang seringkali menyebabkan penyakit Columnaris yang umumnya terjadi pada ikan air tawar. Arina sendiri kebagian tugas untuk memasarkan produk pakan tersebut pada saat mereka harus memamerkannya di acara festival tahunan kampus dalam waktu 2 bulan dari sekarang. Lalu, Roberto bertugas untuk menganalisa setiap bahan baku yang digunakan oleh Leo saat membuat produk pakan tersebut. Apakah ada proses produksi atau pemakaian bahan yang kira-kira bisa menyebabkan dampak polusi atau pencemaran baru untuk lingkungan?
Semuanya harus dipikirkan matang-matang secara mendetail karena sebelum festival dimulai, akan diadakan sebuah presentasi produk di depan dosen pembimbing mereka masing-masing yang akan menguji apakah produk mereka layak untuk dipamerkan atau tidak. Lalu, setelah mereka menyepakati pembagian tugas yang harus dilakukan, mereka bertiga pun berpisah. Roberto akan pergi bersama Leo untuk mengunjungi lab di jurusan farmasi dan mengecek semua bahan baku yang sedang digunakan oleh pemuda tersebut untuk mengolah produk pakannya. Sementara Arina akan langsung pulang ke tempatnya dan membuat konsep presentasi kelompok mereka.
Tapi, di tengah jalan, saat ia berjalan menuju ke arah parkiran, Arina melihat sekumpulan pemuda dengan tampang mencurigakan sedang berjalan melewatinya sambil membawa pemukul logam di tangan mereka masing-masing. Sebuah firasat buruk menghantuinya. Jangan-jangan…
Arah mereka berjalan…
Persis menuju lokasi dimana mereka bertiga baru saja berpisah sebelumnya!!!
GAWAT!!!! GAWAT!!! GAWAT!!!!! Arina merutuki dirinya sendiri sambil kembali menaruh helm dan berjalan mengendap-endap di belakang rombongan tersebut dengan sangat hati-hati. Tanpa menimbulkan suara sedikitpun.
..................
Leo sedang menyebutkan beberapa bahan yang dicatat dengan sangat teliti oleh Roberto sembari mereka berjalan santai menuju ruang laboratoriumnya. Tapi kemudian, langkah mereka terhenti secara mendadak.
Sekumpulan pemuda berwajah sangar dengan tatapan bengis sedang menghadang langkah mereka di depan. Melihat dari ekspresi wajah mereka, kelihatannya mereka sama sekali tidak bermaksud baik padanya. Apalagi dengan adanya pemukul logam yang sengaja diayun-ayunkan dengan gaya yang sangat mengintimidasi. Melihat gerombolan itu, muka Robert langsung berubah pucat pasi sementara mata Leo langsung menyipit tajam dengan waspada.
Mereka berdua langsung mundur beberapa langkah ke belakang dan berbalik. Sialnya, dari arah belakang pun, ternyata teman-teman lawan mereka sudah berdiri dan bersiaga dengan senjata yang sama. Leo dan Roberto tidak bisa bergerak ke mana-mana. Mereka sudah terkepung dari dua sisi. Depan dan belakang. Terjepit habis !!
Dan kedua kelompok penyerangnya mulai bergerak maju perlahan-lahan. Membatasi ruang gerak mereka seperti sekumpulan kucing yang menjepit seekor tikus ke titik buntu. Keringat dingin mulai mengucur deras dari kening Roberto. Ia ketakutan!!!
Ia mengenali beberapa wajah penyerangnya. Mereka adalah teman-teman dekat Peter. Senior yang dulu pernah dihajar habis oleh Arina saat ia dibully beberapa hari sebelumnya. Melihat dari ekspresi wajah mereka, kelihatannya luka cedera yang diderita Peter cukup parah karena ia mendengar kalau Peter langsung harus dilarikan ke dalam rumah sakit hari itu juga.
"Yoooo…. Roberto!! Ada salam dari Peter di rumah sakit…." kata salah satu pemuda dengan mata menyipit tajam kepadanya. Roberto tahu siapa dia. Valerius. Salah satu sahabat baik Peter. Dan ia tahu kalau Roberto-lah orang terakhir yang dijumpai oleh Peter hari itu!!
