Terlahir kembalinya dua orang penyihir
>TK2OP
Chapter 5 Dan 6 : Kejutan Besar Dan Sihir
"Eh? Eeeh!?" teriak Kine kaget di dalam hatinya sambil menatap ke Kanna.
"Silahkan duduk," ucap pak guru itu sambil mengayunkan tangannya kedepan dan tersenyum ke arah Kanna.
"Baik," balas Kanna sambil tersenyum.
Ia kemudian berjalan ke barisan paling ujung. Lalu berbelok dan berjalan ke arah barisan paling belakang. Setelah sampai di ujung, ia belok ke kiri dan duduk di sana.
Kine masih kaget dan tidak bisa melepaskan matanya dari Kanna. Kanna yang menyadari itu melirik ke arah Kine, kemudian tersenyum.
"Mohon bantuannya untuk kedepannya ya," ucap Kanna, ia tersenyum dan memiringakan kepala menatap Kine.
"A-ah, pastinya." Kine tertegun, saat itu juga ia memalingkan mukanya dan menatap keluar jendela
Perasaan bahagia menguasai hatinya saat ini, ia tidak pernah menyangka bahwa hal ini akan terjadi. Saking bahagianya ia tidak sanggup menatapnya, karena itu Kine memilih melipat tangannya di atas meja, kemudian menjatuhkan kepalanya di atas tangannya tersebut.
"Buset! Mimpi apa aku semalem! Sampai-sampai hal gini beneran jadi nyata." Kine berteriak di dalam hatinya. Namun, wajah bahagianya tadi langsung hilang, saat ....
"Tunggu, berbicara soal mimpi. Apakah mimpi semalam ada hubungannya dengan hal ini? Sebenarnya mimpi apa yang tadi malam kurasakan?" Kine menatap lurus ke meja, dan berfikir keras. Namun, suara dari pak guru yang menyuruhnya bangun membuatnya langsung dalam posisi duduk yang sempurna. Lalu pak guru pun memulai pelajaran.
**
[Jam Istirahat]
Kriinngg!!!
"Heuh, akhirnya selesai juga," ucap Kine di dalam hati sambil merapikan buku-bukunya yang ada di meja.
Kemudian Kine Melirik orang yang ada di sebelahnya. Yap, seperti dugaannya, hampir seluruh kelas sudah ada dan berkumpul di tempatnya, mereka menanyakan berbagai pertanyaan. Namun, yang mengagumkannya adalah Kanna menjawab semua pertanyaan itu dengan sopan dan anggun.
"Heuh, sudah kuduga pasti akan seperti ini," ucap Kine dalam hati, menghela nafas kemudian berdiri dari kursinya.
Kine mulai berjalan ke arah Dion yang sedang sibuk merapika bukunya.
"Cuy, kekantin yuk," ajak Kine dari belakang..
"Hmmmm, yuk," balas Dion sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Yuk, langsung aja." Kine mengayunkan tangannya dari atas ke depan.
"Oy! Jangan lupain gua Napa," sahut Evan dari belakang.
"Eh, iya juga. Kirain lu uda ga idup lagi, haha." Dion tertawa-tawa kecil sambil memegangi perutnya.
"Apaan! Gua masih idup oy!" gerutu Evan yang kesal.
Melihat tingkah kedua sahabatnya itu, Kine tersenyum kecil
"Oh iya, lu ga ikut ngumpul di sana Kine?" Evan menunjuk ke arah Kanna.
"Eh? Ah, uda gausah di bahas. Disana rame, pasti pengap. Yuklah berangkat." Kine langsung memalingkan muka dan mulai melangkahkan kakinya ke arah pintu kelas.
"Heeee??" ledek Evan dengan nada rendah.
"Uda! Gausah di bahas!" Kine mempercepat langkah kakinya.
Dion kembali tertawa, melihat tingkah keduanya. Evan kemudian dengan cepat menyusul Kine, begitu juga dengan Dion.
**
Setelah sampai di kantin, mereka membeli makanan masing-masing. Kine yang memesan semangkuk mie, Dion yang memesan sepiring sate, dan Evan yang membeli seplastik jajanan ringan.
Seperti biasa, setelah mendapatkan makanan mereka masing-masing, mereka akan berkumpul dan membahas dimana mereka akan memakan makanannya.
"Hmmmm, bagaimana jika di atap lagi?" cetus Evan sambil menatap ke atas, ke arah atap sekolah.
"Lu mau jadi ikan asin yang di jemur apa? Ikan asin Ama lu aja masih enakan ikan asin," jawab Kine dengan agak kuat yang disertai nada bercanda.
"Hiayaa ... Gimana kalau di sini aja? Sesekali gitu." Dion tertawa kecil, lalu ikut memberikan saran.
