Chereads / Indescriptible / Chapter 38 - thirty eight•Rasanya

Chapter 38 - thirty eight•Rasanya

"FIGHTING!" Nada, Zara, dan Arva memberi semangat pada Venus sebelum lomba dimulai.

Venus, Zara, Nada, dan Arva berjalan menuju lapangan. Mereka bertiga akan terus menyemangati Venus di luar area pertandingan. Sesampainya di area pertandingan, mereka bertiga berhenti di luar sedangkan Venus berada di area pertandingan. Venus memang peserta dengan no urut 001.

"Ven lo pasti bisa! Ayo sangat Venus!" Zara menambah semangat pada diri Venus.

"Pasti bisa!" ucap Venus menyemangati dirinya sendiri.

"Peserta pertama ada dari kelas XII-IPA 1 dengan nama Venusya Geova Kyle yang merupakan anggota karate sekolah kita yang sudah alumni sejak duduk di bangku kelas X. Lawan dari Venus adalah ananda Prasasti dari kelas XII-IPA 5." Juri menyebutkan sedikit biodata dari mereka berdua.

"Semoga menang Ven!" Prasasti juga menyemangati Venus walaupun dia tahu Venus adalah musuhnya saat ini.

"Makasih," balas Venus dengan tersenyum.

"Ok pertandingan pertama akan segera dimulai! Dimohon para penonton untuk tidak terlalu dekat dengan area pertandingan."

"Kita mulai dari 3-2-1." Akhirnya juri memulai pertandingan dengan Venus dan Prasasti sebagai pasangan peserta pertama.

Banyak teriakan mendukung Venus. Bukan karena ada alasan apa, secara Venus adalah salah satu perempuan paling terkenal di SMA itu. Kecerdasan serta kepribadian yang sangat baik membuat dirinya menjadi sosok perempuan yang cukup sempurna bagi siapa saja. Bahkan banyak dari para perempuan di SMA tersebut juga ikut menjadi penggemar Venus.

"Venus! Ayo lo bisa!"

"Lawan terus Venus!"

"Venus pasti menang!",

Teriakan ketiga sahabatnya menambah semangat Venus saat ini. Mata elangnya ia gunakan untuk mengantisipasi pukulan atau tendangan yang datang pada dirinya.

"Eh si Venus ikut karate ternyata?" tanya Brian pada Leo.

Mereka memang belum pernah tahu jika Venus adalah juara bertahan ketika ada pertandingan atau hanya latihan.

"Eh iya, si bidadari ikut ternyata. Ya Tuhan tambah cantik aja si Venus pakai baju karate." Puji Leo yang melihat Venus tengah bertanding.

Aldrich? Jangan tanyakan tentang laki-laki itu. Aldrich bahkan tak ada keinginan untuk berbicara atau bahkan memuji gadis itu.

"Lo nggak gimana gitu Al? Itu cewek udah sempurna banget ya Allah, masa lo nggak ada rasa gitu?" tanya Brian yang melihat Aldrich hanya diam tanpa sepatah katapun.

"Harus?" tanya Aldrich.

"Bukan harus lagi, tapi udah wajib, sangat wajib!" Jelas Brian menekan di akhir kata.

"Nggak tertarik," jawab Aldrich ketus.

"Fix lo bukan manusia. Masa iya ada cewek udah sempurna kayak gitu bilang nggak tertarik." Brian menggeleng tak percaya dengan kata-kata Aldrich.

"Gue aja yang baru lihat dulu udah langsung jatuh cinta, masa lo yang hampir tiap hari ketemu nggak ada rasa sih? Lo tercipta punya hati apa enggak sih Al?" Tambah Leo semakin kesal dengan sikap Aldrich.

"Kenapa nggak lo nikahin aja tuh cewek? Kenapa harus nyuruh gue? Pakai wajib lagi." Akhirnya Aldrich angkat bicara dengan nada sangat datar.

"Tanpa lo suruh kalau dia mau ya gue langsung berangkat ke KUA," jawab Brian dengan entengnya.

"Mata lo kalau udah ada cewek cakep pasti larinya ke nikah. Pikir dulu, lo mau tapi dia mau apa enggak sama lo. Pasti gue yakin enggak deh." Ledek Leo dengan memainkan alisnya.

"Eh-eh, yah bebeb Venus jatuh!" Brian tiba-tiba saja langsung panik tak karuan ketika melihat Venus jatuh dalam pertandingan.

"Lo mau kemana? Hah?" Leo menarik baju Brian sampai laki-laki itu sedikit kesakitan karena lehernya tercekik.

"Leher gue sakit pocong! Lo pikir gue mau bunuh diri apa pakai lo tarik baju gue." Brian menarik bajunya lagi yang tadi sempat di tarik oleh Leo.

"Siapa suruh mata lo kemana-mana! Lagian hal kayak gitu udah biasa, lo aja yang nggak pernah nonton kayak gitu. Makanya di rumah itu nonton berita kek apa nonton olahraga gitu, jangan nonton Spongebob." Ejek Leo dengan merendahkan Brian.

"Enak aja mulut lo kalau ngomong. Gue nggak pernah lihat Spongebob ya." Sangkal Brian.

"Terus apa?"

"Ipin Upin," jawab Brian asal.

"Heh setan! Lo kenapa diem aja? Nggak bisa ngomong? Apa suara lo hilang?" tanya Leo pada Aldrich yang dari tadi hanya dian dengan kedua tangan di masukan di saku celana.