MAMPUS!!!
Sekarang jarak antar mereka berdua dan para penyerangnya sudah benar-benar sempit!! Tak ada celah untuk bisa kabur sama sekali!!
Arina yang sudah sampai di lokasi, langsung melotot kaget. Darahnya mendidih marah saat melihat kedua temannya terancam dikeroyok massal. Tapi begitu ia mau maju melangkah masuk ke arah medan tempur, mata Leo langsung menatap dirinya dengan tajam sambil memberikan kode untuk tetap tinggal di tempatnya berdiri sekarang.
JANGAN-COBA-COBA-MASUK-KE-SINI-ARINA!!!
Situasi benar-benar genting saat itu! Arina benar-benar kuatir pada keselamatan kedua teman kelompoknya, tapi langkahnya selalu terhenti karena peringatan visual dari kedua mata Leo yang terus memperingatkannya untuk diam di tempat.
Stay, Arina!!!
"Hey!" teriak Valerius pada Leo yang tengah melindungi Roberto yang sedang menggigil ketakutan dengan tubuhnya.
"Kami tidak ada urusan denganmu!! Kau boleh pergi sekarang…"
Leo mengangkat sebelah alisnya. Mulutnya menyunggingkan senyum mengejek. "Begitukah?"
"Maaf, aku tak bisa. Apapun urusan kalian dengan orang ini, karena ia teman sekelompokku, berarti urusanku juga…"
"Kalau begitu, kami semua akan langsung mengirimmu ke kamar mayat hari ini juga!!!!"
Semua penyerangnya langsung bergerak maju ke arah mereka berdua. Leo langsung mendorong Roberto keluar dari area pertarungan sampai pemuda tersebut tersungkur jatuh ke arah Arina. Sekarang, semua tongkat pemukul mulai terayun menuju ke arah Leo dengan kecepatan tinggi!
Arina terpekik kaget!!!
Tapi adegan berikutnya, membuat mata Arina melotot selebar-lebarnya!!
..................…..
Dengan lincah, badan Leo berkelit dan ia langsung melayangkan serangan ke beberapa penyerangnya dengan sangat cepat tanpa ampun! Mereka langsung tersungkur jatuh sambil mengerang kesakitan. Tanpa jeda, Leo juga berhasil merebut salah satu tongkat pemukul milik penyerangnya dan dengan gesit, menggunakannya sebagai senjata untuk bertahan dari berbagai pukulan yang diarahkan kepadanya dan sekaligus sebagai senjata penyerang. Beberapa korban berikutnya langsung berjatuhan tanpa daya di atas aspal.
Melihat teman-teman mereka bisa dipukul jatuh dengan sangat mudahnya, Valerius mengamuk. Dengan beberapa rekannya yang masih tersisa, ia langsung melancarkan serangannya dengan membabibuta. Leo terus-menerus menghindari arah serangan yang ditujukan kepadanya tapi sayangnya, ia tak melihat kalau salah satu korban yang sudah ia lumpuhkan mulai bangkit berdiri di belakangnya dan langsung melayangkan pukulan telak ke punggungnya.
DUAGGGGGG!!!!!
Rasa sakit yang tajam menyengat tubuhnya. Badan Leo terhuyung ke depan.
Melihat kesempatan di depan mata, Valerius langsung melancarkan kembali serangannya secara bertubi-tubi tanpa ampun. Leo berusaha menghindar, tapi rasa sakit yang berdenyut-denyut mengurangi intensitas pergerakannya. Ia langsung terkena beberapa pukulan sekaligus. Luka lebam dan memar mulai bermunculan di tubuhnya. Para penyerangnya semakin beringas untuk menghajarnya habis-habisan.
"BRENGSEK!!!!" umpat Arina marah.