"Enggak, disana ramai, pengap, dan kayaknya uda ga ada tempat yang kosong lagi," Kine lagi-lagi membantah ucapan mereka dengan nada datar.
"Ribet amat lu!" ucap Dion dan Evan serentak. Mereka berdua memasang wajah datar dan menatap Kine.
"Haha, makasih pujiannya. Tapi gimana kalo di kelas aja?" Kine menggoyangkan kepalanya ke arah jalan menuju kelas, tanda mengajak.
"Serah dah, ngikutin aja apa yang lu mau." Dion mengikuti Kine yang mulai melangkahkan kakinya.
"Heee? Jangan bilang kalau lu mau ngeliat wajah Kanna? Ngaku aja, fufu," ledek Evan sambil mengikuti mereka berdua.
"Gausah di bahas!"
**
[Sesampainya di Kelas]
Evan yang hanya membeli seplastik jajanan ringan, membuka pintu sambil mengobrol dengan mereka berdua. Namun, obrolan mereka berhenti, saat mereka bertiga melihat seseorang yang menghadang jalan mereka.
"Akhirnya, kau datang juga." Kanna menatap Kine dengan serius.
"Eh? Ka-kanna? Ada apa?" Kine kaget, kemudian memiringkan kepalanya karena kebingungan.
"Tidak ada waktu untuk menjelaskanya. Ayo ikuti aku!" Kanna dengan cepat berjalan ke arah Kine.
"Eh? Tapi aku baru aja mau makan," balas Kine sambil menunduk dan menatap semangkuk mie miliknya.
"Hunnnn." Kanna menatap mangkuk itu, dengan cepat ia mengambil mangkuk tersebut.
"Eh? Apa?" Kine kaget.
"Pegang ini." Kanna menyerahkan semangkuk mie itu ke arah Evan yang masih berdiri kebingungan.
"Eh? Untuk apa?" balas Evan setelah beberapa detik mematung. Dion hanya bisa menatap situasi itu dengan tanda tanya di atas kepalanya.
"Sudah, cepat pegang saja." Kanna dengan paksa menarik mangkuk itu di tangan Evan.
"Kami pergi," ucap Kanna sambil dengan cepat menarik tangan kanan Kine dan mulai berlari menjauh dari kelas.
"Eh, eehh!?" teriak Kine kebingungan.
Evan dan Dion menatap Kanna dan Kine yang berlari menjauh dari kelas.
"Apa? Yang terjadi?" tutur Dion dan Evan tanpa sadar
**
"Oy, oy. Kemana kita akan pergi?" tanya Kine dengan kebingungan sambil mengikuti Kanna yang menarik tangan kanannya.
"Sudah! Ikuti saja!" bentak Kanna dengan agak kuat, mencoba membuat Kine diam.
"A-ah, oke."
Hal tersebut pun berhasil.
Mereka berdua terus berlari dan berkali-kali menaiki tangga. Hingga akhirnya mereka sampai di atap, dengan cepat Kanna mendobrak pintu atap tersebut, dan membawa mereka berdua masuk.
Lalu kanna melepaskan tangan Kine dan membiarkan Kine berlari ke tengah-tengah atap sekolah, kanna kemudian bergerak ke pintu dan menutup kembali pintunya, sambil mengucapkan ....
"Lock on," bisik Kanna, kemudian sekumpulan angin berkumpul di gagang pintu tersebut.
"Eh? Ngapain kita di sini?" Kine bergerak ke tengah atap dengan bingung. Kanna yang selesai mengunci pintu perlahan mendekati Kine.
Kanna dengan datar dan tidak menjawab pertanyaan Kine. Tiba-tiba saja mengeluarkan sebuah Handphone sebesar buku pelajaran di atas tangannya.
"Lama sekali." Terdengar suara dari handphone besar itu yang cukup kuat. Mendengar itu, Kine memiringkan kepalanya, ia kebingungan.
"Pegang ini," ucap Kanna menyerahkan handphone besar itu dengan paksa ke tangan Kine.
"Ah, iya." Kine kemudian membalik handphone itu dan melihat layarnya. Namun, setelah melihat itu. Kine tertegun.
"Eh, eh!? Apa yang sebenarnya terjadi di sini!?" Kine bolak balik melihat Kanna yang ada di depannya, dan layar handphone itu yang sedang dalam posisi Vidio Call.
"Ada apa? Sayangku? Kau terlihat kebingungan?" Orang itu yang terlihat sedang duduk di atas kursi besar, menyangga dagunya kemudian tersenyum.
"Tunggu! Apa ini, kenapa ada dua Kanna!? Apa yang sebenarnya ku lihat ini? Apakah ini hanya sebuah Vidio replika?" tanya Kine berkali-kali. Ia masih bolak-balik menatap kedua hal di depanya.
