Kaki Rachel mulai kebas, mungkin ia terlalu lama berdiri tanpa mengubah posisi. Ia ingin melepaskan pelukan Raga tapi dapat dipastikan jika penampilanya sangat kacau. Sial batinnya.
"Ga" panggil Rachel pelan sambil menstabilkan nafasnya yang sesenggukan.
"Hem" jawab Raga dengan dehaman singkat.
"Lo nggak capek berdiri mulu?" tanya Rachel.
"Hem"
"Gue capek ga, Gue udah cukup nangisnya". Raga yang mendengar ucapan Rachel tentu saja langsung berniat melepaskan pelukannya, tapi tiba-tiba saja kedua tangan Rachel memeluknya erat yang membuat Raga sedikit terkejut.
"Jangan lepas sekarang woi, gue malu. Lo bisa bayangin kan sekacau apa gue. So, gue bakal lepasin pelukan ini tapi lo janji dulu lo bakal merem sampe gue masuk ke kamar mandi. Oke?"
"Hem"
"Hisssh janji dulu"
"Iya"
"Awas aja kalo ngintip"
"Nggak"
"Yaudah. cepet merem"
"Hem"
Merasa situasi sudah aman Rachel pun segera melepaskan pelukannya, dengan kecepatan penuh ia berlari masuk ke dalam kamar dan menutupnya pintunya rapat-rapat.
Mendengar suara pintu yang tertutup Raga akhirnya kembali membuka matanya, selama ini tidak ada yang bisa memerintahnya untuk melakukan sesuatu. Ia selalu bertindak rasional sesuai kemauanya sendiri. Tapi kini, ia dengan mudahnya menuruti permintaan konyol Rachel. Raga merasa ilfil dengan dirinya sendiri.
Raga beranjak dari tempatnya berdiri untuk duduk di ranjang. Ia menunduk dan melihat kaosnya yang sudah basah karena bekas air mata. Iyuhh melihatnya membuat Raga ingin segera melepasnya dan mandi. Ia pun melepas kaosnya dan mengetuk pintu kamar mandi.
tuk tuk tuk.
"Kenapa Ga?" tanya Rachel dari balik pintu.
"Mandi"
"Ihh bentar ngapa, gue belum kelar. Muka gue belum bener nih"
"Keluar"
"Iya iya bentar" Rachel pun mengakhiri acara mandinya dan langsung mengenakan handuk kimono. Beruntung Raga peka terhadap kebutuhan Rachel dan membelikanya barang-barang tanpa diminta. Rachel ingin bersikap sok menolak tapi menilik keadaanya mungkin gengsinya harus di pending terlebih dahulu. Hahaha.
"Nggak sabaran banget sih jadi orang" omel Rachel sesaat setelah pintu terbuka.
"Ingus lo". Raga mengabaikan ucapan Rachel sebelumnya dan melemparkan kaosnya tepat mengenai wajah Rachel.
"Apa-apaan sih lo. Nggak sopan anjritt" omel Rachel seraya membenarkan posisi handuk yang ia gunakan untuk membungkus rambut. Raga tidak menanggapinya ia hanya mendorong bahu Rachel agar minggir karena menutupi pintu kamar mandi.
"Dih nggak jelas" gerutu Rachel, ia kemudian meraih kaos Raga yang berada di lantai. Ia membuka lipatan kaos tersebut dan membentangkanya lebar-lebar. What the fuck. Iyuhhhh. Pantas saja Raga ingin cepat-cepat mandi, Rachel yang melihat bekas ingusnya sendiri saja rasanya ingin segera membuang kaos itu ke tong sampah. Oh god ternyata gue nangis sampe se astaga itu, batinnya. Rachel pun segera berganti pakaian.
Raga dan Rachel kini sedang duduk bersebelahan di sofa, seperti biasa Rachel sibuk memilih saluran televisi sementara Raga asik dengan ponselnya.
"Ga" panggil Rachel memecah kesunyian
"Hem"
"Mata gue tembem banget ya?" tanya Rachel sambil mengusap-usap kelopak matanya.
"Nggak"
"Hiss liat dulu dong jangan asal ngomong"
"Ribet"
"Raga!! elu mah. katanya mau jadi abang gue"
"Kapan?"
