Chereads / THE ROOMMATE 2 : SIDE STORIES (21++) / Chapter 14 - 13 ARINA & LEO : PRAKTEK KERJASAMA (2) – MASUKNYA ROBERTO

Chapter 14 - 13 ARINA & LEO : PRAKTEK KERJASAMA (2) – MASUKNYA ROBERTO

Roberto duduk dengan wajah gugup di antara kedua orang yang kini sedang duduk di sisi kiri kanannya. Di sebelah kiri, ekspresi wajah Leo luar biasa jelek seperti musim dingin ratusan tahun yang bisa membuat tulang-tulangmu membeku seketika. Sementara di sebelah kanannya, Arina tersenyum manis seperti semilir angin musim semi yang cerah dan hangat. Di depan, dosen pembimbing yang duduk di hadapan Robert, sedang berkeringat dingin dan tak kalah gugupnya. Ia sudah menerima uang suap dari Leo untuk mengatur pemuda itu sekelompok dengan Arina. Si perempuan aneh penerima beasiswa tersebut. Tapi, kini mendadak, hari ini Arina membawa masuk orang lain secara tiba-tiba untuk menjadi anggota kelompoknya sehingga total anggota kelompok mereka menjadi tiga orang. Tidak masalah, Arina juga tidak menyalahi peraturan karena maksimal jumlah anggota kelompok mahasiswa yang diwajibkan untuk mengikuti proyek ini adalah 3 orang. Tapi, dengan kondisi ini, bisakah mereka bertiga bekerjasama dengan baik?

Dosen pembimbing mereka lalu mengambil nafas dan menghembuskannya berkali-kali. Berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Padahal, jauh di dalam lubuk hatinya, ia sudah ngompol di celana. Aura Leo yang sedang duduk di sampingnya ini sekarang….

BENAR-BENAR MENAKUTKAN!!

Untungnya, ia hanya bertugas selama 15 menit untuk memandu kelompok mereka. Selebihnya, ia harus memandu kelompok lain. Untungnya, "perang dingin" tersebut tidak berlangsung lama. Hanya 5 menit. Setelahnya, untuk 10 menit ke depan, mereka bertiga bisa mendiskusikan konsep kasar untuk proyek gabungan tersebut. Siksaan mental itu pun berakhir sudah. Bagi sang dosen dan Roberto yang malang.

Mood Leo benar-benar jelek saat itu. Seberes mereka berdiskusi, pemuda tersebut langsung melengos keluar dari ruang kelas. Melihat hal tersebut, Arina langsung tersenyum bahagia. Rencananya berhasil untuk bisa mengerjai pemuda menyebalkan tersebut. Entah kenapa, ia merasa, kalau insiden tubrukan tersebut bukanlah sebuah kebetulan.

Arina tak tahu, bisa saja ia salah. Tapi melihat ekspresi Leo saat ia membawa Roberto ke dalam kelompok mereka, ia mulai curiga.

............….

Sante sedang menunggu Arina di area luar gedung kampus ketika Arina tiba-tiba menepuk pundaknya dari belakang. Melihat dari senyum lebarnya, Sante hanya bisa menduga kalau mood gadis tersebut sedang bagus sekali hari ini.

"Sudah lama?" tanya Arina ramah sambil mengambil helm dari tangan Sante yang langsung menaiki dan menyalakan mesin motornya. Arina sendiri akan dibonceng oleh pemuda tersebut hari ini karena motor besarnya sedang diservis di bengkel. Mereka berdua akan kembali ke markas besar untuk beberapa hari ke depan sambil melepas kangen dengan teman-temannya yang lain.

