Beberapa hari kemudian…
Foto-foto itu sampai di tangan pemuda tersebut. Menampilkan gambar-gambar yang mengerikan seputar kerusuhan besar yang terjadi saat itu di dermaga timur. Api merah menyala hebat serta membakar habis markas besar geng Santa Crux sampai menjadi puing-puing keesokkan harinya. Sementara itu, hampir sebagian besar anggota geng juga terbantai habis saat kejadian tersebut. Penyergapan dadakan itu benar-benar menghancurkan semua pertahanan mereka sampai ke titik darah penghabisan. Untungnya, dari sekian puluh ribu anggota geng, hanya sekitar seperlima anggota yang sedang berkumpul di markas besar pada malam hari itu.
Pemuda yang sama lalu mengeluarkan sebuah foto dari amplop yang dikirimkan kepadanya. Tampak seorang gadis muda berwajah cantik dengan garis muka yang keras sedang tersenyum di dalam foto tersebut. Ia juga mengenakan jaket kulit hitam dengan motif tengkorak di belakang jaketnya.
"Arina…." desis pemuda itu dengan tatapan mata sedingin es. Sang Dewi Kematian.
Pengganti Dicky Valdez sekaligus pewaris tahta Geng Tengkorak. Gadis ini…
Diremasnya foto tersebut dan langsung dilemparnya ke dalam api perapian yang menyala di depannya. Dalam waktu singkat, foto itu langsung berubah menjadi abu.
Sembari mengamati perapian di hadapannya, pemuda itu hanya terdiam. Ekspresi wajahnya rumit dan tak terbaca. Memorinya kembali pada deretan peti mati yang ia hadapi dua hari kemudian setelah kejadian pembantaian tersebut. Setahun yang lalu. Dan salah satu dari peti mati tersebut adalah peti mati Robin Crux.
Pihak rumah duka sudah sangat bersusah payah untuk merangkai potongan-potongan tubuh Robin hingga ia bisa terlihat seperti seseorang yang tengah tertidur damai dengan wajah tersenyum. Dan Bruno Crux, sang kakak kandung dari Robin Crux, sangat menghargai hal tersebut. Sebagai imbalannya, ia kemudian memberikan bonus yang luar biasa besar bagi setiap personel dari pihak rumah duka yang terlibat dalam acara pemakaman para anggota geng Santa Crux.
Dalam waktu kurang dari 24 jam berikutnya, semua jenazah anggota Santa Crux yang tewas sudah terkubur tenang di dalam tanah. Geng Santa Crux memang memiliki sebuah lahan pemakaman khusus untuk para anggotanya ketika mereka meninggal nanti. Hal ini juga memudahkan para anggota keluarga dari setiap saudara mereka yang meninggal untuk bisa datang berziarah kapan saja mereka mau.
"James…."
"Ya, Bruno.." kata salah satu pemuda yang dipanggil namanya barusan. Ia melangkah maju dan menunduk hormat pada tuannya tersebut. Bersiap untuk menerima perintah baru.
"Siapkan pasukan kita…."
"Dalam waktu dua hari dari sekarang, kita akan menyambut seorang tamu agung…"
James menunduk sekali lagi dan melangkah mundur perlahan.
Di ruang tamu yang mewah tersebut, tidak ada suara apa-apa lagi. Hanya bunyi keretak arang dan warna api kemerahan saja yang nampak bergerak-gerak di sana. Sisanya, hanyalah para pengawal yang berdiri mematung dengan wajah sekeras batu. Tanpa emosi.
Bruno memejamkan matanya. Ia mengingat masa-masa kecilnya yang ia lalui bersama dengan Robin dulu. Masa-masa dimana mereka berdua bekerjasama untuk membangun geng Santa Crux sampai sebesar ini. Robin menguasai area pesisir timur, sementara Bruno memilih untuk berkonsentrasi pada penjualan senjata gelap secara illegal ke negara-negara Dunia Ketiga serta mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari setiap transaksi gelap yang ia lakukan.
Kemarahan mendidih di dalam batinnya. Robin adalah satu-satunya adik biologis yang ia miliki tapi ia meninggal dengan cara yang sangat mengenaskan!!!
Hutang darah ini….. HARUS DIBAYAR LUNAS!!!
.............
Universitas Rotteo, area parkiran, gerbang luar kampus
Hari itu sudah sore dan sebagian besar mahasiswa sudah pulang. Lapangan parkir pun cenderung sepi. Sante sedang menunggu Arina di luar gedung ketika akhirnya gadis manis yang ditunggu-tunggunya dari tadi, akhirnya datang juga. Ia baru saja mau menyapa ketika tiba-tiba matanya menangkap sebuah pemandangan asing.
Tepat di samping Arina, ada sesosok pemuda bertampang simpatik dengan sorot mata sayu yang tengah mengobrol dengan santainya dengan gadis pujaannya tersebut. Dan…dan…
Kenapa mereka terlihat sangat dekat????