"Ada lah pokonya waktu itu lu bilang. liat dulu mata gue tembem nggak" Rengek Rachel sambil menarik-narik lengan kaos raga. Mau tak mau Raga mengalihkan pandangannya dan tepat saat itu pandangan mereka berdua bertemu. Baik Rachel dan Raga sempat diam sebentar sebelum akhirnya tersadar dan kembali mengalihkan pandangan.
"Gimana? tembem?"
"Lumayan"
"Duh kecantikan paripurna gue minus dong" gerutu Rachel sambil bersikap drama
"Alay"
"Gue emang cantik, temen lo tadi aja sampe terpesona" ujar rachel menyombongkan diri.
"Dia sakit" jawab Raga santai.
"Serah lu, by the way lo tadi galau in apa? cerita dong" Rachel mendekatkan diri ke samping Raga dan memeluk bantal bersiap untuk mendengar curcol.
"Nggak ada"
"Dih. Gue aja tadi cerita semua tentang gue masak lo nggak mau cerita sih. Nggak adil. Curang namanya" cecar Rachel menuntut penjelasan. Ralat menuntut cerita.
"Nggak minta". Oke. Skakmat. Rachel mencebikkan bibirnya dan kembali mengalihkan pandangan ke televisi.
Raga meraih kunci motor yang berada di atas meja. Rachel yang menyadari hal itu pun langsung ikut berdiri.
"Mau kemana?" tanya Rachel penasaran.
"Keluar" jawab Raga seadanya.
"Iya keluar kemana Raga" ulang Rachel
"Nongkrong"
"Ikuttttt"
"Nggak"
"Nggak mau tahu pokonya gue ikut. Gue suntuk tahu disini mulu. Lo tega ninggalin gue yang habis nangis-nangis di rumah sendirian. Kalo gue kesepian terus nangis lagi trus gue bunuh diri gimana? mau tanggung jawa lo" ujar Rachel panjang lebar
"Bodo amat"
"Ga, pleasee" pinta Rachel dengan puppy eyes nya. Entah setan apa yang merasuki Raga, tapi ia akhirnya mengiyakan permintaan Rachel.
Rachel siap dengan balutan skinny jeans hitam, Hoodie maroon, Sneakers, dan tak lupa pula dengan kacamata hitam untuk menutupi matanya.
"Let's go" Rachel meraih lengan Raga dan menggandengnya hingga tiba di parkiran apartemen.
Raga tidak marah, ia juga tidak kesal dengan tindakan Rachel, tapi ia hanya merasa jika gadis yang ada disampingnya kini bukan gadis yang hobi clubbing, pacaran dan baru saja di campakan dunianya melainkan seorang gadis yang childish dan absurd.
"Ga gue pegangan di mana?" tanya Rachel setelah nangkring di atas motor sport hitam milik Raga.
"Motor" jawab Raga acuh tak acuh
"Mana bisa, jatoh dong gue"
"Terserah"
"Terserah apa nih.. Terserah gue mau jatoh apa kagak atau terserah gue pegangannya dimana aja? Cewek lo nggak marah emang kalo cowoknya gue pegang-pegang?" tanya Rachel memastikan.
"Hem"
"Oke dehhh"
Raga melajukan motornya untuk membelah udara malam kota jakarta, ia membawa motornya dengan kecepatan cukup tinggi sehingga Rachel harus mengeratkan pegangannya di perut Raga. Setelah cukup lama berkendara akhirnya Raga menepikan motornya di sebuah rumah minimalis bertingkat dua. Letaknya cukup jauh dari riuh jalan Raya. Terdapat beberapa motor sport yang terjajar di pelataranya. Rachel turun dari atas motor dan berjalan mengekori Raga.
