Chereads / Indescriptible / Chapter 41 - forty one•Fighting

Chapter 41 - forty one•Fighting

"Venus masuk dulu, kakak hati-hati." Pesan Venus sebelum dirinya masuk ke lingkungan sekolahnya.

Kali ini, arah Venus tak ke arah kelasnya melainkan ke kelas XII-IPA 1 yang itu adalah kelas dimana Aldrich berada. Ketika sudah berada di depan kelas Aldrich, Venus melihat keadaan sekitar memastikan apakah ada orang atau tidak. Ketika sudah memastikan sepi atau tidak ada orang, Venus mulai berjalan masuk ke kelas Aldrich. Disaat sudah berada di bangku Aldrich, Venus mengeluarkan kotak bekal yang tadi sempat ia isi beberapa lembar roti beserta olesan selai coklat di dalamnya. Venus memasukan kotak itu ke loker Aldrich. Setelah memastikan sudah selesai, Venus berjalan ke luar dan berjalan menuju ke kelasnya.

Brughhhh...

"Astaga Venus, lo kenapa sih Ven?" Zara berdiri ketika Venus tak sengaja menabraknya.

"Sorry, nggak sengaja," ujar Venus.

"Lo kenapa? Dikejar setan apa gimana sih buru-buru banget?" Zara masih mohat Venus yang dari tadi berkali-kali melihat ke arah belakang.

"Hehehehe nggak kok, tadi cuma buru-buru aja," jawab Venus cengengesan.

Venus berjalan ke bangkunya sambil beberapa kali tersenyum tanpa sebab. Zara yang melihat hal langka tersebut sempat bingung dengan apa yang dilakukan oleh Venus. Siapa yang sudah berhasil membuatnya tersenyum sampai saat ini? Zara pun juga bingung alasan kenapa Venus bisa seperti ini. Sahabatnya saja terkadang sangat sulit bahkan tidak ada celah untuk membuat Venus tersenyum atau bahkan tertawa.

"Heh Ven! Lo kenapa sih senyum-senyum terus dari tadi?" Zara bertanya pada Venus namun Venus hanya menanggapi dengan senyum saja.

"Heh Zar! Kenapa sih Venus? Amnesia? Apa gimana sih? Nggak jelas gue," ujar Arva yang juga tak mengetahui kenapa Venus seperti orang gila saja.

"Mana gue tahu. Orang dari tadi gue tanya nggak dijawab. Udah kayak orang gila aja tuh anak. Lagi kesambet kali pas pulang kemarin, ikut sampai sini deh," ungkap Zara.

Nada? Nada memang belum datang. Dia selalu datang paling terakhir diantara mereka berempat. Bukan karena apa-apa, karena memang runah Nada dengan sekolahnya tidak terlalu jauh. Jaraknya hanya sekitar 2-3 km saja.

"Udah biarin aja tuh anak, nanti juga kalau mbak Kunti nya udah pergi, dia juga balik lagi ke dunia ini," sahut Arva.

"Mbak Kunti siapa Va?" Zara bertanya pada Arva karena tak tahu apa itu mbak Kunti.

"Mbak Kunti tuh perempuan rambut panjang terus pakai baju putih," jelas Arva.

"Oh, pahan gue." Zara mengangguk pertanda bahwa dirinya sudah memahami perkataan Arva yang mungkin saja belum terlalu paham.

"Ven!" Titan memasuki kelas Venus dengan pakaian OSIS yang sangat lengkap dan rapi.

"Iya tan." Venus menoleh ke arah sumber suara.

"Habis ini lomba basket dimulai, gue mau ikut tanding dan ternyata pengganti gue buat jadi panitia nggak ada. Terus tadi kata anak-anak lo lagi kosong, jadi ya gue kesini." Titan berbicara panjang lebar tanpa jeda.

"Heh tengil! Lo kalau ngomong langsung ke intinya aja bisa nggak," sahut Zara yanf mendengarkan sejak tadi namun tak paham sedikitpun.

"Gue mau minta tolong sama lo buat gantiin gue jadi panitia, soalnya Anka pengganti lagi nggak masuk," jelas Titan.

"Emang lo ikut basket? Kok gue nggak tahu ya," balas Venus.

"Ya gitu deh," jawab Titan.

"Yaudah nanti lo langsung ke ruang OSIS aja buat siap-siap, soalnya tanding habis ini mulai," jelas Titan.

"Ok," jawab Venus tanpa menolak.

Ada alasan sebenarnya kenapa Venus mengambil peran pengganti. Selain karena dia memang ketua OSIS yang tugasnya memang sebagai pemimpin utama, Venus mengambil ini juga karena dia tahu bahwa Aldrich akan ikut pertandingan basket ini.

"Ven lo nggak ke ruang OSIS? Kan lo mau tugas," pungkas Zara.

"Habis ini," jawab Venus.

"Ven gue bingung deh sama lo. Lo kenapa sih kayak bunglon, tiba-tiba wajah lo kayak seta, terus tiba-tiba jadi lucu banget kayak boneka, belum lagi nanti wajah lo dingin kayak es di abang-abang tukang ea teh tuh." Zara bingung dengan sikap Venus yang dalam beberapa waktu bisa berubah menjadi beberapa karakter.

"Nggak usah kayak kak Mars deh," sahut Venus.

"Emang kenapa?" Zara bertanya karena tak tahu.

"Ngatain bunglon," jawab Venus acuh.

"Ya kan emang bener," jawab Zara yang kenyataannya adalah memang benar dan tak bisa disangkal.