Motor Sante langsung meluncur pergi dengan kecepatan tinggi tanpa sadar kalau ada sebuah mobil hitam yang juga tengah mengikuti mereka dari arah belakang. Melihat Arina dibonceng seorang pemuda di belakang punggungnya benar-benar membuat darah Leo menggelegak marah sampai ke ubun-ubun. Di dalam kepalanya, ada banyak pertanyaan tak terjawab yang dibarengi oleh kobaran api cemburu yang luar biasa. Ia sudah mengamati Arina dari tadi dan bahkan menunggu gadis tersebut pulang dari kampus hari dengan sangat sabar.

Sambil matanya tak lekat mengawasi pergerakan motor besar yang sedang ia ikuti, Leo menelepon seseorang.

"Rogard, ini aku. Ya, tolong kau cari informasi dan latar belakang dari foto wanita yang akan kukirim sekarang. Selengkap-lengkapnya. Semuanya.. Ya, ok.."

Leo menutup telepon dan mengirimkan foto Arina kepada ajudannya. Sisanya, Rogard akan mengurus semuanya sampai selesai.

Ia mengikuti motor Sante sampai ke area luar kota dimana ada banyak moge lain yang juga tengah terparkir di sana dan banyak orang sedang berkumpul dengan gaya riders yang sama. Motor Sante lalu memasuki area tersebut sementara mobil Leo berhenti sejauh kurang lebih seratus meter dari area tersebut. Tidak terlalu jauh, tidak terlalu dekat. Tapi cukup untuk dapat mengamati pergerakan mereka saat memasuki area bikers yang luas tersebut. Sebuah bendera berukuran raksasa dengan gambar tengkorak yang mengerikan terpasang di atas salah satu tiang dan berkibar ditiup angin. Dalam sekali lihat pun, Leo sudah tahu grup apa itu.

Geng Tengkorak.

Salah satu geng motor yang paling berbahaya dan sadis di pesisir barat. Leo tersenyum dingin. Wanita idamannya ini…..

Benar-benar menarik!!

"Ayo, kita pergi sekarang…" perintah Leo pada supirnya tersebut. Selanjutnya, ia tinggal menunggu kabar dari Rogard. Tangan kanannya.

.............

Malamnya….

Arina menatap langit berbintang di rooftop markas besar mereka sambil duduk berbaring di atas kursi malas. Sekarang ini, kapan pun ada kesempatan, kegiatan ini yang akan ia lakukan. Memandang permadani hitam bertabur jutaan cahaya kecil nun jauh di atas sana. Tanpa sadar, air matanya kembali menetes pelan di kedua pipinya.

"Hey, Sante. Menurutmu…"

"Dicky berubah jadi rasi bintang apa setelah ia meninggal?"

Sante yang sedang duduk menemaninya di sebelah gadis tersebut hanya bisa tersentak kaget sewaktu mendengar hal itu. Tapi, tak ada satu kalimat pun keluar dari bibirnya yang bisa menjawab pertanyaan Arina.

Saat ini, hanya ada keheningan yang pekat diantara mereka.

Arina meminum botol bir yang ada di dalam genggaman tangannya perlahan sembari membiarkan kesedihan mengoyak hatinya sekali lagi. Duh, ia kangen sekali pada pemuda tersebut….

Dicky Valdez.

Pria pertama yang memasuki hati dan kehidupannya. Pria pertama yang benar-benar memperlakukannya seperti seorang wanita sejati dan mampu melindunginya secara utuh di dalam dekapan lengannya.

Sudah setahun berlalu setelah kematiannya, tapi bagi Arina, sistem waktu sudah tak berarti di dalam hatinya. Di saat Dicky menghembuskan nafas terakhir di dalam pelukannya, waktu berhenti berdetak untuk Arina. Hari itu juga.

Melihat ekspresi wajah Arina, Sante meratap pilu dalam hatinya. Ia kalah. Lagi.

Pernyataan cintanya yang hampir keluar, kembali tersangkut dan tertelan masuk ke dalam tenggorokannya. Isi hatinya, ternyata masih harus menunggu lebih lama untuk diucapkan langsung oleh lidahnya suatu saat nanti.

Entah kapan.

.