"Gue boleh ikut masuk? Ngeri gue kalo di luar sendirian" pinta Rachel sambil tersenyum kecut. Ya memang terdapat beberapa pohon besar di sekitar rumah tersebut yang membuat Rachel bergidik ngeri. Rachel sudah biasa di abaikan, jadi walaupun tidak mendapat jawaban dari Raga ia tetap mengikuti Raga masuk ke dalam rumah tersebut. Setelah masuk ke dalam rumah Rachel mendapati sekumpulan cowok yang sedang nongkrong di lantai 1 rumah itu. Beruntung ia tidak melepas kacamata hitamnya, andai saja ia melepasnya pasti ia sudah sangat malu karena mata sembabnya. Dari luar rumahnya nampak biasa seperti rumah pada umumnya, namun jika masuk lebih dalam maka mata akan disuguhi ornamen, Lampu, Grafiti, sofa dan kursi yang tersebar hampir di setiap sudutnya. Atau dapat dikatakan jika rumah itu disulap menjadi tongkrongan yang kekinian dan keren.
"Widihh Bos besar dateng guys" Ucap seorang cowok yang menyadari kehadiran Raga.
Raga menghampiri teman-temannya dan ber high five ala ala cowok macho.
"Anjayy, kemana aja lo bro"
"Itu yang dibelakang siapa bro? Kenalin dong cakep bener"
"Cewek baru sob?"
"Hai cantik, kacamatanya di lepas dulu dong"
"Nah bener tuh"
Raga hanya diam, dia mengabaikan ocehan teman-teman nya dan memilih duduk di sofa. Jangan tanya apa yang Rachel lakukan, dia sangat canggung berada di sana dan mengekori kemanapun Raga pergi.
"Woi nyet, Lu tau cewek itu nggak?" seorang cowok melempari seorang cowok lain yang asik bermain playstasion dengan kulit kacang.
"Apasih ganggu anj". Rachel mengenali wajah cowok yang baru saja berbicara, ya dia Dion teman Raga yang pernah datang ke apartemen. mampus jika dia membocorkan rahasianya, hancur sudah harga diri yang selama ini Rachel bangga-banggakan.
"Lo tau nggak cewek itu siapa?" ulang cowok tadi. Dion pun mengikuti arah mata temanya, keterkejutan jelas tersirat dimatanya.
"Nggak tahu, nggak penting juga. jauh-jauh lo gue mau main ps ganggu mulu" jawab Dion kesal. Dalam hati Rachel bersorak senang.
"Ga, kamar mandi yuk" bisik Rachel setelah cukup lama dirinya matung di sana.
Raga hanya menoleh singkat sebelum kembali fokus ke ponselnya
"Gaaaa" Rachel manarik-narik jaket Raga. Menurut observasi Rachel, Raga baru akan meresponnya jika dia mengusiknya secara fisik. Benar saja Raga langsung menoleh dan meraih tangan Rachel.
Rachel menghentikan langkahnya setelah sampai di depan toilet.
"Ga, Lo mau balik kapan?"
"Ntar"
"Lama?". Raga hanya mengedikkan bahu.
"Ohh yaudah. Gila kress banget gue disini. Serasa ikut emak arisan. Mana gue nggak ada hp, gabut banget"
"Jadi masuk?". Rachel hanya nyengir, sejak awal ia memang tidak berniat ke toilet. Raga dan Rachel akhirnya kembali menemui teman-teman Raga.
"Habis ngapain lu bro"
"Gue curiga nih"
Rachel hanya tersenyum menanggapi cuitan teman-teman raga, ia kembali mengekori Raga ke sofa namun saat ia sudah duduk di sofa tanpa di sangka-sangka Raga meraih jaketnya dan mengenakanya kembali.
"Mau kemana bro"
"Cabut"
"Kok buru-buru sih baru jam segini, gue mau nantangin lo dulu" ucap Dion. Raga menoleh ke arah Rachel dan Dion peka akan hal itu.
"Gue cabut"
"Yoii"
"Bye sob"
"Ti ati bawa anak orang"
Rachel bingung. kenapa Raga susah sekali ditebak. Dia selalu bilang A tapi ngelakuin B.
"Katanya balik lamaan" tanya Rachel sambil naik ke atas motor.
"Hem"
Rachel kesal, setiap berbicara dengan Raga rasanya seperti berbicara dengan tembok. Jarang ngejawab sekalinya ngejawab cuma sekata dua kata. Daripada makan hati karena keseringan di abaikan Rachel memilih diam dan tidak bertanya lagi.
🌻🌻🌻
TBC!!