"Ya yang indah dikit kan bisa. Kayak kupu-kupu kek, apa kayak lebah, apa kayak yang kain kan bisa nggak usah kayak bunglon," tutur Venus.

"Udah ah mau ke ruang OSIS dulu," pamit Venus berjalan keluar menuju ke ruang OSIS.

Venus berjalan ke ruang OSIS dengan wajah yang tak seperti biasanya. Banyak pasang mata yang melihatnya terasa aneh karena wajahnya tampak lebih ceria dan lebih hangat dari biasanya. Ketika sudah sampai ke ruang OSIS, dirinya pun langsung mengambil jas dan pin pengenal dirinya. Venus tampak lebih cantik dan kharismatik dari biasanya. Jas berwarna navy serta tanda pengenal yang ia tempelkan di dada sebelah kirinya menambah kesan ratu dalam dirinya.

Setelah selesai memakai jas dan pin pengenal, Venus segera keluar untuk menjadi panitia pelaksana lomba basket hari ini. Sebenarnya hari ini bukan Venus yang bertugas, melainkan Titan yang bertugas. Namun, laki-laki itu ternyata mengikuti tanding basket yang tepat dilaksanakan hari ini. Jadilah venus yang menggantikan posisi Titan sebagai petugas inti pelaksanaan acara DN.

"Loh Ven kok lo yang tugas? Bukannya harinya Titan ya?" Salah satu anggota OSIS lainnya terkejut dengan kedatangan Venus yang sudah lengkap mengenakan jas OSIS serta pin pengenal.

"Gantiin Titan. Dia lagi ikut tanding basket," jawab Venus.

"Emang dia ikut? Kok nggak ngomong sama anak-anak," tutur gadis itu.

"Kurang tahu juga sih," timpal Venus yang pada dasarnya memang tidak tahu.

Ketika Venus dan salah satu anggota OSIS itu tengah berbincang-bincang, ternyata anak basket sudah tiba di lapangan basket. Venus yang melohat hal itu pun melongo dibuatnya. Bagaimana tidak, Venus yang biasanya melihat Aldrich memakai seragam sekolah rapi serta dasi, kini melihat Aldrich yang begitu sangat amazing.

"Ven! Ibu minta tolong sama kamu, nanti kalau ada sesuatu yang diinginkan terjadi, kamu bantu ibu ya." Bu. Lilik tiba-tiba saja datang pada Venus yang pada saat ini mata Venus masih tertuju pada kharisma Aldrich.

"Oh iya Bu, nanti Venus bantu," jawab Venus tanpa ada penolakan sedikitpun.

Pertandingan ternyata akan dimulai beberapa menit lagi. Pembawa acara ternyata sudah membuka tanding tersebut saat ini. Venus tak sabar melihat Aldrich and the geng tanding dengan kelas lain. Jujur, Venus sebenarnya tahu bahwa Aldrich dan teman-teman lainnya adalah anak basket. Tapi, Venus belum tahu jika akan se keren ini jika mereka memakai baju kebesaran mereka.

Pertandingan sudah dimulai, perebuatn bola pun terjadi cukup sengit. Venus yang melihat hal itu bsrharap bahwa Aldrich bisa menang. Venus tak henti-hentinya melihat Aldrich sejak tadi. Di tengah-tengah pertandingan ternyata Aldrich sempat jatuh karena dorongan dari pihak lawan. Bukannya dibawa ke ruang UKS, ternyata Aldrich malah berdiri dan tetap mengikuti pertandingan sampai selesai.

Venus takjub dibuatnya. Bagaimana tidak, Aldrich yang jatuh dan mungkin terbentur cukup kuat pun masih mau melanjutkan pertandingan walaupun dengan luka yang terbilang cukup besar dan mungkin sanhay sakit. Sampai di akhir pertandingan, Aldrich pun bertanding cukup gesit dan apik. Tak ada tanda-tanda bahwa laki-laki itu kesakitan karena luka yang dibuat oleh lawannya.

"Ven nanti lo langsung pulang aja gpp, biar gue sama anak-anak yang beresin semuanya. Kan lo cuma penggantian," pungkas gadis di samping Venus.

"Makasih ya," jawab Venus.

Mata Venus tak sengaja melihat Aldrich yang duduk dengan keringat yang bercucuran di dahinya. Venus melihat ke arah tangannya yang ternyata dirinya membawa sebotol minum dingin. Venus yang mengetahui hal itupun bergegas menghampiri Aldrich yang tengah duduk santai di tribun lapangan.

"Nih minum!" Venus menyodorkan botol air dingin yang tadi ia bawa.

"Makasih," jawab Aldrich menerima botol itu.

"Nggak sakit?" Venus bertanya karena melihat kaki Aldrich yang tampaknya sakit.

"Udah biasa," jawab Aldrich menutup botol minum yang diberikan Venus.

"Gue mohon lo nggak usah suka sama gue! Gue belum tentu suka sama lo. Gue nggak mau buat hati lo sakit karena gue nggak bisa balas perasaan lo," ucap Aldrich yang membuat Venus terkejut.

"Nggak masalah," tutur Venus sangat enteng.

"Gue bilangin sekali lagi sama lo. Jangan buang-buang waktu lo buat suka sama gue yang sampai kapanpun gue nggak akan balas rasa suka lo," lirih Aldrich lalu pergi meninggalkan Venus begitu saja.

Venus? Sedih? Sakit hati? Oh tentu tidak. Venus bukan anak yang mudah menyerah. Dia yakin bahwa dia bisa mengambil hati Aldrich suatu saat ini.

"FIGHTING!"