Di sepanjang jalan Rachel dan Raga hanya membisu, Raga sibuk memainkan gas sementara Rachel asik menikmati angin malam yang menerpa wajahnya. Rachel ingat jika dulu ia sesekali membonceng Grace, ingin sekali ia mengulang masa-masa itu. Tapi jangankan berboncengan, sekedar bertukar pesan pun mereka tak pernah. Mengesampingkan hal tersebut, Rachel tetap menikmati momen saat ini.
Senyum Rachel pudar saat ia sadar jika apartemen Raga sudah ada di depan sana. Ingin sekali ia meminta Raga untuk jalan-jalan malam terlebih dahulu, tapi kelihatanya itu sangat tidak etis. Ia mengurungkan niatnya dan kembali duduk diam. Namun ternyata saat berada di jalan kawasan apartemen bukannya menepi Raga justru menambah laju motornya.
"Mau kemana? katanya balik?" tanya Rachel agak keras agar suaranya tidak teredam angin.
"Makan"
Rachel ber ohhh ria mendengar jawaban Raga. Tidak peduli kemana Raga akan pergi, yang terpenting ia masih bisa merasakan sensasi naik motor yang telah lama tak ia rasakan.
Akhirnya mereka berhenti di salah satu mall yang ada di Jakarta. Rachel segera turun dari motor dan mengikuti kemana Raga pergi. Raga memasuki sebuah kafe yang berada di lantai 5, kafe anak muda bergaya klasik, estetik, tapi juga kekinian. Ntahlah Rachel bingung ingin mendeskripsikannya bagaimana, yang jelas selera Raga oke juga. Mereka memilih duduk di bangku yang tepat berada di samping dinding kaca gedung. Pemandangan yang disuguhkan cukup indah. Kerlap-kerlip lampu bangunan dan kendaraan yang hilir mudik terlihat keren dari tempat Rachel.
"Apa?" tanya Raga tiba-tiba
"Hah" jawab Rachel bingung
"Makan" Raga menyodorkan daftar menu e hadapan Rachel
"Nggak usah. Gue nggak laper. Lo aja yang makan, gue tungguin"
"Makan"
"Ck. Tadi siang kan udah sarapan, pikun lo? Gue emang udah biasa gini. Pesen makan kalo laper, kalo nggak ya nggak. Simple kan. Serius gue nggak pengen mak-"
"Harus"
Belum sempat selesai Rachel mengoceh Raga sudah lebih dahulu memotongnya, hal ini benar-benar membuat Rachel kesal.
"Dih kok maksa. Bonyok gue aja nggak peduli mau gue makan atau nggak. Apa hak lo nyuruh-nyuruh gue"
Saat ini tidak banyak yang Raga lakukan, hanya memandang Rachel tajam sambil mengetuk-ketukan jarinya konstan di meja. Jujur Rachel ngeri sendiri.
"Oke, oke gue makan. Gue pesen ini aja ya, minumnya samain" ujar Rachel sambil menunjuk salah satu menu.
Setelah beberapa saat, akhirnya makanan pesanan mereka tiba. Sejak mulai hingga selesai makan tidak ada pembicaraan diantara mereka.
Setelah membayar tagihan makanan, termyata Raga tidak langsung turun. Ia pergi ke lantai atas dan mampir di ibox. Mau tidak mau Rachel mengikutinya masuk ke dalam sana. Mampusss ngiler-ngiler deh gue, batinya sambil tersenyum ramah membalas sapaan pegawai ibox.
Raga tiba-tiba saja berbalik, membuat Rachel yang mengekorinya ikut berhenti.
"pilih"
"Eh"
"Pilihin"
"Ohh. Buat cewek lo?" tanya Rachel memastikan
"Hem"
Jujur Rachel sempat mengira Raga menyuruhnya memilih ponsel karena mengira ponsel itu memang dibelikan untuknya. Tapi ternyata tidak, itu untuk ceweknya. Arghh berada di tengah-tengah hamparan iphone membuat otaknya sedikit salah.
Mengingat sikap Raga yang tidak perhitungan dan terlebih ini untuk orang spesialnya, Rachel akhirnya menghampiri jajaran iphone keluaran terbaru yang harganya cukup fantastis. Ia melihat-lihat sebentar sebelum membuat pilihan.
"Yang ini oke, cewek lo pasti suka" ujar Rachel sambil menunjuk iphone berwarna Rosegold. Tanpa berpikir panjang, Raga segera meminta pegawai disana untuk menyelesaikan pembayaran. Setelah itu, mereka akhirnya pulang.
Sesampainya di apartemen Rachel segera merebahkan dirinya di sofa. Sementara Raga duduk di single sofa, sibuk menyetting hp barunya
"Ga"
"Hem"
"Kok lo bisa sih tidur di sofa, emang enak?"
"Nggak"
"Sialan, jujurnya gausah kebangetan juga woii. Kan gue jadi nggak enak" Gerutu Rachel sambil bangkit dari posisi tidurnya
"Tukeran"
"Nggak mau wkwk, duit lo kan banyak tuh. Kenapa nggak ambil apartemen 2 kamar aja sih" Tanya Rachel kemudian sambil mendekat ke arah Raga, ia sengaja memajukan kepalanya ke depan hp hingga menutupi Raga. Alhasil kepalanya harus di toyor Raga agar minggir.
"Kasar. Main tangan. Nggak asik" Ucap Rachel sambil mengelus-elus kepalanya.
"Rambut lo bau" jawab Raga santai
Rachel sudah bersiap-siap meledak ingin sekali ia merobek mulut Raga. Tapi ia harus urungkan hal itu, bagaimanapun ia harus baik-baik ke Raga agar tidak di usir.
"Ga. Cewek lo kok nggak pernah ke sini"
Raga hanya diam
"Kan bisa tuh lo akuin gue adek, sepupu, atau apaan gitu. Gue jago acting kok"
Raga masih diam
"Oh gue paham. Santai aja gue nggak bakal gangguin lo kalo mau ngapa-ngapain. Kalo perlu gue bakal jalan-jalan seharian, bagi duit tapi ya" ujar Rachel sambil nyengir.
Raga yang semula diam, akhirnya beranjak dari sofa. Ia berjalan ke arah Rachel dan..
pletakk
sebuah sentilan mendarat sempurna di jidat Rachel.
"Anjritttt. Psikopat lo gilaaa" pekik Rachel sambil memegangi jidatnya yang sakit
"Tidur. Otak lo salah"
"Sialan lo. jidat gue sakit banget nih kayaknya tengkorak gue retak"
"Tolol" ucap Raga sarkas.
Raga berjalan melewati Rachel, namun sebelum benar-benar terlewati, ia berbalik dan menempatkan hp iphone rosegold tadi ke tangan Rachel.
"Ambil"
sedetik, dua detik, tiga detik Rachel masih tertegun. Barulah setelah lebih dari 5 detik kesadaran Rachel kembali. Ia ingin membobardir Raga dengan pertanyaan tetapi Raga sudah pergi entah kemana, di kamar, di balkon, di kamar mandi, bahkan di depan apartemen pun tidak nampak batang hidungnya. Apakah dia titisan flashman? kenapa cepat sekali ia menghilang. Akhirnya Rachel memilih untuk memending semua pertanyaannya untuk esok hari. Ia memilih untuk segera memejamkan mata dan tidur. Tidur dengan perasaan berbunga-bunga.