"Pertandingan selesai," ucap juri mengakhiri pertandingan pertama.

Venus dan Prasasti sang pasangan pertama, menuruni area pertandingan dengan wajah yang begitu bahagia. Tak ada rasa dendam diantara keduanya.

"Semoga sukses ya Ven!" Prasasti menepuk pundak Venus dengan pelan.

"Makasih Prasasti," jawab Venus.

Venus kembali ke tempat dimana Zara, Nada, dan Arva berada. Mereka bertiga tetap stay mendukung Venus saat pertandingan.

"Gimana?" tanya Zara.

"Gimana apanya?" tanya Venus yang berjalan mendekat kearah arah mereka.

"Lo nggak apa-apa kan tadi? Kan tadi lo sempat jatuh," ujar Zara khawatir.

"Nggak apa-apa kok Zar, buktinya sekarang gimana? Baik-baik aja kan." Jawab Venus tak mau membuat mereka panik.

"Hai Ven," sapa Brian dan Leo yang melambai tangan ke Venus.

"Hai," balas Venus.

"Lo nggak apa-apa kan Ven?" tanya Brian.

"Nggak apa-apa kok, kayak gitu udah biasa," jawab Venus seolah-olah tak terjadi apa-apa.

"Syukur deh kalau gitu." Brian menghela nafas lega.

"Kenapa lo jadi sok peduli sama Venus?" tanya Leo dengan nada curiga.

"Kenapa? Iri lo?" jawab Brian sewot.

"Ven lo dicari sama Aldrich tuh!" Goda Brian pada Venus.

"Nggak usah ngaco mulutnya," lirih Aldrich yang masih bisa di dengar oleh mereka.

Bincang-bincang pun masih terjadi di antara mereka semua. Mereka semua bak seorang adik kakak yang tengah berbagi kasih sayang satu sama lain. Tak ada perbedaan diantara mereka semua. Laki-laki maupun perempuan sama saja, tak ada satu kesempatan hanya untuk laki-laki atau perempuan saja.

"Ven! Lo disuruh ke are sekarang, Hanis ini pengumuman pemenang lomba." Titan memberitahu Venus agar dirinya berada di area pertandingan sekarang karena akan ada pengumuman pemenang lomba karate.

"Oh iya Tan, makasih," jawab Venus.

"Yaudah kita kesana bareng-bareng aja, kan lebih enak." Ajak Arva yang disetujui oleh mereka semua tak terkecuali Aldrich. Laki-laki itu hanya dia sejak tadi, tak mengeluarkan sepatah katapun.

Mereka semua berjalan menuju ke area pertandingan dimana pengumuman pemenang akan diumumkan sekarang. Mereka sangat bersemangat untuk menuju ke area tersebut.

"Ok, tanpa banyak bicara, saya selaku juri utama akan langsung mengumumkan siapa pemenang juara satu, dua, dan tiga lomba karate yang diselenggarakan untuk memeriahkan acara DN kita hari ini." Juri yang sudah membawa nama-nama pemenang akhirnya angkat bicara.

"Pemenang pertama diarih oleh ananda Venusya Geova Kyle dari kelas XII-IPA 1, juara kedua di raih oleh ananda Prasasti Nadiva dari kelas XII-IPS 2, dan juara tiga diraih oleh ananda Galang Pratama dari kelas XII-IPA 5. Untuk apa pemenang dimohon untuk naik ke atas forum sekarang," ucap juri itu setelah mengumumkan nama-nama pemenang.

Mereka semua yang disebutkan namanya pun mulai menaiki forum satu persatu. Tampak rasa bangga dan bahagia yang terukir di wajah mereka. Perjuangan mereka selama ini tak sia-sia sekarang. Piala kemenangan mereka ambil setelah berkerja keras selama ini.

Sebelum turun forum dan kembali ke kelas masing-masing lalu pulang, mereka yang telah menag juga di foto untuk dijadikan sebagai kenang-kenangan.

"Ven lo hebat Ven!" Puji Zara.

"Gue tadi sempat kaget pas lo jatuh, eh ternyata lo bisa menang sampai sekarang." Tambah Arva yang sangat mendukung Venus.

"Makasih ya buat kalian udah dukung Venus," balas Venus.

Mereka semua kembali ke kelas masing-masing setelah pengumuman selesai. Selama acara DN ini, stelah lomba selesai mereka akan dipulangkan.

"Nih buku lo." Venus terkejut dengan kedatangan Aldrich yang membawa buku diary nya.

"Kok bisa--?" Perkataan Venus belum selesai namun Aldrich sudah memotongnya.

"Tadi jatuh pas lo lari mau ke kamar mandi buat ganti baju," jawab Aldrich menjelaskan kenapa buku Venus ada pada dirinya.

"Kita ke kelas dulu ya," pamit mereka mengeri keadaan.

"Makasih," balas Venus tersenyum.

"Gue balik dulu," pamit Aldrich setelah mengembalikan buku Venus.

Venus tersenyum gembira ketika Aldrich mengembalikan buku diary nya. Namun, sedetik kemudian senyum Venus perlahan memudar. Kertas putih yang terselip di antar halaman-halaman membuat senyum Venus yang awalnya sangat bahagia menjadi memudar perlahan. Kata yang dituliskan oleh orang itu membuat Venus mengubah ekspresi wajahnya menjadi sedikit datar.