Bel istirahat telah berbunyi, Rachel berniat menghabiskan waktunya dengan Aldo. Akan tetapi tiba-tiba ada seorang murid yang memintanya untuk menemui guru BK sekarang. Bangke, apaan lagi sih gerutunya dalam hati. Mau tidak mau ia pun segera pergi ke ruang BK dan membatalkan janji temunya dengan Aldo di kantin. Rachel sudah berdiri di depan pintu ruang BK dan tanpa ketuk pintu ia langsung masuk kedalam ruangan begitu saja. Damn, siluet punggung Nining terlihat dengan jelas tengah duduk di hadapan Bu Titin.
"Rachel, sebelumnya ibu mau bertanya apakah kamu tahu kira-kira apa alasan mengapa kamu dipanggil ke sini?" tanya Bu Titin pelan.
Rachel hanya bergeming tanpa mengalihkan fokus pandangannya dari Nining. Bu Titin yang melihat hal tersebut pun akhirnya melanjutkan kembali ucapannya.
"Baiklah jika kamu belum tahu, jadi tadi pagi Nining menemui saya dan telah menceritakan semuanya kepada saya perihal kejadian kemarin sore. Sebelum ibu memberi tahu kan secara keseluruhan, apakah kamu ingin beropini terlebih dahulu?"
Lagi-lagi Rachel hanya bungkam seakan acuh tak acuh dengan celoteh Bu Titin sedari tadi. Rachel merasa sudah sering mendapat perlakuan seperti ini sehingga ia tak apa jika harus mendapatkan hukuman toh ia sudah memikirkan konsekuensi tersebut sebelum bertindak. Satu-satunya hal yang kini ia ingin lakukan adalah memberi pelajaran yang lebih keras kepada Nining.
"Jika kamu hanya diam, maka ibu anggap semua perkataan Nining benar"
"Rachel, bukankah kamu dan Nining adalah teman satu kelas?, sebagai teman seharusnya kamu dan Nining dapat belajar berdampingan dan lebih harmonis. Beruntung Nining tidak ingin memperumit permasalahan ini dan hanya meminta kamu untuk meminta maaf. Jadi ibu minta kamu minta maaf kepada Nining sekarang juga dan berjanji untuk tidak mengulanginya lagi" tutur Bu Titin panjang lebar.
"Mengapa saya harus meminta maaf kepada dia? Saya tidak salah. Disini yang korban itu saya bukan dia. Dia hanya mendapatkan balasan atas apa yang telah ia perbuat. Jadi saya tegaskan sekali lagi kalau sampai kapan pun saya tidak akan minta maaf kepada dia!" sahut Rachel sambil terus menunjuk-nunjuk Nining.
Nining yang mendengar hal tersebut pun berdiri dari kursi tempatnya duduk dan hendak menjawab ucapan Rachel, tapi belum sempat satu patah kata pun terucap Rachel sudah pergi meninggalkan ruangan tersebut.
Rachel berjalan dengan tergesa-gesa menuju kelas Aldo, saat ini ia benar-benar membutuhkan Aldo sebaga sandaran. Koridor terlihat sepi karena bel masuk sudah berbunyi sedari tadj, tapi Rachel yakin jika ia menghubungi Aldo dia pasti akan availble kapanpun untuk pacarnya. Tersisa satu belokan lagi untuk tiba di koridor kelas Aldo. Betapa terkejutnya Rachel saat ia sampai di ujung belokan. Rasanya ia ingin memekik keras sekarang juga namun dengan sekuat tenaga ia tahan. Tangannya sudah mengepal kuat. Rachel ingin sekali pergi dari sini tapi matanya tak bisa lepas sedikitpun dari apa yang kini terjadi di hadapanya. Rachel kenal betul dengan punggung yang saat ini membelakanginya. Itu adalah punggung Aldo. Aldo sedang berciuman dengan seorang siswi berseragam sama dengannya di antara celah dinding bangunan di depan kela Aldo. Bukan sekedar kecupan singkat antara 2 bibir akan tetapi ciuman yang panas dan penuh gairah. Tubuh Aldo yang semula menghalangi siswi tersebut kini telah mundur dan menampakan dengan jelas wajah siswi tadi, dia adalah Rere. Dengan amarah yang sudah tak kuasa ia tahan Rachel berjalan menghampiri keduanya. Tanpa basa basi dia membalikkan tubuh Aldo dan menampar pipinya. Matanya mulai memanas tak kuasa menahan tangis. Ia pun pergi tanpa meninggalkan kata-kata lagi. Rachel tahu jika saat ini Aldo sedang mengejarnya sehingga ia memilih untuk berbelok di toilet wanita dekat meja piket guru. Sebenarnya Rachel muak, mengapa di dunia ini benar-benar tidak ada seorang pun yang bisa ia andalkan. Mengapa ia harus selalu berakhir mengunci diri di toilet. Kemana Rachel yang terkenal urakan dan tak kenal takut. Rasanya ia ingin memaki dirinya sendiri saat ini.
