Disinilah sekarang gadis bernama Rachel itu berada, duduk didalam ruang persegi berukuran 3×3 meter yang sangat Rachel hafal betul seluk beluknya.
"Jocelynn Rachel Siregar!!. Ibu sudah tidak habis pikir dengan kelakuan kamu. Sebenarnya apa yang kamu inginkan?!!" tanya Bu Retno dengan suara meninggi.
Rachel bergeming, enggan menatap Bu retno.
"Kamu ini selalu saja begini. Setiap hari kerjaannya bikin ulah tapi kalo di tanya tidak pernah mau ngomong. Saya capek ngurusin kamu terus!!" Bu Retno kembali ambil suara sementara Rachel memilih tetap bungkam dan mengalihkan pandanganya. "Heh saya itu bicara sama kamu, Rachel. Hargai saya. Saya itu gurumu. Kamu pikir kertas dan tinta itu belinya tidak menggunakan anggaran. Kamu itu bersekolah disini apa hanya untuk mengumpulkan surat panggilan orang tua? Tapi nyatanya pihak orang tuamu tidak pernah datang? Kamu kemanakan surat-surat itu? Orang tuamu pasti sedih melihat anaknya yang susah payah di sekolahkan berakhir seperti ini. Pokoknya ibu tidak mau tahu besok orang tuamu harus datang atau kamu terpaksa kami drop out walaupun orangtua mu donatur tetap disini. Kamu sudah kelas IX ibu harap kamu mengerti?!!" cecar Bu Retno dengan suara tinggi dan dada yang naik turun diiringi napas yang memburu. Terlihat sekali kalau Bu Retno sedang menahan emosi yang bergejolak.
"Saya juga tidak tahu" jawab Rachel dengan kepala menunduk dan suara yang sangat pelan, serupa cicitan.
Bu Retno tertegun, baru kali ini Rachel bersuara sehingga dia hanya memilih diam menunggu lanjutan dari Rachel.
"Saya tidak tahu apakah saya masih dianggap anak oleh orang tua saya. Saya selalu memberikan surat panggilan kepada orang tua saya sejak sekolah dasar. Tapi nyatanya sekalipun saja mereka tidak menyanggupi panggilan itu untuk saya. Jangankan datang kemari, di tegur saja saya tidak pernah. Saya juga tidak tahu bu" sambung Rachel dengan suara bergetar. Matanya sudah memanas, memaksa matanya untuk meluruhkan air mata yang susah payah dibendungnya.
Dia segera bangkit dan pergi meninggalkan ruang BK dengan tatapan Bu Retno yang tak luput dari punggung Rachel yang perlahan menjauh dan hilang di belokan koridor. Rachel menyembunyikan diri di salah satu bilik toilet dan membiarkan air matanya terkuras habis disana.
Rachel mengedarkan pandangannya ke kantin, dan akhirnya dia menemukan mereka, Luna Marcha Andrea dan Grace Lorensia Binanggal. Mereka adalah sahabat Rachel semenjak sekolah dasar. Luna, cewek manis dengan otak encernya sedangkan Grace adalah cewek tomboi dengan mulut pedasnya.
"Eh gila.. dari mana aja lo?" tanya Luna setelah Rachel menjatuhkan bokongnya di bangku kantin tepat disebelahnya. sementara alis Grace terangkat sebelah setelah melihat wajah kusut Rachel. "Biasa... Abis ngapelin Malaikat maut trus tiduran di UKS" jawab Rachel santai seraya meminum lemon tea yang ada di depannya. Mereka berdua hanya mengangguk-anggukan kepala sebagai respon, mereka sudah paham betul tingkah laku temanya itu.
"Eh si Bego! Punya gue main lo embat aja beli sono!" ucap Grace sewot sambil merebut lemon tea miliknya dan meminumnya hingga tandas.
Rachel hanya memutar bola matanya dan kembali menyapu pandangan ke penjuru kantin, mencari sosok yang sangat ia rindukan.
"Eh lo pada liat Aldo nggak?" tanya Rachel kepada kedua temanya yang asik melahap batagor.
