6 bulan kemudian…..
Sebagai mahasiswa baru, ada sebuah kegiatan akademis rutin dimana semua mahasiswa dari berbagai jurusan dalam satu angkatan yang sama akan dikumpulkan dan kemudian membuat sebuat projek untuk menentukan nilai kelulusan mereka di tahun pertama. Selama setahun belakangan ini, Arina sudah berhasil membuktikan dirinya untuk bisa menduduki posisi 10 besar pertama dalam nilai terbaik di angkatannya sehingga beasiswanya tidak dicabut. Untuk hal ini saja, Arina benar-benar bersyukur.
Proyek kerjasama antar jurusan ini akan menjadi batu loncatannya terakhir sebelum ia melangkah masuk ke tahun kedua dan diberikan liburan akhir tahun nantinya. Arina sudah tidak sabar untuk cepat-cepat menyelesaikan masa perkuliahannya tahun ini dan pulang beristirahat untuk menengok keluarga besarnya di Geng Tengkorak serta melakukan konvoi bersama seperti yang mereka biasa lakukan setiap tahun. Ia dan Sante juga rutin berkomunikasi seperti biasa melalui panggilan telepon sehingga Arina selalu mendapatkan informasi terbaru seputar kegiatan saudara-saudaranya tanpa melewatkan apapun. Arina juga masih berperan dominan untuk mengambil keputusan besar di dalam gengnya.
Nah, hari ini. Semua anggota mahasiswa tahun pertama sudah berkumpul bersama di ruangan aula untuk menunggu ketua dosen membacakan hasil undian seputar partner kelompok mereka masing-masing. Setiap kelompok terdiri atas 2 – 3 orang yang sudah ditentukan secara acak oleh para dosen pembimbing dan nantinya, proyek akhir yang akan mereka kerjakan akan banyak dibantu dan dipandu oleh para dosen pembimbing yang ditunjuk tersebut.
Arina menunggu di kursinya dengan sikap was-was bersama dengan ribuan mahasiswa lainnya yang menanti hasil keputusan dengan wajah super tegang. Lalu, perlahan, ketua dosen pun mulai maju dan memperkenalkan sekitar 200 dosen pembimbing yang akan diperbantukan dalam penugasan proyek ini. Berikutnya, para dosen pembimbing tersebut lalu mulai membacakan nama-nama setiap mahasiswa dan pasangan kelompoknya masing-masing. Setiap pasangan kelompok yang sudah terpilih lalu meninggalkan ruangan aula yang besar tersebut dan mengikuti arah dosen pembimbingnya.
Seiring waktu berlalu, ruangan yang tadinya dipadati oleh banyak orang mulai terlihat makin lengang seiring dengan berkurangnya jumlah mahasiswa yang keluar ruangan. Arina makin gugup. Sekarang, hanya tinggal 10 orang dosen pembimbing saja yang tersisa di dalam ruangan tersebut dan ruangan yang terisi hanya tinggal sepertiganya saja tapi namanya belum dipanggil juga. Arina berulangkali menarik dan menghembuskan nafasnya. Berharap kalau hari yang panjang ini akan segera berakhir begitu ia mendengar nama serta partnernya sehingga ia bisa maju ke depan secepat mungkin.
Sampai kemudian….
"ARINA!!!"
Salah satu dosen pembimbing tiba-tiba menyerukan namanya. Seringai lebar muncul di wajah cantik gadis tersebut dan ia segera turun ke bawah.
"LEONARD LEVY!!!"
Sebuah nama lain dipanggil. Itu adalah pasangan kelompoknya. Arina yang sudah sampai di depan dosen pembimbingnya lalu menengok ke belakang. Tapi begitu ia melihat sosok seorang pemuda yang sedang berjalan menuju ke arah mereka berdua, matanya langsung berkilat marah sambil melotot lebar-lebar.
"KAU..... LAGIIIII?????!!!!"
.....................….
Pemuda yang dipanggil Leonard Levy tersebut malah menunjukkan reaksi yang berbeda saat melihat Arina yang jelas-jelas tak suka padanya. Ia lalu mengulurkan tangan untuk berkenalan sambil tersenyum jahil. Mata sayunya terlihat jelas sedang mengejek Arina secara terang-terangan.
"Eh, halo… Ga nyangka ketemu lagi sama kamu ya?"
"Cewek preman…"
SHITTT!!!!!! Arina langsung mengumpat-ngumpat dalam hatinya. Sekali lagi takdir keparat sudah mempertemukannya dengan salah satu makhluk paling menyebalkan yang sangat ingin dihindarinya!!!! DASAR SIALAANNNNNNNNNN!!!!!!!
Belum juga dimulai, tapi proyek kampus ini sudah pasti akan jadi musibah besar untuknya!!
"Interupsi, Pak!!!" kata Arina tiba-tiba sambil mengangkat tangannya.
"Saya menolak sekelompok sama orang ini!!!" kata Arina lagi sambil menunjuk ke arah pemuda bernama Leonard tersebut dengan tatapan jijik. Sementara yang ditunjuk hanya melipat kedua tangannya di depan dada sambil tersenyum jahil.
"Maaf, Arina. Tidak ada pilihan lain…" tolak sang dosen berkacamata tersebut dengan wajah datar. Ia sudah sangat sering menghadapi mahasiswa pemilih seperti Arina sebelumnya.
"Semua mahasiswa sudah mendapatkan pasangan kelompoknya masing-masing. Tidak ada pilihan kedua. Terima dan jalani saja apapun keputusannya atau kau tinggal kelas untuk mengulang masa tahun pertamamu dengan angkatan berikutnya. Silakan…" balas dosen pembimbingnya dengan wajah datar sambil membereskan kertas-kertasnya dan bersiap pergi dari dalam ruangan aula.