Setelah cukup lama menenangkan diri Rachel akhirnya memutuskan untuk pergi ke kantin toh sebentar lagi waktu istirahat ke dua. Rachel memandang seluruh penjuru kantin. Beruntung suasananya masih terbilang sepi sehingga dia dapat dengan mudah memilih tempat duduk.Hanya terdapat beberapa senior berseragam olahraga di area kantin. Rachel berjalan menuju bangku di pojok kantin. Ia meletakkan baksonya dan mulai menuangkan sambal ke dalamnya. Bayang-bayang Aldo dan Rere kembali terngiang di otaknya sehingga tanpa sadar ia sudah menuangkan hampir separuh mangkok sambal. Biji-biji cabal terlihat bertaburan di kuah baksonya yang berwarna merah menyala. Sial ia justru teringat sudut bibir Rere yang tadi terlihat merah bengkak karena bekas gigitan Aldo. Rachel menggebrak meja dengan cukup keras hingga menjadikannya pusat perhatian. Ia pun mulai melahap baksonya seprti orang kesetanan, mengabaikan orang-orang yang memandangnya dengan tatapan heran sekaligus ngeri. Mulut, kerongkongan, dan perut Rachel sudah sangat kepedasan saat ini tapi sialnya ia tadi lupa membeli minuman. Ia tidak mungkin berjalan menuju lapak penjual minuman dengan ekspresi kepedasan. Dalam hati ia merutuki Cheryl dan Lala.yang tak jua tiba. Rachel merasa sangat frustasi karena kesialanya hari ini.
"Butuh minum kan? Nih ambil. aja". Dafa tiba-tiba duduk di hadapan Rachel sambil memberinya minuman. Ia mengenakan seragam olahraga dengan nafas yang masih ngos-ngosan.
"Kalo ngasih tuh yang iklas". jawab Rachel setelah melirik air mineral yang tinggal setengahnya.
"Udah gue minum barusan. Bekas gue nggak bikin rabies, gue tenggak lagian"
Merasa tak ada pilihan lain Rachel pun meraih botol tersebut dan meminumnya, ia masih kesana dengan Aldo jadi menerima air dari Dafa tak ada salahnya kan?. Sejujurnya Rachel sendiri sudah menjadi pusat perhatian dan kedatangan Dafa langsung menjadikan mereka poros bumi. Bahkan berita Rachel dan Dafa minum satu botol bersama sudah menyebar ke seantero sekolah. Bisa dibilang kecepatannya lebih dari 4G.
Mata pelajaran terakhir dibiarkan menjadi jam kosong karena seluruh guru mengadakan rapat rutin. Rachel yang telah lelah berkelana akhirnya kembali ke kelasnya. Ia Memutar jalan menuju bangkunya menjadi lewat samping tempat duduk Nining, Rachel menggebrak meja Nining keras sebelum kembali berjalan gonta menuju bangkunya.
"Dari mana aja lo?" tanya Cheryl mendekat.
"Mabal keliling sekolah"
"By the way yang gosip soal lo sama Dafa itu beneran Chel?' tanya Lala memastikan
Rachel hanya diam tanda membenarkan.
"Buset!! Aldo nggak marah tuh. Kan sama aja kaya-"
"Persetan sama Aldo. Lagian Dafa nggak minum langsung dibotolnya tapi dia tenggak" Ucapan Lala langsung disambar oleh Rachel untuk menghindari imajinasi yang semakin kemana-mana.
"Syukur deh, gue kayaknya naksir Dafa" ujar Lala santai.
"Ambil aja"
"Lo lagi marahan ya Chel sama Aldo?" tanya Cheryl menyelidik
"Nggak tau. Mungkin bakal kelar hubungan gue"
"Lah kok?"
"Dia ciuman sama cewek lain di depan gue, mana napsu banget lagi. Jijik gue"
"Seriusan lo?"
"Buat apa juga gue boong"
"Dih sok iye banget sih tu orang. Udah dapet modelan elo masih nyosor aja" sambung Lala yang tidak mendapat sahutan lagi dari kedua temannya.
"Kacang kacang kacang"
Rachel mengendarai mobilnya cukup kencang sore ini, beberapa lampu merah bahkan ia terobos karena suasana hatinya yang kacau. Ia melahirkan mobilnya sembarangan dan segera naik ke apartemennya. Dia membanting tubuhnya kasar ke atas kasur dan menutup wajahnya dengan selimut. Apalagi yang ia lakukan selain melanjutkan tangisnya. Dia menangis tanpa melepas seragam dan sepatunya sampai ketiduran.