"Lah mana gue tahu. Kan cowok lo ngapa nanya ke kita?".
"Tau tuh. Kumat begonya"
Jawaban Luna langsung disahuti Grace dan membuat tawa mereka pecah. Alhasil 2 jitakan Rachel mendarat mulus dikepala mereka. Baru saja mereka akan membuka mulut untuk ngomel Rachel sudah melenggang keluar kantin sehingga umpatan dari teman-temanya hilang terbang tersapu angin.
Rachel membuka pintu rooftop yang berada di hadapanya. Decitan yang ditimbulkan pun membuat seorang laki-laki yang tengah menghembuskan kepulan asap dari mulutnya menoleh. Rachel berjalan menghampiri laki-laki tersebut. Laki-laki itu adalah Aldo maldi Kusuma Wijaya, kekasih Rachel. Melihat kedatangan Rachel Aldo menurunkan kakinya dari sofa dan menepuk-nepuknya sebelum meminta Rachel duduk disitu, disampingnya. Tangan Aldo melingkari punggung Rachel dari belakang dan menuntunnya untuk menyandarkan kepala Rachel ke bahunya. Rachel menurut, dia mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Aldo. Rachel mengulum senyumnya saat mendapati wajah damai Aldo yang tengah memejamkan mata. Aldo memiliki darah blasteran bule dari kakeknya, mungkin karena itu wajahnya terkesan western.
"Udah ngeliatinnya?" tanya Aldo yang tiba-tiba membuka matanya dan memberi ekspresi yang sangat menyebalkan.
Rachel yang tengah terciduk langsung memalingkan wajahnya ke samping untuk menyembunyikan pipinya yang memerah. Lidahnya terasa kelu untuk menyangkal ucapan Aldo, jadi dia hanya bisa mendengus dan mengerucutkan bibirnya.
"Kamu ngapain? Minta dicium?" tanya Aldo sambil mengerlingkan matanya ke arah Rachel.
Rachel gugup bukan main, pipinya semakin memerah. Aldo yang melihat itu langsung terbahak. Rachel sebal bukan main dia pun menghadiahi Aldo pukulan bertubi-tubi.
"Eh ampun bos.. Ampun.. Damai" ucap Aldo tersenggal-senggal karena menahan tawa, baginya tingkah Rachel kini sangat lucu.
"Rasain" jawab Rachel sambil mencebikkan bibirnya.
Tanpa di duga-duga Aldo mencondongkan tubuhnya ke arah Rachel dan membiarkan wajahnya tepat berada di depan wajah Rachel.
"Ka-kamu ngapain do?" Rachel menjauhkan wajahnya ke belakang, tapi Aldo justru kembali menyejajarinya.
"Aldo?" tanya Rachel sambil memasang ekspresi cengo yang membuat Aldo kembali terbahak.
Rachel yang merasa ditertawakan langsung memberi Aldo tonyoran "Ish kamu mah.. Nyebelin banget sih jadi cowok".
"Nyebelin tapi sayang kan?" jawabnya lagi-lagi dengan ekspresi yang mampu membuat seorang Rachel bertansformasi menjadi kepiting rebus. Aldo berhenti tertawa sambil mengusap air yang ada di ekor matanya, setelah itu dia mengeluarkan rokok dari saku celananya dan menyelipkan sebatang rokok diantara kedua bibirnya.
"Nyalain dong Babe" ujarnya seraya menyodorkan pematik kepada Rachel. Dengan senang hati Rachel meraih pematik itu dan menyulut ujung rokok milik Aldo. Inilah yang Rachel sukai dari Aldo. Dia itu berbeda, dia mampu membuat mood nya naik hanya dengan hal-hal sederhana yang menurutnya terkesan manis.
Rachel masuk ke dalam kelas dengan senyum yang tak kunjung pudar. Entah setan apa yang merasukinya hingga dia berani-beraninya masuk kedalam kelas setelah bel masuk berbunyi 1 jam yang lalu. Lebih lagi dengan wajah tanpa dosa seperti itu, percayalah wajah Bu Endang yang tertutupi bedak tebalnya 5 cm kini sudah berubah warna menjadi merah padam.
