Chereads / Indescriptible / Chapter 15 - fiveteen•Kali kedua

Chapter 15 - fiveteen•Kali kedua

Venus berjalan seperti hari-hari sebelumnya. Ia berjalan dengan memasang wajah datar dan dingin. Berjalan menuju ke kelasnya dengan langkah kecil.

"Holla Venus," sapa Nada sedikit berteriak.

"Hmmm..," balas Venus menaruh tasnya.

"Haduhhh, ibu ratu! Pagi-pagi udah sedingin es aja nih," ucap Zara yang melihat tingkah Venus.

"Ngapain disitu?" Venus bertanya dengan melihat ke arah Nada.

Nada menyodorkan kedua telapak tangannya." Mau pinjem catatan dong Ven."

"Catatan apa?" Venus bertanya dengan nada yang tiba-tiba lembut.

"Tuh orang punya penyakit bipolar apa gimana sih. Tiba-tiba lembut banget kalau ngomong, terus tiba-tiba bisa diem aja kayak es." Zara berbisik kepada Arva.

Arva yang merasa dirinya mendengar hal itupun juga menanggapi." Iya ya. Venus punya bipolar kali tuh anak."

"Orangnya disini denger, jadi kalau mau ngomongin mending jauh-jauh," ucap Venus seperti mengusir.

"Terserah kita dong. Ya kan Va." Zara menyenggol bahu Arva.

"Betul."

"Nih catatannya. Kalau udah selesai taruh aja di meja!" Suruh Venus.

"Ven mau kemana?" Nada menengok ke arah Venus.

"Duduk disini, baca novel," uar Venus sembari membuka novel yang ia bawa.

"Oh Ok." Timpal Nada sembari mengambil buku Venus.

Suasana sedikit hening sekarang. Venus yang tengah membaca buku sembari mendengarkan musik, Nada yang tengah menyalin catatan Venus, dan Zara serta Arva yang tengah asik main game. Mereka asik dengan dunia mereka masing-masing.

Seperti biasanya, dengan kecepatan tangan bak sebuha aksi sulap, Nada menyalin catatan Venus dengan sangat cepat." Makasih ya Ven."

"Sama-sama."

"Pagi anak-anak," sapa Bu. Lilik yang sudah siap dengan semua buku-buku yang beliau bawa.

"Pagi Bu," ujar seisi kelas.

"Hari ini ibu akan beri tugas saja ya, dikarenakan ibu ada rapat di SMA Galaxy. Jadi nanti semua tugas kalian kumpulkan ke Venus saja ya!" Perintah Bu. Lilik.

"Saya Bu?" Venus bertanya untuk meyakinkan.

"Iya Ven. Nanti ibu minta tolong kamu taruh semua tugas di meja saya aja ya," ucap Bu. Lilik begitu ramah.

"Oh iya Bu nanti saya taruh di meja ibu," ucapnya.

"Ok kalau gitu silahkan kalian kerjakan tugas saya. Saya mau berangkat dulu, dan jangan kalian ramai ya anak-anak. Permisi." Tak sampai 10 menit Bu. Lilik masuk lalu keluar kembali.

Sudah sekitar 10 menit sejak kepergian Bu. Lilik, kini para murid tengah sibuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh Bu. Lilik.

"Ven no berapa?" Zara melirik pekerjaan Venus.

"No 20," jawabnya tak memalingkan wajah dari bukunya.

"Oh yaudah. Nanti gue pinjem no 8 lo ya," ucap Zara.

"Nih pinjem aja gpp, udah selesai kok." Tiba-tiba Venus menyodorkan bukunya sebelum Zara mengakhiri perkataannya.

Zara dibuat melongo dengan kerja cepat Venus. Tak heran jika dia bisa mewakili SMA ini untuk olimpiade.

"Makasih Ven."

"Dengan senang hati."

Semua murid sudah selesai dengan kesibukan mereka mengerjakan tugas. Tepat sekali depan Venus sudah terdapat tumpukan buku-buku matematika.

"Zar bantuin bawa buku yuk!" Pinta Venus yang kesulitan membawa seluruh buku itu.

"Ok, sini gue bawain." Zara membantu Venus yang sedang kesulitan membawa seluruh buku.

"Makasih zar."

Mereka berdua berjalan menuju ruang guru untuk memberikan seluruh buku itu di meja Bu. Lilik.

Brughh...

Buku yang dibawa Venus berantakan begitu saja. Ia tadi tak sengaja menabrak seseorang.

"Maaf ya," ujar Venus.

"Hmmm."

"Aldrich?" Venus terkejut ketika yang ia tabrak tadi adalah Aldrich.

"Nagapin disini?" tanya mereka serempak.

"Habis dari mejanya Pak. Jarwo."

"Oh."

"Lo sendiri ngapain kesini?" tanya Al kembali.