Ponsel Rachel berdering beberapa kali tiada henti mengusik tidurnya. ia pun mematikan daya ponselnya sebelum melanjutkan tidur. Tak lama setelah itu pintu apartemen nya beberapa kali di ketuk dengan bunyi yang cukup nyaring. Rachel yang sedang emosi rasanya ingin meledak saat itu juga. Tanpa menilik penampilannya ia bangkit dari ranjang dan berjalan ke arah pintu. Rachel hendak memekik saat menemukan Aldo di hadapan ya. Aldo yang terlihat sangat rapi dan wangi berbanding terbalik dengan tampilan Rach yang amburadul.
"Please izinin aku masuk"
Rachel hanya bergeming
"Please kasih aku kesempatan buat ngejelasin Chel"
Aldo meraih tangan Rachel namun segera ditepisnya. Setelah menghela napas Rachelpun mengiyakan permintaan Aldo dan mengajaknya masuk. Mungkin saja ini kesempatan bagi Rachel untuk mengajak putus.
Aldo diam, Rachel diam. keduanya hanya duduk diam di sofa yang terpisah. Aldo menghela napas sebelum memulai kalimatnya.
"Chel, aku mau jelasin yang sebenernya ke kamu soal kejadian tadi. Sumpah aku nggak ada niatan buat ngelakuin itu. Asal kamu tau Chel aku nggak mungkin ngelakuin itu selain sama kamu-"
"Kamu tadi ngelakuin itu sama orang selain aku" koreksi Rachel cepat
" Aku tadi sebenernya dari toilet dan tanpa aku sangka-sangka Rere udah ada di koridor depan kelas. Dia yang mulai. Dan asal kamu tau aku nggak mungkin dengan senang hati ngelakuin itu"
"Kamu tadi seneng ngelakuin itu' lagi-lagi koreksi Rachel dengan cepat
"Kamu salah paham Chel. Waktu aku lewat di depannya dia narik tangan aku terus waktu aku udah ada tepat di depan wajahnya dia cium aku duluan. Dia tarik dasi aku sampe bener-bener hampir nyekik leher"
"Kamu tadi nahan dia"
"Chel, dengerin aku. Kamu pikir kedua tanganku yang aku tumpuin di tembok itu buat apa? Buat ngungkung dia? Nggak Chel aku ngelakuin itu supaya tubuhku nggak semakin nempel sama dia"
"Bullshit. kamu nikmatin semuanya"
"Nggak Chel. Okay kalau kamu belum percaya aku bakal jelasin yang sedetail-detailnya. aku tadi nggak ngerasain apa-apa. Aku nggak ngebales ciuman dia sama sekali. Tapi dia terus-terusan maksa aku. Aku ngunci bibir rapet tapi dia terus gigit di sana-sini sampe aku terpaksa buka mulut. Dia mainin lidahnya dimulut aku . Dan setelah lama nggak aku bales dia ngancem bakal teriak. Aku nggak ada pilihan lain selain turutin obsesinya-"
"Cukup'
"Kamu percaya kan sama aku"
"Chel"
"Please percaya sama aku"
"iya aku percaya. Tapi kalau dipikir-pikir kamu lama juga ciuman sama dia hahaha"
"Chel, nggak lucu ya. Kalau kamu cemburu kamu bisa kok lebih dari dia. Dia bukan siapa-siapa cuman orang gila. Percaya sama aku" Aldo mendekat dan membelai mata Rachel yang terlihat sembab
"Iya iya Aldo. Yaudah deh itung-itung ini semua buat steril in kamu dari dia" Rachel mendekatkan wajahnya ke wajah Aldo dan menutup matanya perlahan. Ia cukup menikmati ciuman ini hingga tanpa sadar tubuhnya terus terdorong sejajar sofa dengan Aldo di atasnya. Namun tiba-tiba ponsel yang berada di saku celana Aldo berdering memaksa keduanya menyudahi ciuman tadi. Keduanya kembali duduk tegak dengan napas yang terengah-engah.
"A-aku angkat telpon dulu". Rachel hanya diam dan memegangi sudut bibirnya yang membengkak. Gue harap lo serius Do.
Rupanya telepon tadi adalah telepon dari Papa Aldo yang memintanya untuk pulang. Jadi mereka berdua harus berpisah dan baru bisa bertemu esok pagi. Saat ini Rachel memang jarang clubing. Dia berharap hari esok lebih baik dan tidak sesial hari ini.