Ada yang disebut bahagia tidak pada tempatnya. Mungkin itu yang sekarang sedang dirasakan Kania.
Gadis itu sedang duduk di balkon kamarnya, termenung larut dalam pikirannya. Sepi, sunyi seperti sudah menjadi saudara bagi Kania di malam hari.
"HUH..!!"
Kania mendesah kasar. Kepalanya berdenyut tidak karuan, sesekali ia mendongakkan kepalanya untuk menahan lelehan air mata yang terus saja menggenang.
Hari ini, menjadi hari yang paling merepotkan bagi Kania. Bagaimana tidak? Pertunangan hari ini benar-benar berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan sedikitpun.
Seharusnya, pertunangan ini menjadi pertunangan terburuk didunia. Rencana yang sudah dipersiapkan dengan waktu yang sangat singkat, ternyata tidak membuahkan hasil sama sekali. Mulai dari menyogok sopir pribadi mereka agar menyabotase mobil keluarga, hingga meminta bantuan dari anak buahnya agar menyabotase acara tersebut.
Tapi ternyata usahanya gagal total, karena om Surya ternyata mengirimkan mobil berjenis Toyota Alphard lengkap dengan sopirnya untuk menjumput Kania sekeluarga. Dan saat ia ingin menghubungi anak buahnya untuk melakukan sesuatu, ternyata hasilnya sama saja seperti rencana awal. Gagal. Ponselnya tertinggal dikamar sehingga dia tidak bisa menghubungi siapapun.
"ini adalah hari paling sial dalam hidupku!" Kania mengacak-ngacak rambutnya.
Tanpa sadar Kania berteriak, "ARRRGG.... DASAR SIALANN.. Hmmp." Gadis itu menutup mulutnya. Teriakannya sangat kencang, bahkan menggema ke seluruh rumah. Dan sudah bisa dipastikan semua orang dirumah itu mendengarnya.
Beberapa saat kemudian, benar saja terdengar suara ketukan cukup keras dari arah pintu kamarnya.
"Kania... kamu kenapa Nak!" panggil bunda Rani sembari mengetuk-ngetuk pintu.
"Bodoh, bodoh, bodoh...." Lirihnya sembari menepuki kening.
Dengan langkah cepat ia mengambil laptop lalu membukanya, tak lupa ia juga mengambil setumpuk berkas dan menaruhnya dimeja bersamaan dengan laptop itu.
Kania berlari memutari tempat tidurnya untuk mengambil kotak tissue dan membersihkan sisa-sisa tangisannya. _bagaimanapun bunda tidak boleh tahu._ Pikir Kania.
"Kania.. buka Nak!"
"Iya Bunda, sebentar..!"
Setelah semuanya siap, gadis itu berdehem sesaat sebelum membuka pintu.
Saat pintu terbuka, bunda Rani langsung masuk dan menangkap kedua pipi Kania.
"Kania, Kamu kenapa sayang," tangannya turun memegangi bahu Kania, "kenapa tadi teriak-teriak, Nak!" lanjutnya dengan cemas.
Ayah Haryo yang baru saja selesai mandi, langsung berjalan cepat menuju kamar putri kecilnya, ia bahkan belum sempat menyisir rambut.
"Bund.. Kania kenapa?!" napasnya terengah-engah, tatapannya beralih ke arah sang putri, "Kamu, kenapa Nak? Sakit lagi, kita kerumah sakit sekarang, ayo!" tambahnya.
Kania mengerjap dengan lucu, gadis itu berkata, "Enggak, Kania gak pa-pa, Ayah."
"Lalu, kenapa Kamu teriak-teriak, Sayang?"
"Tadi... itu, ehmm... Nia Lagi kerja terus...." Gadis itu berpikir sejenak.
'Terus.. ?" Ayah Haryo menimpali.
"Itu.... a-anu.... laptopnya mati! Ya. tadi laptopnya mati karena baterainya habis . Terus tadi, Nia belum sempat menyimpan data-data perusahaan yang sedang dikerjakan. Itu buktinya." Gadis itu menunjuk kearah meja, tepat disebelah kiri dari ranjang.
Kania terpaksa berbohong. Tidak mungkinkan kalau dia bercerita yang sebenarnya? bisa gawat kalau ayah bundanya sampai tahu.
Ayah, Bunda dan mbak Sri yang baru saja datang dibuat melongo dengan kata-kata Kania barusan.
"Nia...! Kamu itu bikin Bunda kaget tau gak! Bunda pikir Kamu kenapa-kenapa tadi!"
Ayah Haryo menggelengkan kepalanya, "Anak, Ayah kalau sudah kerja sampai lupa dunia dan sekitarnya." Lelaki paruh baya itu mengusap kepala Kania dengan lembut.
Ayah Haryo berbalik, menuju kamarnya, begitu pun dengan asisten rumah tangga mereka, mbak Sri yang kembali melanjutkan acara beres-beres rumah.
Kini hanya ada bunda dan kania di kamar.
"Jangan terlalu memaksakan diri, Nia. Memangnya Kamu tidak capek?" Kania terdiam sesaat.
"Iya, Bunda."
"Ya, sudah Bunda balik kekamar, ya." Wanita paruh baya itu mengusap surai hitam Kania, "Selamat malam, Sayang." Kania hanya tersenyum.
Setelah menutup pintu, bulir-bulir kepedihan yang sudah ditahannya sedari tadi meleleh seketika, perasaannya semakin tak karuan kala melihat cincin yang melekat pada jari manisnya. Gadis itu menutup mulutnya agar tak seorang pun mendengar isak tangisnya, Setangguh apapun seorang Kania, dia tetaplah wanita biasa.
"Tidak... Aku tidak boleh menangis! Apapun yang terjadi nanti, rencana yang sudah Aku buat harus terlaksana, bagaimana pun caranya!" katanya pada diri sendiri.
Dia berbalik menuju ranjangnya, mengambil ponsel dan mengirim pesan kepada seseorang.
*Kania: Temui Aku besok sepulang jam kerja di Cyber kafe!!
*Melvin: ada apa? Apa kamu tidak suka dengan cincinnya?
*Kania: bukan cincin. kau datang saja besok!
*Melvin: Jadi, Kamu suka sama cincinnya?
Kania menganga tidak percaya.
*Kania: DATANG SAJA BESOK DAN JANGAN BANYAK TANYA LAGI!!!
Setelah membalas pesan terakhir Melvin, gadis itu membanting ponselnya ke kasur. Perasaan sedih yang sempat dirasakannya tadi berubah menjadi emosi seketika.
Bagaimana bisa ada manusia menyebalkan seperti Melvin!" gumamnya pada diri sendiri.
**********