"Ah, soal itu ya. Nala!" Tba-tiba saja Kanna yang ada di dalam handphone itu berteriak, seperti memberikan sebuah isyarat untuk melaksanakan sebuah perintah.
"Baik, nona," ucap Kanna yang ada di depannya sambil menundukan badan. Ia kemudian perlahan melangkah mundur.
"Return," bisik Kanna secara pelan. Kemudian tubuh Kanna yang ada di depanya sedikit bercahaya, perlahan-lahan warna rambutnya yang tadinya berwarna ungu, berubah menjadi warna pirang. Kemudian di ikuti oleh pakaiannya yang berubah menjadi sebuah seragam Maid(pelayan) yang di dominasi oleh warna hitam putih. Dan kemudian wajahnya berubah. Yah, walau tidak ada yang berubah soal tingginya, hanya saja si kembar kelihatan sedikit lebih kecil.
"Maaf tuan, aku belum memperkenalkan diriku." Kanna kemudian dengan anggun mengajar rok seragam pelayannya, kemudian menyilangkan kakinya sambil menunduk dengan anggun.
"Perkenalan, nama saya Pardanala. Tuan bisa memanggil saya Nala," ucapnya sambil menunduk menatap kebawah dengan anggun memperkenalkan dirinya.
"A-apa? Apa yang barusan kulihat tadi. Berubah? Kanna baru saja berubah?" Kine benar-benar kaget dan tidak bisa memalingkan matanya selama sesaat.
Kemudian, ia menatap kebawah ke arah layar handphonenya dengan sangat serius.
"Ada apa?" Kanna yang ada dalam Handphone itu tersenyum manis.
"Bisakah kau jelaskan semua ini padaku? Apakah ini sebuah prank atau apa? Ini membuat kepalaku benar-benar tidak bisa berfikir," tanya Kine sambil menatapnya serius.
"Ah, soal itu. Yang barusan kau lihat itu adalah salah satu sihir tingkat tinggi yaitu 'peniru', dan ini semua bukanlah prank atau settingan. Ini semua adalah sihir dan ini nyata ada di depanmu."
Lalu Kine dengan serius menatap Nala yang ada di depannya. Ia masih ragu dengan jawaban Kanna. Nala yang menyadari bahwa Kine menatapnya, ia kemudian memiringkan kepalanya sambil tersenyum manis. Kine tersentak dan kembali fokus ke layar Handphone.
"Tunggu! Sihir? Maksudmu sihir? Apakah hal itu benar-benar nyata di dunia ini?"
"Apakah bukti yang kau lihat dengan mata kepalaku sendiri itu belum cukup, sayangku?" jawab Kanna, ia kemudian kembali senyum manis.
Kine tersentak, apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang ia alami saat ini? Kine mematung karena memikirkan hal ini dengan sangat keras. Kanna yang melihat itu, menghela nafas.
"Heuh, Nala? Ini saatnya," ucap Kanna, lalu ia memutar kursinya dan berbalik. Sesaat kemudian layar handphone itu menjadi buram.
"Baik, nona," balas Nala sambil menundukan badannya
"Eh? Apa?" Kine kaget karena layar handphone itu mari secara tiba-tiba. Yang lebih membuat ia kaget adalah, Nala yang ada di depanya, yang dari tadi memasang wajah kalem. Tiba-tiba saja berubah menjadi serius.
Dengan cepat Nala mengangkat tangannya kedepan, kemudian menggerakkan jarinya seperti menggambar sesuatu. Setelah selesai, kanna kemudian menempelkan tangannya ke tanah, tercipta sebuah Rune(lingkaran sihir) yang sangat besar di bawah kaki mereka berdua, dan itu mencakup seluruh atap sekolah.
"Apa!?" teriak Kine sambil benar-benar kaget.
Perlahan-lahan, dibawah kaki mereka berdua muncul cahaya yang semakin lama semakin terang. Kemudian dengan cepat, lingkaran sihir itu bergerak ke atas dan memindahkan mereka berdua ke suatu tempat.
"Aaaaa!!" Kine berteriak dengan kuat karena keget dan merasa dirinya berada dalam bahaya
**
Tanpa sadar, ia sudah berdiri di depan gerbang sebuah bangunan yang sangat besar.
"Eh!? Apa!" Dengan reflek Kine memeriksa kedua tangannya, kalau memeriksa kakinya, ia bersyukur bahwa seluruh anggota tubuhnya masih lengkap.
Sesaat setelah itu, ia melihat ke kiri dimana terletak sebuah bangunan yang sangat besar dan megah.
"Eh? Kita dimana ini?" ucap Kine dengan penuh kebingungan.
"SELAMAT DATANG DI AKADEMI MU, TUAN," sambut Nala dengan nada tinggi
"Eh!? Appaaaa!?"
>>Bersambung<<
~Higashi