Arina dongkol berat. Ekspresi mukanya jelek sekali. Pandangan matanya menatap tajam ke arah Leonard seakan – akan ia mau memakan pemuda tersebut bulat-bulat dalam sekali suap. Ia mendesis kesal. Tapi, dengan santainya, Leonard hanya mengikuti arah langkah dosen pembimbingnya keluar ruangan sambil berkata, "Omong-omong, kau bisa memanggilku, Leo. Mudah kan?"
"Kalau namamu? Hanya Arina saja kan?"
.....................…
Arina sibuk mengomel di dalam hatinya dalam perjalanan keluar gedung kampus. Tadi, ia baru saja mendiskusikan seputar gambaran kasar dari proyek gabungan yang kira-kira bisa dibuat oleh dirinya dan Leo. Leo sendiri berasal dari jurusan farmasi yang terkenal sangat sulit ditembus sementara Arina sendiri memperoleh beasiswa dari jurusan manajemen bisnis. Sebuah kombinasi yang bagus. Jika…..
Mereka bisa berjalan beriringan dalam satu misi yang sama.
Arina menghela nafas panjang. Andai semudah itu…pikirnya lelah. Pertemuan pertama mereka saja sudah diwarnai pertengkaran tak jelas. Rasa jengkel itu masih bercokol di hatinya tapi kini pemuda yang sama harus bekerjasama dengannya dalam satu proyek bersama atau mereka berdua tak bisa lulus ke tahun berikutnya. MENYEBALKAN!!!
Tiba-tiba langkah Arina terhenti. Telinganya menangkap suara-suara yang mencurigakan dari balik salah satu gedung jurusan. Dengan sigap, ia langsung bersembunyi sambil berusaha mengintip.
......................
#LEO POV#
BERHASILLLLL!!!!!! Hahahahahahaha….
Tidak sia-sia usahaku untuk menyuap seluruh tim dosen pembimbing agar aku bisa dipasangkan dengan wanita idamanku. Hahahahahaha….
Melihat ekspresi wajahnya tadi saat marah-marah, benar-benar menggemaskan. Aku sebenarnya ingin sekali mencubit kedua pipinya karena gemas tadi. Tapi aku menahan diri. Sabar, Leo!! Aku yakin giliranku akan tiba pada saatnya nanti. Saat aku berhasil menaklukkan hatinya dan merengkuh tubuh mungilnya di dalam pelukanku suatu hari. Entah kapan. Tapi aku tidak mau berandai-andai. Aku hanya ingin menikmati setiap proses yang sedang kukerjakan sekarang untuk bisa semakin dekat dengannya. Sekarang. Hari ini. Dimulai dari kesempatan ini, aku akan bisa menatap wajahnya dan mendengar suaranya.
"Leo..??"
Suara seseorang memanggil namaku dari arah belakang. Ah, ayahku. Dominic.
"Ya, ayah…??"
"Renovasi kompleks mansion kita sudah hampir selesai. Taman mawar putih yang kaupesan juga sudah selesai jika kau ingin melihatnya lansung hari ini. Beberapa ornamen mawar sebagai detil finishing touch juga sedang dikerjakan sekarang. Sekarang kita hanya tinggal menamai komplek ini saja…."
"Ayah berpikiran untuk menam…"
"Rose Mansion…" balasku singkat ketika aku tiba-tiba teringat kembali pada wangi mawar menyegarkan yang menggelitik hidungku tadi pagi saat aku kembali berjumpa dengan Arina. Wanita itu. Semestaku.
"Itu nama kompleks mansion ini…"
Ayahku hanya manggut-manggut saja sambil berjalan pergi. "Rose Mansion ya?"
"Nama yang bagus…".
...................
Universitas Rotteo
"DASAR BRENGSEK!!!! KENAPA KAU TIDAK MENGERJAKAN SEMUANYA SEKALIGUS???!!!" teriak salah satu pria tersebut dengan kasar sambil merenggut kerah kemeja salah satu pemuda berkacamata yang sudah gemetar ketakutan di depannya.
"A…Aku ketiduran…." Bisik pemuda tersebut lemah. Kelihatan sekali kalau ia sedang dibully habis-habisan oleh seniornya.
"Nilai akhirku tergantung dari hasil makalah ini, Goblok!!!"
"Sekarang… bagaimana kalau aku tidak lulus tahun ini???!!! Akan kubuat kau babak bel…"
DHUAGGGG!!!!!
Mata senior itu tiba-tiba berkunang-kunang. Genggaman tangannya yang sedang menggenggam kemeja pemuda cupu di depannya langsung mengendur. Tubuhnya limbung akibat lemparan helm yang diarahkan langsung ke kepalanya. Langkahnya terhuyung ke belakang. Tapi sebelum ia sempat menoleh, sebuah tendangan langsung mengenai lehernya. Membuatnya tersedak dan memutus aliran oksigennya secara mendadak. Senior laki-laki tersebut langsung terkapar di atas tanah. Pingsan.
"Ayo!!!" kata Arina sambil menarik tangan pemuda cupu tersebut menjauh dari tempat kejadian perkara.
"Siapa namamu?" tanya Arina lagi.
"Roberto…"
"Jurusan? Angkatan?"
"Teknik Lingkungan, 19XX…"
"Sudah dapat kelompok untuk tugas proyek gabungan antar jurusan?"
"Ah, belum! Aku datang terlambat tadi.."
Sebuah bola lampu imajiner langsung menyala terang dalam kepala Arina. Kedua sudut bibirnya terangkat ke atas secara otomatis. Sebuah senyum licik langsung mengembang di wajahnya.
"Kebetulan!! Ikut aku sekarang….!!!"
.