Lebih parahnya, wajah Arina terlihat sangat ceria. Sebuah ekspresi asing yang hampir tak pernah dilihatnya setelah kematian Dicky setahun sebelumnya. Apakah… mereka… berdua…
"SANTE !!!" teriak Arina keras-keras sambil berlari menuju ke arahnya.
Sante yang melihat kemunculan Arina, hanya berusaha untuk memaksakan senyumnya. Tapi, jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam, sebuah api cemburu sedang berkobar hebat. Sante berusaha mati-matian untuk menjaga ekspresi wajahnya agar tetap biasa. Tapi, sulit sekali!!!
DAMN!!!
"Oia, perkenalkan… ini Leonard Levy. Teman sekelompokku waktu acara festival kemarin ini…"
"Leo, ini Sante. Salah satu teman dekatku juga…"
Leo mengangguk singkat, tersenyum dan mengulurkan tangannya untuk mengajak berkenalan secara formal. "Leonard Levy. Tapi kau bisa memanggilku Leo saja. Lebih praktis…"
Sante menyambut uluran tangan pemuda tersebut sambil membalas. "Namaku Sante. Senang berjumpa denganmu…"
"Oh iya!!!" Arina tiba-tiba berteriak kencang sambil menepuk jidatnya yang membuat kedua pemuda tersebut memalingkan wajah ke arahnya secara bersamaan.
"Tasku ketinggalan di kelas!!! LUPA!!! Aku ambil dulu yaa….!!!"
Tanpa menunggu jawaban, Arina langsung berlari kencang dan kembali masuk ke dalam kampus dengan langkah terburu-buru!!
Begitu Arina pergi, Sante langsung mengencangkan genggaman tangannya yang masih berjabatan dengan Leo.
"Jangan coba-coba!!!" ancam Sante sambil mendesis geram.
Sebagai sesama pria, ia sudah bisa membaca kalau pemuda yang dipanggil Leo ini juga menyimpan perasaan yang sama kepada Arina. Pandangan sayunya yang tak pernah lepas dari wajah Arina, sudah lebih dari cukup untuk mengatakan semuanya.
"Mendekatinya?? Maksudmu?" tanya Leo balik dengan gaya menantang. Dengan sekali sentakan, Leo langsung melepas genggaman tangannya dan melipat kedua tangannya di depan dada sambil menatap Sante dengan gaya meremehkan.
Bibirnya menyunggingkan senyum mengejek kepada Sante yang sedang memelototinya dengan tatapan sewot. "Kita lihat saja nanti. Siapa yang akan berhasil mengambil hatinya? Kau atau aku?"
Sante mendengus kesal. "Kau tak mungkin punya kesempatan…"
"Benarkah? Biar kuberitahu sesuatu ya? Cepat atau lambat…."
"Akan kutunjukkan kepadamu…."
"Betapa besarnya perbedaan kekuatan antara aku dan dirimu…" kata Leo sambil melengos pergi dengan santai menuju mobilnya.
Tak lama, Leo pun sudah melesat dengan mulus di jalanan. Tak lupa, knalpot mobilnya mengirimkan salam asap yang langsung membuat Sante terbatuk-batuk di tempat secara otomatis.
Arina tidak butuh waktu lama untuk kembali ke area parkiran setelah mengambil tasnya. Melihat sosok Sante, ia mempercepat langkah kedua kakinya. Ia ingat kalau hari ini mereka akan pergi ke Pantai Stovia bersama-sama.
Melihat kemunculan Arina lagi, awan mendung di wajah Sante langsung sirna. Ia langsung tersenyum lebar tapi adegan berikutnya, membuat kedua bola mata Sante langsung melotot kaget selebar-lebarnya!!
"ARINAAAAAA!!!!!" teriak Sante keras-keras. Ia langsung berlari kencang menuju gadis tersebut!!
..............
Arina tidak sadar kalau dari tadi ia sudah dikuntit seseorang dari belakang. Dan sebelum langkahnya semakin dekat ke arah Sante, sepasang lengan yang kekar langsung menyergapnya dari belakang sambil membekap mulut serta hidung gadis tersebut dengan kain yang sudah dicelup obat bius.
"Hmmmphhhhhh!!!!!!"
Arina mencoba memberontak sekuat tenaga. Sikunya bahkan berhasil menyikut pinggang penyanderanya dengan telak tapi ia kalah kuat. Penyergapnya tidak hanya satu tapi lima orang sekaligus yang langsung memegangi kedua tangan dan kakinya serta memaksanya masuk ke dalam sebuah mobil van hitam yang memang sudah disiapkan dari tadi.
"Grrrghhhhh…rgghhhhhh…"
Ia masih berusaha meronta dan melawan tapi percuma. Tenaganya kalah kuat dan perlahan kesadarannya mulai melemah akibat pengaruh obat bius tersebut. Dalam waktu singkat, pintu mobil langsung ditutup dan mobil itu pun melesat kabur secepat mungkin!!
.........…..
"ARINAAAAAAA!!!!!!!" teriak Sante parau sambil berusaha mengejar laju mobil hitam keparat tersebut. Sia-sia…
Ia kalah cepat!!!
Arina tersayangnya… diculik paksa!!
Tepat di depan matanya!!!
.