Chereads / Bad Girl Story / Chapter 14 - chapter 14

Chapter 14 - chapter 14

Rachel membuka matanya yang terasa berat, Pening masih membuyarkan pandangannya sehingga ia harus mengerjap beberapa kali. Nuansa kamar yang monoton dan dingin menyambutnya, begitu terasa asing karena bertolak belakang dengan kamar yang biasa ia tempati. Rachel merasa ada sesuatu yang aneh di keningnya, ia pun mengambil benda tersebut. Sapu tangan? tanya Rachel dalam hati. Rachel masih terlihat biasa saja berada di tempat ini hingga ingatannya semalam terputar sekelebat di otaknya. Ya tuhan apakah ini ruang transit setelah kehidupan? tanyanya bloon. Rachel langsung terduduk dan menyibak selimut yang membalut tubuhnya. Rachel sempat terkejut saat mendapati bra nya sudah tertanggal dan dressnya berganti menjadi sebuah kaos cowok yang oversize untuk ukuran tubuhnya . Aroma tubuh seorang cowok jelas tercetak di kaos tersebut. Disaat Rachel bertanya-tanya tiba-tiba saja Pintu kamar tersebut terbuka dan seorang cowok masuk ke kamar tersebut.

"Kyaa!! ngapain lo disini bego?" tanya Rachel setengah menjerit.

Cowok tersebut hanya melengos dan mengabaikan Rachel. Rachel yang merasa di abaikan sudah bersiap untuk meledak-ledak sebelum dirinya tersadar akan satu hal, bahwa kemungkinan cowok yang kini bersamanya adalah orang yang menanggalkan pakaiannya. Rachel menghampiri cowok tersebut dan meraih tangannya yang sebelumnya sibuk memainkan ponsel.

"Lo lo siapa? Ngapain gue ada disini? Ngapain lo juga ada disini? terus kenapa.., jangan-jangan lo yang.. Ahhhh jawab sialan!" Tanya Rachel bertubi sambil mengkode pakaian yang kini ia kenakan.

Cowok tersebut melirik tangannya, kemudian tanpa berperasaan mengibaskan tangan Rachel. Ia berbalik dan hendak beranjak pergi namun kemudian tertahan lagi oleh cekalan Rachel. Merasa terusik cowok tersebut membalikkan cekalan tangan Rachel dan mendorongnya hingga dinding. Tangannya cekatan mengunci tangan Rachel, sehingga Rachel tidak bisa melepaskan diri dari kungkungannya. jantung Rachel berdegup kencang jika cowok tersebut tiba-tiba saja melakukan sesuatu.

"Kamar gue"

Setelah mengatakan kata tersebut cowok itu langsung pergi masuk ke dalam suatu ruangan yang diyakini Rachel sebagai kamar mandi. Jantung Rachel benar-benar dibuat mencelos, ucapan cowok barusan lebih mengintimidasi dari pada ucapan Bu retno.

— — — — — — —

Raga tak henti-hentinya menyumpah serapahi Dion, sahabat karibnya. Karena menuruti permintaan sahabatnya itu ia harus tertahan di kelab dan pulang selarut saat ini. Ditambah lagi hujan deras mengguyur jalanan kota yang membuatnya malas untuk mengemudikan mobilnya. Ia melajukan mobilnya cukup cepat hingga fokusnya teralih ke jembatan yang persis akan dia lalui. Seorang cewek dengan penampilan cukup kacau berdiri di pembatas sisi jembatan. Sebenarnya Raga tergolong manusia yang acuh tak acuh tapi entah kerasukan setan apa ia tanpa pikir panjang keluar dari mobil dan menerobos hujan. Benar saja setibanya di sisi jembatan gadis tersebut langsung ambruk. Beruntung ada Raga disana sehingga ia bisa langsung meraih tubuh gadis tersebut. Raga sempat bertanya-tanya apa yang terjadi dengan gadis ini, namun dia segera membuang jauh-jauh pertanyaannya dan menggendong gadis tersebut ke dalam mobil. Ia mendudukkan gadis tersebut di kursi samping kemudi sambil tangannya meraba jok jika saja ada sesuatu yang bisa digunakan untuk mengelap tubuh gadis tersebut. Setelah rambut dan wajah gadis tersebut Raga seka dengan handuk barulah Raga tersadar jika Ia mengenal gadis ini. Ralat bukan kenal mungkin hanya sekadar tahu. Raga hendak membawa gadis ini ke rumah sakit tapi ia merasa itu bukan pilihan yang terbaik. Ia melihat bekas kemerahan di tubuh gadis tersebut yang sudah jelas penyebabnya, sehingga ia memutuskan untuk membawanya ke apartemen.