Ia lalu menyuruh Roberto untuk segera melapor ke bagian keamanan dalam kampus dan setelah itu, tanpa menunggu lagi, ia langsung berlari masuk ke dalam medan pertarungan. Dengan sorot mata haus darah, ia langsung merenggut tongkat Valerius dan menggunakan tongkat yang sama untuk menghajar wajah pemuda tersebut dalam sekali pukul. Berikutnya, Arina langsung menggunakan tongkat yang sama untuk menyerang semua lawan yang masih tersisa. Dalam waktu singkat, semua penyerangnya langsung tersungkur habis di atas tanah beraspal tersebut. Keadaan Leo sendiri cukup menyedihkan. Dengan wajah babak belur dan luka lebam di mana-mana, cukup sulit untuknya supaya ia bisa berdiri tegak dengan kedua kakinya.
Arina langsung memapah tubuh pemuda tersebut dan berkata.
"Dimana rumahmu?? Biar kuantar pulang…."
Leo lalu menyebutkan sebuah alamat dan dengan kecepatan tinggi, mengantar Leo sampai ke sebuah bangunan penthouse mewah dimana pemuda tersebut tinggal. Sambil terus memapah tubuh Leo yang sudah sempoyongan, Arina menekan tombol dimana ruang penthouse pemuda itu berada dan akhirnya mereka berdua masuk ke dalam kamar penthouse Leo.
Arina membaringkan pemuda tersebut di atas kasurnya dan mulai mengobati luka-luka pemuda tersebut dengan perlengkapan P3K yang selalu dibawanya untuk keperluan darurat. Dengan telaten, Arina membersihkan luka dan memberi perban pada beberapa area yang mengalami cedera cukup serius. Syukurlah, tak ada yang benar-benar parah.
Hanya ada beberapa bengkak dan memar saja. Jika Leo beristirahat selama 2 minggu secara penuh, maka bekas-bekas lukanya tidak akan terlihat sama sekali.
Arina tersenyum selama mengobati Leo. Dari sebelum-sebelumnya, ia sama sekali tidak menaruh perhatian pada bentuk fisik Leo, tapi kini setelah ia memiliki kesempatan untuk berdekatan dengan pemuda tersebut, Arina bisa melihat kalau wajah Leo sebenarnya cukup tampan. Mata sayunya memberikan kesan ramah, simpatik dan terpelajar bagi siapapun yang melihatnya. Menunjukkan kalau pemuda ini memang sangat menonjol di bidang akademis. Jauh berbeda dengan dirinya yang memang sudah terbiasa hidup liar di jalanan.
Tapi melihat pertarungan pemuda tersebut sebelumnya, Arina sangat terkejut. Ia sama sekali tidak menyangka kalau pemuda kutu buku ini ternyata bisa bertarung juga. Walaupun tidak sehebat dirinya. Jika tadi Leo tidak terpukul jatuh, ia pasti bisa memenangkan pertarungan tersebut!
Setelah beberapa saat, Arina menyelesaikan pekerjaannya dan bersiap untuk pulang. Tapi, tiba-tiba, tangan Leo menahan lengannya.
"Tunggu…." Rintih Leo dengan wajah meringis sakit dan mencoba bangun untuk duduk.
"Kau harus banyak istirahat, Leo. Luka-lukamu cukup parah. Ok?" bisik Arina prihatin sambil mengelus wajah Leo dengan lembut. Tapi, tindakan Leo berikutnya, membuatnya tercekat setengah mati.
Leo tiba-tiba memeluk erat dirinya. Kencang sekali.
Di balik tubuh rapuh pemuda tersebut, ternyata masih tersimpan tenaga sebesar itu untuk mencegahnya pergi.
"Leo….ehmmmm… ini… ini…" Arina gelagapan saat berada di dalam pelukan Leo.
"Aku mohon….. tinggallah sebentar lagi, Arina…"
"Please…"
Wangi mawar yang lembut tercium di hidungnya. Aroma yang menenangkan. Wangi Arina-nya. Sekarang, ia bisa sedekat ini dengan dewinya. Leo hanya berharap waktu berhenti berputar saat itu juga. Saat ia sedang memeluk dan merengkuh gadis itu di dalam dekapannya.
Candunya. Obsesinya. Surganya. Poros dunianya.