"Kamu dari mana saja kok baru masuk?" tanya Bu Endang berbasa-basi. Bu Endang adalah teman seperjuangan Bu Retno, kalo ada yang buat salah langsung dihukum atau dikeluarkan dari kelas tanpa terkecuali. Rachel yang menyadari bahwa di kelasnya ada guru pun seketika merubah mimik wajahnya. Rachel mengernyit dan memegangi perutnya.
"Aduh duh perut gue sakit lagi" Rachel berbalik dan hendak melarikan diri tapi baru saja tangannya memegang knop pintu suara Bu Endang kembali berkumandang.
"Kamu mau kemana?" suaranya naik satu oktaf. Mampus gue batin Rachel.
"Ahh ini bu saya mau ke toilet bu perut saya mules" jawabnya sambil meringis seakan-akan dia menahan sakit.
"Gausah bohong. Sakit kok tadi cengar-cengir" cibir Bu Endang yang diikuti gelak tawa teman-teman satu kelas.
"Eh anu bu, tadi saya lagi seneng aja, saya kira perut saya udah nggak sakit setelah 1 jam bertapa di toilet tapi ternyata tuhan berkehendak lain bu. Sekarang perut saya sakit lagi" entah mendapat bakat acting dari mana hingga dia bisa memasang ekspresi sedramatis itu. Miss drama, decak Grace yang menonton dari belakang sana.
"Halah kamu itu bisanya ngeles aja. Keluar kamu. Gausah ikut jam pelajaran saya!" mendengar hal itu Rachel pun menghembuskan napasnya keras-keras. Rachel keluar dari dalam kelas dan menutup pintunya sekencang mungkin.
Rachel duduk di salah satu bangku kantin sambil meminum lemon tea. "Cuma mau ngusir gue aja banyak bacot tuh guru.. Bikin mood gue down aja" ocehannya berhenti saat tak sengaja retinanya menangkap kehadiran seorang siswi di dalam kantin.
"Ada apa gerangan ya kira-kira dengan cabe kita kok jam KBM ada di kantin? Masak dikeluarin? Ga mungkin deh kayaknya. Tuh cabe kan munafik, pinter banget pencitraan" ujarnya dengan suara yang memang disengaja agak keras agar lawan mainnya dapat mendengar.
Rachel memainkan jari-jarinya sambil menunggu siswi tadi menghampirinya. Benar saja siswi yang tadi disindir Rachel kini sudah berdiri tepat di hadapan Rachel.
"Maksud lo apa?" tanya cewek tadi tanpa berbasa-basi.
"Wooss nyantai dong, harusnya gue nih ya yang nanya maksud lo apa? Dateng-dateng nyolotin orang. Kayak kenal aja" jawab Rachel sambi menampilkan senyum smirk nya. Napas cewek itu memburu jelas sedang menahan emosi, dia langsung berbalik dan pergi. Sialan tu cewek giliran di sekolah aja sok alim rutuk Rachel dalam hati.
Bel pulang sekolah berbunyi, Rachel yang membolos sejak istirahat ke dua kini sudah kembali masuk ke kelas.
"Gila lo ya baru balik, gue pikir dah cabut tadi" suara Luna langsung menyambutnya.
"Tas gue masih ada disini kalik, gue mana pernah cabut paling tidur di UKS seharian..hehe" jawab Rachel sambil nyengir kuda.
"Noh tas lo. Dikira sekolah nenek moyang lo apa chel masuk seenak jidat" Grace melemparkan tas Rachel sambil berdecih.
"Kuy balik Lun, gue bawa mobil" tawarnya sambil memainkan kunci mobilnya.
"Gue hari ini dijemput chel. Sorry ya" jawabnya sedikit awkward.
"It's okay Lun gapapa".
"Yoi Lun gapapa, gue juga lebih setuju lo pulang bareng sopir kok daripada sama nih cunguk. Masih bocil aja dah banyak gaya bawa mobil, kalo tepar kan berabe. Mana tuh mobil mahal, ngga ridho gue rachel yang makek" sahut Grace sambil menepuk-nepuk pundak Luna.