— — — — — — —

Rachel merasa kamar yang kini ia tempati sangat membosankan. Kesunyian yang tercipta mengingatkannya dengan semua masalah yang kini memenuhi hidupnya. Jujur, ia ingin menangis. Tapi, tentu saja ego seorang Rachel tidak akan semudah itu kalah, terlebih ini bukan kamarnya sehingga ia sebisa mungkin menguatkan dirinya. Rachel tersadar dari lamunanya saat pintu kamar mandi terbuka. Ya, cowok tadi baru saja selesai mandi dan dengan seenak jidatnya ia keluar hanya dengan handuk yang dililitkan di pinggangnya. Hello, ada kehidupan disini kampret, kalo bukan tuan rumah udah gue timpuk nih orang, batin Rachel. Cowok tersebut mengambil pakaian sebelum membawanya kembali masuk ke dalam kamar mandi.

"Astaga jantung gue.." Gumam Rachel sambil mengelus dadanya.

Setelah beberapa saat, akhirnya cowok tersebut keluar dari kamar mandi dengan balutan seragam SMA. Seragam yang tak asing bagi Rachel, dan hanya dengan melihat itu hatinya kembali dibuat tak karuan.

"Keluar"

Rachel yang mendengar titah cowok tersebut hanya bisa mencebikkan bibirnya sebelum keluar dari kamar. Dari luas dan furniture yang ada di dalam apartemen ini Rachel tahu jika orang yang kini bersamanya adalah anak yang cukup berada. Ia duduk di sofa dan menyalakan televisi. Walaupun matanya tertuju pada tayangan yang ada di depannya tapi fokusnya kini sedang berada di alam yang berbeda. Tiba-tiba saja cowok tadi menaruh piring dimeja yang ada di depannya, reflek saja Rachel terkejut. Rachel melirik tajam cowok tersebut.

"Makan"

Rachel hanya diam dan memasang wajah kusut, enggan untuk menanggapi ucapan cowok tersebut. Cowok tersebut keudian neletakkan tangannya di kening Rachel dan mengulang perkataanya.

"Lo demam, makan"

Jujur Rachel dibuat terkejut dengan tindakan cowok tadi, ia menutupi keterkejutanya dengan membuang napas panjang dan meraih piring berisi sandwich.

"Lah lo mau kemana?" tanya Rachel saat melihat cowok tadi pergi meninggalkannya.

"Sekolah" jawabnya.

"Nggak sarapan dulu?"

"Nggak"

"Gu-gue disini sama siapa dong?"

Cowok tersebut sempat terdiam sebentar sebelum ia menjawab Rachel.

"Lo Balik"

"Balik apaan, gue udah gada rumah. Tanggung jawab lo, siapa suruh selametin gue"

"Bunuh diri lagi"

Rachel dibuat kicep oleh ucapan orang yang ada di hadapanya, kini ia tidak yakin apakah ia benar-benar berbicara pada seorang manusia.

"Yaudah cepet pergi sono setan, pisau lo masih tajem kan?" tanya Rachel pada si empunya apart.

