Pagi ini Venus tampak lebih bersemangat dari hari-hari sebelumnya. Hari ini Venus akan menjadi perwakilan kelasnya untuk lomba karate antar kelas. Dirinya sudah ditunjuk oleh wali kelas sebagai perwakilan kelas tersebut. Venus waktu ini tak keberatan atau menolak sedikitpun. Baginya ini adalah sebuah kesempatan dan berarti wali kelas sudah mempercayakan semuanya pada Venus. Venus tak mau melepas tanggung jawab itu begitu saja.
Gadis itu kini berada di depan meja riasnya sembari menata rambut yang sedikit berantakan. Wajah yang natural dengan bedak tipis dan lipstik yang transparan serta rambut yang hanya di kuncir satu di belakang menambah kesan cantiknya namun tetap simpel. Gadis itu mulai mengenakan jas sekolahnya. Tak lupa Venus juga memasukan baju karate yang akan ia kenakan nanti ke dalam tas ranselnya.
"FIGHTING!" Venus menyemangati dirinya sendiri sebelum turun untuk sarapan lalu beranjak pergi.
Venus menuruni anak tangga sembari membawa tas ranselnya. Gadis itu menuruni anak tangga dengan perlahan bak seorang putri dari kerajaan.
"Pagi mah," sapa Venus meletakan tas nya di sampingnya.
"Pagi sayang," jawab Hera penuh semangat.
"Kak Mars mana mah?" tanya Venus karena tak melihat batang tubuh kakaknya.
"Kakak kamu masih dikamar sayang, mungkin masih siap-siap," jawab Hera sambil mengoleskan selai di atas roti untuk Venus.
"Siapa tadi yang nanya tentang kakak," ujar Mars berjalan dari arah kamarnya menuju ke area meja makan.
"Kangen ya kok tanya-tanya?" Goda Mars pada sang adik.
"Ogah banget kangen sama kak Mars," jawab Venus sangat ketus tak seperti tadi.
"Ven kamu manusia apa bunglon sih? Dikit-dikit ceria, terus nanti tobahudes banget jadi orang," tanya Mars yang merasa adiknya seperti bunglon, bisa berubah sikap secepat kilat.
"Kamu ini apa-apaan sih Mars. Ya jelas adik kamu manusia lah, Mada Ita dia bunglon," jawab Hera membekas anaknya.
"Mamah!" Teriak Venus.
"Bener kan mamah sayang. Kamu manusia bukan bunglon, apa salahnya?" tanya Hera tak mengerti.
"Tapi ya jangan diperjelas dong ma." Gerutu Venus.
"Bunglon!" Ejek Mars.
"Apasaih kak, dendam banget sama Venus," ucap Venus yang sudah capek dengan ejekan sang kakak.
"Suka-suka kakak lah. Lagian siapa juga yang dendam sama kamu." Mars masih belum berhenti mengejek sang adik. Mars senang jika membuat adik satu-satunya ini kesal.
"Udah nggak usah berantem, nanti kamu telat berangkat ke sekolah." Lerai Hera karena melihat pertengkaran diantara mereka yang semakin sengit.
Akhirnya setelah sekian lama, mereka berdua tak melanjutkan pertengkaran lagi. Mereka asik dengan sarapan mereka masing-masing di depan mereka. Mars yang tengah menikmati roti dengan selai nanas, dan Venus yang tengah menikmati roti dengan selai coklat.
"Mah Venus mau berangkat dulu. Mamah dukung Venus biar Venus menang lomba karate ya mah." Venus memninta Restu pada sang mama sebelum lomba.
"Iya sayang, Mama selalu dukung kamu kok. Mama doain semoga anak Mama yang pinter ini bisa dapat juara satu," jawab Hera dengan suasana penuh haru.
"Bunglon bisa nangis juga ternyata." Ledek Mars masih belum berakhir.
"Ngerusak suasana aja sih kak!" Kesal Venus yang sudah diujung batas.
"Udah kamu sekarang berangkat ya, mamah akan doain kamu dari sini," ucap Hera.
Venus dan mars berjalan menuju mobil yang sudah siap di depan rumahnya. Kali ini Mars yang mengantarkan Venus berangkat. Sebenernya bukan kali ini saja, Mars mengantarkan sang adik ketika dirinya tiba di Indonesia beberapa Minggu yang lalu.