"Oh, mau ke mejanya Bu. Lilik. Ngumpulin tugas" ucap Venus.

"Oh. Sini gue bantuin." Aldrich tiba-tiba mengangkat semua buku yang tadi ia bawa.

"Nggak usah gpp." Tolak Venus.

"Udah gpp, lagian ini juga nggak berat kok." Aldrich berjalan menuju ke meja Bu. Lilik.

"Makasih ya Al. Kalau gitu gue sama Venus balik dulu." Ujar Zara memecah keheningan diantara mereka berdua.

"Makasih ya Al," ujar Venus.

Al hanya memberikan senyum tipis di kedua sudut bibirnya.

Kedua gadis itu kini sudah pergi dari arena ruang guru. Mereka berjalan ke arah kelas mereka.

"Heh Ven. Al cakep juga ya." Goda Zara.

"Hah?" tanya Venus.

"Al ganteng banget. Sumpah berasa kayak lihat pangeran dari surga."

"Emang Zara pernah ngelihat pangeran di surga. Mati aja belum," ujar Venus yang membuat Zara kesal.

"Doain gue mati ceritanya," sindir balik Zara.

"Nggak! Dari tadi nggak ada tuh unsur doa-doa," ucap Venus membela diri.

"Ok terserah ibu ratu." Pasrah Zara.

"Tapi bener juga ya. Al itu ganteng," ujar Venus membenarkan perkataan dari Zara di dalam hati.

Mereka kini sudah memasuki kelas mereka. Ricuh, itulah yang bisa digambarkan sekarang. Kondisi kelas tak terkendali dengan baik. Ada yang main game, menggosip, nonton film, tidur, nyanyi sendiri, pokonya seperti kelas ricuh pada umumnya.

Berbeda dengan semua siswa yang tampak asik dengan dunia masing-masing, Venus memilih membaca novel sembari menyumpal telinganya dengan benda kecil berwarna pink. Ia sudah tak mendengar apapun sekarang, kecuali lagu yang keluar dari benda itu.

Ia sangat tenang dengan mata elang yang bergerak mengikuti setiap kata yang tertulis dalam novel itu. Seolah tak ada orang lain selain dia, Venus hanya fokus dengan buku yang ia bawa sekarang tanpa melihat Kana dan kirinya. Ia seakan tak peduli dengan kondisi yang ada.

"Ven!" Panggil Arva.

Venus tak mendengar apa ucapan Arva, sehingga ia diam tak memalingkan wajahnya.

"VENUSYA GEOVA KYLE." Teriak Arva yang sudah kesal karena sejak tadi pemilik nama itu tak kunjung melihatnya.

"Apa?" Satu kata yang keluar dari mulut Venus.

"Ntar pulang sekolah gue nebeng lo ya?" tanya Arva.

"Ok," balas Venus lalu memasang bandea kecil itu di telinganya kembali.

"Alau bukan karena pangkat sebagai ibu ratu, udah gue jadiin tempe penyet tuh Venus." Kesal Arva karena merasa diacuhkan.

Arva kembali duduk di bangkunya dan melanjutkan memainkan game di handphonenya.

Tak beda jauh dengan Venus, ia kembali fokus dengan buku yang ada di depan matanya. Ia sama sekali tak memalingkan pandangannya ke arah manapun. Matanya hanya tertuju ke deretan kata-kata yang ada di buku itu.

***********

"Kita pulang dulu ya guys," pamit Arva.

"Zar, nad kita pulang dulu ya," sahut Venus.

"Iya, hati-hati ya pulangnya." Pesan Zara.

"Iya Ven, Va. Kalian hati-hati ya kalau pulang. Semoga selamat sampai rumah." Pesan Nada juga.

"Ok makasih. Kita jalan dulu ya." Venus melambaikan tangan kearah mereka berdua Zara dan Nada.

Venus serta Arva kini sudah tak terlihat lagi di area sekolah. Mereka berdua tengah berada di dalam mobil milik Venus. Mobil Pajero itu melesat dengan kencang membelah jalanan yang tak begitu padat sore itu. Mobil itu mampir ke sebuah rumah untuk mengantarkan salah satu dari penumpang itu ke rumahnya.

"Makasih ya Ven. Gue masuk dulu." Arva melambaikan tangannya kepada Venus dengan senyum yang ceria.

"Sama-sama Va. Balik dulu ya Va," ujar Venus meniup jendela mobil.

Mobil Pajero hitam pergi dari pekarangan rumah besar bercat hitam. Mobil itu pergi setelah mengantarkan salah satu penumpangnya ke rumah dengan selamat. Tak lama kemudian, mobil itu sampai di sebuah rumah besar yang didominasi dengan rumput dan tanaman Bungan disekitarnya.

"Makasih ya pak. Venus masuk dulu," ucap Venus begitu sopan.