"Jangan macem-macem"

"Gue cuma minta satu macem, cuma mau minjem pisau lo doang elahh, gue janji deh gue bakal bunuh diri di luar"

cowok tadi melirik tajam mendengar ucapan Rachel.

"Tetep disini. Jangan macem-macem"

Rachel diam-diam tersenyum penuh kemenangan mendengar ucapan cowok tadi. Pesona gue emang badasss batinnya.

Seperginya cowok tadi, tidak banyak yang dilakukan Rachel. Tanpa ponsel, tanpa uang, dan tanpa apa-apa Rachel tahu jika hidup seperti ini pasti sangatlah berat.

Rachel berkeliling menyusuri setiap jengkal apartemen yang ia tempati. Dindingnnya dominan bercat abu-abu, sementara furniturenya dominan hitam dan putih. Menciptakan nuansa yang dingin dan minimalis. Pantas saja cowok tersebut jika berbicara singkat, pasti hal tersebut akibat tinggal di kamar seperti ini. Setelah tour nya selesai Rachel kembali terjebak dalam kesunyian. Mungkin ini waktu yang tepat bagi Rachel berkeluh kesah. Berawal dari rutukan, cacian kemudian berakhir menjadi tangis.

— — — — — — —

Seperti biasa, setelah jam istirahat Raga dan teman-temannya berkumpul di kantin. Sudah biasa memang Raga hanya menjadi pendengar ocehan teman-temannya namun kali ini ia tidak bisa fokus.

"Eh Ga, ntar jadi kan latian basket?" tanya Dion.

"Jadi lah, yakalik nggak. ye kan Ga?" sahut Jery.

"Woi masih hidup kagak lu?!" Tanya Dion sambil melempari Raga kacang polong. Raga yang tersadar dari lamunannya langsung memberi Dion pelototan tajam.

"Aishhh nyantai bro. ntar lo jadi kan latian basketnya?" tanya Dion sekali lagi.

"Nggak"

"Kok lo labil sih Ga. Kayak cewek PMS, nggak asik lu"

"Bacot. Gue cabut"

"Dih PMS beneran lo. ngambek tai anjing"

"Ga, seriusan lo? habis ini pelajaran pak Deddi woi. Satu-satunya guru disekolah yang nggak bisa lo kibulin!" ucap Rian mengingatkan.

"Urusan Dion" jawab Raga sebelum beranjak dari kantin. Begitulah, setiap Raga mabal sendiri Dion yang menjadi tamengnya di kelas. Dion harus mengarang alasan untuk Raga. Tak perlu berbelit memang karena sebenarnya Raga adalah anak yang pintar. Tapi lain urusan jika gurunya Pak Deddi, Dion harus berdebat sampai Jam pelajaran selesai.

— — — — — — —

Belum ada tengah hari Raga sudah kembali ke apartemen. Raga masuk ke dalam kamar dan mendapati Rachel sedang mengeringkan rambut.

"Eh dah balik aja lo? mabal?" tanya Rachel sambil mencepol rambutnya asal.

"Rapat komite" jawab Raga bohong sambil menghempaskan tubuhnya ke ranjang.

"By the way kok disini ada hair dryer, suka bawa cewek balik lo ya?"

"Adik gue"

"Oh, lo ada adek cewek ternyata" gumam Rachel sambil melipat ujung kaos yang ia kenakan agar lebih pendek. "Punya gue"

"Pinjem, kan lo tau sendiri gue.."

"Nih" Raga menyodorkan paperbag berisi beberapa set pakaian perempuan lengkap dengan dalamannya.

"Thanks. tapi gue males ganti baju lagi, yang ini tetep gue pake" ucap Rachel sambil tersenyum lebar, memamerkan gigi putihnya yang berderet rapi.

"Lo nangis?" tanya Raga

"Keliatan banget?"

"Nggak"

"Seriusan anjir"

"Kenapa?"

"Apanya?"

"Bego"

"Ck. Jadi gini..."

🌻🌻🌻

TBC!!!