"Heh bunglon," panggil Mars pada sang adik namun dia tak menoleh pada Mars.
"Bunglon!" Mars menarik tangan Venus karena Venus tak kunjung melihat ke arah dirinya.
"Venus bukan bunglon!" Jelas Venus.
"Iya Venus," jawab Mars.
"Yakin bisa menang karate?" tanya Mars dengan nada mengejek.
"Mau tanya apa mau ngejek?" ujar Venus yang sudah tahu gelagat sang kakak.
"Tanya lah," jawab Mars bohong.
"Yakinlah! Kenapa emang? Nggak boleh? Nggak suka kalau Venus menang lomba karate?" tanya Venus sewot.
"Senang lah! Masa adek kesayangan kakak menang kakak nggak suka, kan nggak mungkin.
Disisi lain, Venus mengejek sang kakak dengan menirukan celotehan sang kakak namun hanya dengan mimik bibir tanpa suara.
"Ngejek kakak ya kamu?" Tuduh Mars.
"Nggak!" Sangkal Venus.
"Tapi tadi kakak lihat kok." Mars masih bersikeras bahwa Venus mengejeknya tadi.
"Udah ah Venus mau turun, keburu telat," ujar Venus lalu turun dari mobilnya.
Mobil Venus sudah berhenti di seberang jalan yang cukup jauh dari area sekolah yang ia gunakan sebagai tempat menuntut ilmu. Venus bukanlah gadis yang suka jika orang lain memuji dirinya dari harta bukan dari usaha.
Gadis itu berjalan memasuki gerbang tak lupa juga menyapa satpam yang selalu menjaga di depan gerbang. Ketika berjalan menuju kelasnya, Venus juga menebarkan senyuman ramahnya pada para murid yang menyapa atau tidak menyapa dirinya. Venus yang dingin namun berhati baik, itulah sisi unik dari dirinya yang orang lain jarang mengetahuinya.
"Ven lo udah datang?" tanya Titan pada Venus.
"Barusan kok Tan," jawab Venus.
"Yaudah lo langsung ganti baju aja, habis ini lomba mau mulai," ujar Titan yang membuat mata Venus membulat.
"Habis ini?" tanya Venus terkejut dengan ucapan Titan.
"Iya."
"Bukannya masih nanti jam delapan?"
"Jam nya diralat jadi jam tujuh. Tadi barusan aja rapat." Jelas Titan.
"Yaudah kalau gitu," ucap Venus berlari menuju ke kamar mandi untuk mengganti bajunya.
Setelah keluar dari kamar mandi, banyak pasang mata yang melihat diri. Venus melihat sekitar, kenapa orang lain menatap dirinya seolah-olah tak pernah melihat Venus sebelumnya.
"Eh Zar, kok mereka lihatnya gitu?" tanya Venus pada Zara.
"Karena mereka nggak pernah lihat lo pakai baju karate," jawab Zara.
"Emang kenapa? Ada yang salah?" tanya Venus.
"Lo keren tahu nggak kalau pakai baju itu, kayak keren gitu aja sih menurut gue." Jelas Zara dengan berbisik.
"Iya Ven, Zara aja bilang lo keren, apalagi yang laki-laki. Gue yakin mereka nggak bisa bilang apa-apa lagi deh," sahut Arva.
"Gue setuju!" Timpal Nada dengan suara yang cukup keras.
"Suara lo bisa nggak nggak usah langsung di telinga gue? Disaring dulu apa gimana kek." Tegur Zara karena suara nada terlihat keras ditelinganya.
"Wajah lo kenapa gitu?" Zara melihat wajah Venus yang gerogi.
"Deg-degan," jawab Venus.
"Nggak usah deg-degan, kita ada buat lo kok. Kita ada dukung lo seratus persen deh." Zara memberi semangat pada Venus agar sang sahabat tetap tenang dan menjalankan perlombaan dengan tenang dan bisa meraih juara.
"Ya Ven, kita bakal dukung lo." Tambah Arva yang diberi anggukan oleh Nada.
"Ok acara akan segera kita mulai! Para peserta dimohon untuk berkumpul di area pertandingan Agara nantinya tidak terlalu sulit untuk memanggil nama peserta." Suara dari juara terdengar ke seluruh penjuru ruangan hingga ke kelas Venus.
"FIGHTING!" Nada, Zara, dan Arva memberi semangat pada Venus sebelum lomba dimulai.