"Sialan lo Grace, bodo ah gue cabut duluan". Rachel langsung bergegas keluar kelas mengabaikan kedua sahabatnya itu.
Hari ini Rachel memutuskan untuk pergi ke rumah orang tuanya terlebih dahulu untuk memberikan surat cinta dari Bu Retno sebelum ke apartemen. Rachel ragu untuk masuk kedalam rumah ini, rumah besar yang sangat menyesakkan, terakhir kali dia masuk ke dalamnya kurang lebih 3 bulan yang lalu saat memberikan surat peringatan dan berakhir dengan percekcokan antara dia dan Papanya. Setelah itu, dia tidak pernah menginjakkan kaki disini lagi. Biasanya dia hanya akan menitipkan surat kepada satpam, tapi apakah kini dia juga harus begitu? Tapi ini menyangkut keberlangsungan sekolahnya, persetan dengan tanggapan Papanya dia tetap memberanikan diri masuk ke dalam area rumah setelah satpam membukakan gerbang.
Rachel memandang pintu coklat itu cukup lama, dia memejamkan mata sebentar sebelum mengetuk pintu.
"Masuk" suara bariton itu terdengar sangat jelas, dada Rachel bergemuruh dia teringat kejadian waktu itu.
Dengan perlahan dia melangkahkam kakinya ke dalam ruang kerja Roy Siregar. Papanya. Papanya masih sama seperti dulu, gila kerja pikirnya dalam hati. Saat Papanya mendongak Rachel dapat menangkap keterkejutanya dalam manik mata Papanya yang hitam legam.
"Saya tidak ada waktu" .ujar Papa Rachel tiba-tiba.
Rachel sempat tertegun, bukan karena bagaimana Papanya bisa tahu perihal surat pamanggilan, tetapi karena gaya bicara laki-laki paruh baya itu kepadanya. Belum berubah.
"Tapi kalau Papa nggak dateng Rachel di Drop out Pa. Rachel nggak bisa iku UN. Sebentar aja pa, sempetin waktu buat Rachel sekaliiii aja". Entah ide darimana Rachel menyangkutpautkan pasal dirinya dengan UN, karena selama ini sekalipun saja UN tidak pernah terbesit dalam benaknya. Papa Rachel nampak menghela napas gusar sebelum akhirnya kembali bersuara, suara yang sangat dibenci Rachel.
"Yasudah, kamu sebaiknya segera pergi. Saya tidak mau istri saya down lagi gara-gara melihat kamu disini". Batin Rachel menjerit dia bersumpah bahwa dia lebih baik dimaki dan diperlakukan kasar oleh Papnnya seperti waktu itu daripada harus mendengar kalimat yang barusan Papanya ucapkan. Tapi Papanya tetap lah Papanya dan Rachel tetap Rachel. Rachel langsung pergi dari rumah itu dan menuju tempatnya untuk pulang.
Rachel menyandar pada bahu Aldo sambil sesekali menenggak minumannya. Dia dan teman-teman Aldo memutuskan untuk menghabiskan malam ini disalah satu kelab. Memang termasuk belia bagi seorang Jocelynn Rachel Siregar, siswi kelas IX SMP Harapan Bangsa untuk menjerumuskan diri kedalam dunia clubbing. Tapi apalah daya, keadaan yang membuatnya jadi seperti ini. Setidaknya di tempat ini dia bisa membuat dirinya melupakan masalah hidupnya sejenak, ya, sampai esok hari.
"Apaan sih Do" Rachel menggeliatkan tubuhnya saat merasakan sesuatu menyusup kedalam dress yang mengekspos punggungnya dan menggerayangi tubuh bagian belakangnya. Aldo yang mendapat penolakan dari Rachel pun perlahan mengeluarkan tangannya dan mendengus. Tapi setelah berpikir sebentar tiba-tiba dia menampilkan senyum miring saat memandang Rachel. Alkohol mungkin sudah mengambil kendali atas dirinya.
🌻🌻🌻
TBC!!